Ikhwan Khanafi, seorang penyandang tunanetra berhasil diterima sebagai mahasiswa baru UNY pada prodi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa Seni dan Budaya melalui jalur seleksi mandiri talent scouting.
Menurut pria kelahiran Magelang 2 Agustus 2000 tersebut, banyak difabel yang tidak diterima di universitas negeri karena keterbatasan fisik atau kebutuhan khusus yang mereka miliki. “Namun hal ini justru memotivasi saya untuk berusaha lebih keras melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas karena punya mimpi besar” kata Ikhwan. Sejak kecil, Ikhwan sangat menyukai karya sastra seperti puisi, cerita, dan novel. Passionnya adalah di bidang tulis menulis sehingga ia memilih untuk menempuh pendidikan di program studi Sastra Indonesia. Pilihan ini tidak hanya untuk mengejar gelar akademik, tetapi juga untuk mengembangkana bakat dalam dunia sastra.
Berbekal sertifikat kejuaraan yang dimiliki baik dalam bidang sastra maupun karya ilmiah, warga Ngaglik, Kalipucang, Grabag, Magelang tersebut memutuskan untuk mendaftar lewat jalur mandiri. Ikhwan juga tergabung dalam Komunitas Yuk Menulis (KMY) dan memperoleh banyak ilmu tentang kepenulisan. Sampai saat ini, ia juga telah menerbitkan dua buku antologi cerpen berjudul ‘Menuai Hikmah’ dan ‘Berkilau dalam Temaram’ di Goresan Pena. Salah satu cerpen yang ditulis berjudul ‘Berkilau dalam Temaram’ mengisahkan pengalaman seorang difabel tunanetra yang bersekolah di sekolah biasa. Cerpen ini mengangkat betapa pentingnya inklusivitas atau sebuah pengakuan dan penghargaan atas eksistensi keberbedaan khususnya bagi para difabel. Penyandang disabilitas atau orang berkebutuhan khusus tetap bisa melakukan kegiatan sehari-hari dan harus diperlakukan secara setara.
Selain fokus pada bidang kepenulisan, alumni MAN 2 Sleman tersebut juga memiliki rencana lain selama di UNY. Rencana ke depannya Ikhwan ingin masuk Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI) dan UKM Al-Huda UNY. Harapan dari Ikhwan sangat besar untuk mendapatkan pengetahuan dan berbagi ilmu kedepannya. “Jika masih diberikan kesempatan, saya ingin lanjut S2 karena cita-cita saya ingin menjadi guru. Saya ingin berbagi ilmu dan memotivasi orang lain bahwa kekurangan tidak menghambat untuk meraih pendidikan yang tinggi,” katanya.
Orang tua Ikhwan, Mudihanto dan Sujilah yang berprofesi sebagai petani bersyukur anaknya lolos UNY pada jalur mandiri talent scouting. “Saya senang dan bangga karena seorang mahasiswa difabel tunanetra jarang dapat diterima di universitas negeri. Yang penting anaknya nyaman dan dapat berkembang dengan baik, saya akan terus mengarahkan dan memberikan support untuknya” tutur Mudihanto.
UNY menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pengakuan dan penghargaan atas keberadaan dengan menerima mahasiswa disabilitas. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan berkualitas bisa diakses oleh semua, tanpa memandang keterbatasan. Hal ini merupakan langkah penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang setara.