Pemerintah Amerika Dukung Pembelajaran Inklusif Bagi Mahasiswa Difabel

Workshop pembelajaran mahasiswa difabel

Faktor yang menyebabkan lingkungan kelas inklusif diantaranya keragaman tingkat intelektual dan sosial mahasiswa yang tidak terakomodir. Oleh karenanya dosen perkuliahan memberikan ruang untuk berbagai ragam kemampuan latar belakang mahasiswa. Dosen perlu mengintegrasikan pengalaman mahasiswa sebelumnya dalam pembelajaran dan mengakomodir keragaman kemampuan mahasiswa. Kualitas interaksi dosen-mahasiswa, interaksi antar mahasiswa serta cara ekspresi dosen baik menyemangati atau menghukum, kemauan belajar mahasiswa, kemauan meminta bantuan (terutama mahasiswa baru) merupakan faktor yang berdampak pada iklim belajar. Yang perlu dihindari adalah microagressions yaitu perlakukan tidak nyaman dari teman maupun dosen pada individu yang marginal di kelas, atau hal yang sehari-hari dianggap remeh, yang kita tidak sadar menjadikan mahasiswa kita merasa ‘direndahkan’. Hal ini dikatakan dosen prodi pendidikan luar biasa Fakultas Ilmu Pendidikan UNY Pujaningsih, Ed.D dalam workshop strategi pembelajaran berbasis universal design for learning di Universitas Lambung Mangkurat. Lebih lanjut dikatakannya bahwa mengenal mahasiswa dan bagaimana keunikan mereka diakui di kelas adalah keniscayaan. “Mahasiswa waspada, fokus pada ancaman terhadap perasaan mereka, merasa bukan bagian dari kelas dan fokus rendah terhadap belajar karena kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan mahasiswa” katanya, Senin (30/1). Sebaiknya dosen dengan sengaja merancang keterlibatan keberagaman mahasiswa sehingga individualitas mahasiswa dihargai dan perspektif mahasiswa yang beragam disertakan di kelas. Dan untuk menghindari microagressions adalah dengan mengenali dan mereflesikan bias dalam interaksi dan perilaku, memahami pemicu bagi kita (apa yang membuat tidak nyaman dan kenapa) serta fokus untuk membangun norma kelas secara kolaboratif dengan dialog. Sedangkan Nur Azizah, Ph.D menyampaikan bahwa hambatan disabilitas yang kemungkinannya ada di perguruan tinggi meliputi hambatan penglihatan (tunanetra), hambatan pendengaran (tunarungu), hambatan fisik (tunadaksa), kesulitan belajar (learning disability), gangguan emosi dan tingkah laku (tuna laras), gangguan perhatian (ADD/ADHD), Autism Syndrome Disorder (ASD) atau disabilitas mental. Dosen prodi pendidikan luar biasa FIP UNY itu mengungkapkan model pemrosesan informasi tiap difabel berbeda-beda tergantung disabilitasnya. Individu dengan hambatan penglihatan menerima input informasi melalui suara dan diolah dalam memori lalu keluar outputnya dalam bentuk verbal suara. Sedangkan hambatan pendengaran distimulus melalui penglihatan diolah dalam memori lalu keluar dalam bentuk tulisan. 

Workshop ini merupakan kerjasama antara PS PKH Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat dengan AEIF (Alumni Engagement Innovation Fund) melalui program Improving Acces of Universal Design for Learning in Higher Institutions with Students with Disabilities yang didanai oleh Amerika Serikat melalui kedutaan Amerika Serikat (AS) Untuk Indonesia (U.S. Embassy). Deputi Urusan Kebudayaan Kedutaan Besar AS (Assistant Cultural Affairs Officer of U.S. Embassy) Mary Trechock menyampaikan kedutaan besar AS memiliki komitmen kuat untuk bekerjasama dengan Indonesia terutama di bidang pendidikan. “Pemerintah AS mendukung penuh program ini karena tujuan program ini sejalan dengan nilai dan tujuan Undang-Undang Hak-Hak Sipil yang melarang diskriminasi terhadap individu penyandang disabilitas (American with Disabilities Acts). Kami percaya program ini tepat dan bermanfaat bagi semua untuk menciptakan akses bagi mahasiswa berkebutuhan khusus,” ungkapnya. 

Kegiatan ini diikuti 53 peserta luring dan 18 peserta daring yang berada di ruang zoom dari 33 perguruan tinggi di Kalimantan Selatan dan Yogyakarta. Dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Akademik ULM, Dr. dr. Iwan Aflanie, M. Kes, M.H. didampingi Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ULM, Dr. Chairil Faif Pasani, M.Si. latar belakang kegiatan ini yaitu terbukanya akses pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas sesuai Peraturan Menristekdikti No. 46 Tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Layanan Pendidikan Khusus. Keluarnya aturan itu memungkinkan masuknya mahasiswa disabilitas untuk belajar di kampus, dan kampus harus menyiapkan diri menerima lalu menjalankan suatu desain pendidikan yang sesuai bagi mereka serta sesuai pula bagi mahasiswa umum lainnya. Dengan demikian diperlukanlah desain pendidikan universal yang bisa mengakomodir semuanya.

Penulis : Dedy

Editor : Sudar

Kategori Humas
IKU 3. Dosen Berkegiatan di Luar Kampus