Alhamdulillah kita semua bisa hadir dalam forum ini untuk urun rembuk usaha agar Pak Lafran Pane nanti bisa diusulkan menjadi pahlawan nasional. Namun saya sebagai orang dekat Pak Lafran, kenal Pak Lafran sejak tahun1956 ketika menjadi mahasiswanya kemudian sampai pada tahun 1964 setelah itu menjadi rekan kerja beliau di Fakultas Ilmu Sosial UNY. Saya orang yang paling lama bergaul dengan beliau, sehingga saya memiliki referensi yang dibuat oleh Harico Satria Wibawa yang cukup lengkap saya hanya coba mencocokkan pengalaman saya dengan referensi yang dibuat Harico ketika berada bersama Pak Lafran kalau tidak salah saya termasuk orang yang paling dekat dengan Pak Lafran ini. Itulah ketika menyesuaikan dengan bahasan tema maka saya ingin mengambil yang wilayah Yogyakarta.
Sebagai pendahuluan saya ingin menggambarkan bahwa, pertemuan ini sangat penting memingat keadaan bangsa sedang dalam keadaan krisis moral yang makin parah. Sehingga dapat diharapkan pribadi Pak Lafran Pane yang begitu istoqomah itu bisa menjadi salah satu renungan dan menjadi contoh bagi kita dan juga siapapun yang memiliki akhlaqul karimah. Pusaran dalam bahasa Jawa itu disebut ulekan, jika ada sungai mengalir dan dalam itu airnya bisa dikatakan Pak Lafran tidak ikut yang pusing dalam pentas nasional yang sekarang dalam kemerosotan.
Saya mengutip 4 pemikiran tokoh tentang Indonesia, katanya Indonesia sudah mengalami pembusukan mulai dari kepala. Seperti gambarannya seekor ikan yang sedang membusuk dari kepala sampai ekor. Jadi di atas moralnya rusak seperti di lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif dan di bawah di tingkat masyarakat juga. Kemudian juga situasi yang tidak bermoral dan ditingkatan ekor masyarakat menganggap lumrah.
Di bidang politik saya mengutip Pak Daoed Joesoef, yaitu natur dan kultur. Natur ilmu politik itu untuk mendapatkan kepentingan-kepentingan sedangkan kultur sebagai cara melaksanakan pemerintahan yang sebaik-baiknya.
Kutipan lain dari Prof. Koencoro, kita memiliki budaya yang kurang kondusif untuk membangun, di antaranya ada empat hal: pertama, meremehkan mutu, kedua, mental terabas, ketiga, tidak percaya diri sendiri, dan keempat, tidak disiplin dan mengabaikan tanggung jawab. Masalah tidak percaya diri adalah hal yang dihebohkan sampai-kita mencari broker untuk ketemu Obama.
Muhtar Lubis, tahun 1986 menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia adalah hiprokit (pura-pura), lemah kreatifitas, etos kerjanya brengsek, suka feodalisme, dan tidak punya malu.
Tokoh lain menggambarkan kita sedang mengalami krisis kemanusian yang ditandai 4 hal yaitu kemiskinan yang semakin parah, disentragrasi social, lingkungan hidup yang semakin rusak, terakhir tereduksinya mahluk Allah seutuhnya menjadi manusia hanya faktor produksi.
Jadi, beberapa kutipan di atas itu menunjukkan kita harus mengadakan perbaikan. Untuk itulah perlu contoh teladan antara lain Pak Lafran Pane, sehingga pertemuan ini sangat penting untuk memunculkan tokoh teladan untuk masa ini dan masa mendatang. Jadi sekali lagi kita melihat kepribadian Pak Lafran Pane, secara umum Pak Lafran memiliki kepribadian yang utuh dan memiliki integritas. Integritas itu artinya stabil dalam kesadaran, dalam pemikiran, dan prilaku selalu atas dasar nilai hidup yang diyakini yaitu Islam. Jadi saat ini saya kira sudah menjadi manusia yang langka, sehingga perlu mendapatkan posisi yang bisa dijadikan contoh untuk kita semua. Tokoh yang mempunyai integritas dan istikomah sepanjang hidupnya dalam pusaran kehidupan masyarakat bangsa.
Pak Lafran itu asalnya dari Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Hanya berada di Yogyakarta sejak Desember 1945. Lahir 5 Februari 1922 tetapi ada yang mengatakan lahirnya pada 23 November 1923. Yang jelas andaikata lahirnya pada 5 Februari, seolah-olah ini menyamakan dengan lahirnya HMI, 5 Februari 1947. Ini saya ambiilkan dari buku yang saya sebutkan tadi, merupakan salah satu dokumen yang sangat lengap tentang Pak Lafran Pane.
Dan dari sumber buku itu Lafran Pane digambarkan memiliki 7 sifat pokok, yaitu teguh memegang prinsip, sabar, menyayangi junior, ikhlas. Kemudian kita coba telaah, Pak Lafran adalah sosok yang gigih, sabar dan ikhlas. Sifat ini kita lihat bagaimana proses gagasan mendirikan HMI sangat rumit dan memerlukan beberapa bulan, jadi makin banyak tantangan beliau semakin terdorong untuk mewujudkan berdirinya HMI. Tujuan berdirinya HMI ada 2 ketika itu. Mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Namun 6 bulan setelah itu dalam kongres pertama ada perubahan sedikit tentang tujuan HMI dengan mengubah urutan tujuan HMI, tujuan pertama diganti tujuan kedua dan sebaliknya dengan bahasa diperhalus. Yang sekarang saya tidak tahu, tetapi saya kira tidak merubah esensi dari yang di buat oleh Bapak Lafran Pane.
Baiklah saya kira Pak Lafran Pane layak diusulkan mennjadi pahlawan nasional bukan karena tujuan itu tetapi karena usaha dan prosesnya sehingga kader-kader HMI sangat besar. Tahun 1964 saja kader HMI ada 100.000 kader. Berapa banyak jumlahnya sejak berdirinya selama 68 tahun ini? Seandainya semua kader HMI mampu meneladani atau mendekati sifat beliau maka bangsa ini tidak seperti yang dikritikkan tadi. Menjadi sebuah bangsa yang berproses mengalami kematian budaya seperti ikan yang sedang membusuk dari kepala sampai ke ekor tadi.
Kemudian Pak Lafran termasuk memiliki sikap konsisten, berprinsip, independen, jujur, dan sederhana. Konsisten dalam pendirian dan Independen, beliau itu tidak pernah masuk partai politik. Saudara Luqman ini yang pernah diajak berembuk, “Pak jangan masuk anggota DPR seandainya masuk komisi 1 nanti bertentangan dengan komisi 2 yang sama-sama anggota HMI”. Contoh lain, salah satunya ketika Pak Lafran ditawari menjadi anggota DPA, beliau diminta mendatangani masuk Golkar dan beliau tidak mau, sehingga dalam ruangannya ditulis Lafran Pane Alumni HMI. Seandainya Bapak Lafran Pane diundang menghadiri suatu acara maka kelebihan uang transport dikembalikan. Mana ada sekarang ini saya kira kejujuran yang mulai hilang, biasanya orang malah minta lagi.
Sederhananya, saya kira mengapa beliau memutuskan tinggal di Jogja. Karena lebih dari separuh usianya berada di Jogja. Jika umur beliau 69 tahun lebih dari separuhnya berada di Yoogyakarta. Kedua, digambarkan karena Jogja adalah kota pendidikan dan beliau termasuk orang yang berkeinginan menjadi guru. Selanjutnya Jogja kondusif untuk mendidik anaknya, sehingga anaknya semua bergelar sarjana. Jogja memungkinkan untuk bisa hidup jadi sebagai PNS cukup, asal mau hidup sederhana dan wajar saya kira cukup baik. Sehingga jika dikaitkan dengan al-Qur’an dalam surat an-Najm ayat 48 yang intinya Allah Maha Kaya dan memberi kecukupan, kekayaan itu tidak dihitung uangnya tetapi perasaan cukupnya, qona’ah. Jadi cukup kaya orang yang ingin selalu tangannya berada di atas. Sehingga suatu ketika Pak Lafran ditawari hadiah oleh para alumni HMI di Jakarta sebuah rumah serta peralatan dan kendaraan, beliau menolak dengan halus dan dengan rada marah. Nah kalau sekarang, ndak ada yang nolak. Jadi, saya kira inilah yang bisa saya sampaikan, titik tekannya pada lokalitas Jogja. Dan terakhir kenapa beliau menetap di Jogja saya pikir karena HMI lahir dan besar di Jogja, maka beliau tetap di Jogja selain karena pertimbangan-pertimbangan yang lain.
Ya saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Mudah-mudahan menjadi tambahan untuk makalah-makalah yang sangat banyak sekali. Dari pak Ahmad Tirtosudiro termasuk pengurus PB kedua, demikian Pak Dahlan Ranuwiajo dan Agus Salim Sitompul yang menjadi rujukan sumber buku. Sekian
Wassalamualaikum Wr. Wb
*Makalah Prof. Drs. Dochak Latif, Rektor UMS Periode 1996-2004 dalam Seminar Nasional bertajuk “Prof. Drs. H. Lafran Pane Dalam Pusaran Sejarah Perjuangan Bangsa” di Ruang Sidang Rektorat UNY, Rabu, 11 November 2015.