TENAGA KEOLAHRAGAAN SEBAGAI PILAR DAN PENGAWAL KEBERHASILAN MERAIH PRESTASI OLAHRAGA DUNIA

Olahraga yang maju merupakan salah satu indikator negara besar, selain  faktor ekonomi yang kokoh dan angkatan bersenjata yang kuat. Hal ini tergambar pada prestasi 5 besar Olimpiade 2012 London yang diraih oleh: Amerika, China, Inggris, Rusia, dan Korea Selatan.

Untuk meraih dan mewujudkan ekspektasi sebagai negara maju, kita harus bersungguh-sungguh membangun olahraga. Saat ini Pembinaan Olahraga Indoesia  mengacu  kepada Visi dan Misi pemerintah. Visi: terwujudnya indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Misi: mewujudkan bangsa yang berdaya saing dan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan, dengan tujuan mengembangkan budaya olahraga dan meningkatnya prestasi olahraga yang memiliki daya saing. Untuk mencapai hal tersebut terjabar dalam 10 prioritas program pemuda dan olahraga (nawacita no 9), yakni:

1.    Perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan keterampilan;

2.    Peningkatan peran serta  pemuda dalam pembangunan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama;

3.    Peningkatan potensi pemuda dalam kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan dalam pembangunan;

4.    Perlindungan terhadap segenap generasi muda dari bahaya dan penyalahgunaan napza, minuman keras, penyebaran HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual dikalangan pemuda;

5.    Pengembangan kebijakan dan manjemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan;

6.    Peningkatan akses dan partisipasi masyarakat secara lebih luas dan merata untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani serta membentuk watak bangsa;

7.   Peningkatan sarana dan prasarana olahraga yang sudah tersedia untuk mendukng pembinaan olahraga;

8.   Peningkatan upaya pembibitan dan pengembangan prestasi olahraga secara sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan;

9.   Peningkatan pola kemitraan dan kewirausahaan dalam upaya menggali potensi olahraga melalui pengembangan industri olahraga;

10. Pengembangan sistem penghargaan dan meningkatkan kesejahteraan atlet, pelatih, dan tenaga keolahragaan.

Ke depan dalam membangun olahraga, utama prestasi olahraga Indonesa terus kita pacu untuk meraih Posisi terhormat, baik pada level Asia Tenggara, Asia dan dunia. Pada Olympiade 2016 di Rio de Jenairo Brazil, kita harus berjuang untuk meloloskan atlet lebih banyak lagi dibanding pada Olympiade 2012 lalu di London. Di samping itu kita juga harus mampu mengembalikan tradisi emas Olimpiade minimal membawa pulang 2 medali emas ke tanah air.

Demikian juga pada event Paralimpic Games kita perlu meningkatkan perolehan medali. Pada Seagames 2017 di Kula Lumpur Malaysia, kita berjuang  meloncat ke posisi tinggi minimal juara 2. Termasuk mempertahan juara umum Asean  Paragames. Sedangkan tahun 2018 menjadi tahun istimewa bagi bangsa Indonesia, karena  menjadi tuan rumah Asian Games XVIII. Selain sukses penyelenggaraan,  tentu Kita harus sukses prestasi, kita memiliki target mampu menembus posisi 10 besar Asia.

Roadmap menuju prestasi dunia,  tahun 2022 kita berjuang masuk 5 besar Asia dan tahun 2024 kita canangkan prestasi 20 besar dunia. Untuk mencapai hal tersebut sangat diperlukan tenaga  keolahragaan  yang tangguh kompeten dan profesional, selain tentu faktor-faktor lain seperti implementasi Ipteks olahraga, lompetisi yang berkualitas, prasarana yang memadai serta bakat dan motivasi atlet  untuk berprestasi.

Dalam hal prasarana olahraga, pemerintah terus mendorong optimalisasi fungsi prasarana yang telah ada utamanya Eks-PON seperti Kaltim, Sumsel, dan Riau. Di samping itu pemerintah juga membuat program satu desa satu lapangan, untuk memberikan ruang kepada seluruh lapisan masyarakat hingga ke pelosok desa untuk berolahraga.

Mengacu pada pasal 63 UU no 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional,  tenaga keolahragaan meliputi: pelatih, guru/dosen, wasit, yuri, manajer, promotor, administrator, pemandu, penyuluh, instruktur,  tenaga medis dan para medis, ahli gizi, ahli biomekanika, psikolog atau sebutan lain sesuai kekhususan.

Isu utama menyongsong MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) akhir tahun 2015 adalah kesiapan tenaga keolahragaan  dalam menghadapi perkembangan globalisasi, adalah bagaimana para pelaku olahraga  kita siap tandang ke kancah pergaulan global secara meyakinkan dan berkarakter kuat.  Hal ini terkait dengan tantangan yang semakin besar yang akan  mereka hadapi, karena mereka harus memperjuangkan karir dan sekaligus perkembangan kepribadiannya secara lebih mengglobal.

Sebelumnya, pelaku olahraga kita harus meniti awal karir yang kita tekuni saat ini, saingan dan rekan senasib yang kita temui paling-paling adalah rekan se kota atau se-negara. Namun bagi generasi penerus saat ini, para pemuda termasuk tenaga kerja di sektor apapun, keadaannya sudah semakin berubah. ASEAN saja pada saatnya nanti akan menjadi sebuah wilayah yang semakin kabur batas-batasnya. Semua warga bangsa ASEAN akan bersaing dan berebut karir dan pekerjaan dengan rekan-rekannya dari negara yang berbeda.

Dalam kondisi demikian, siapa bisa menyangkal bahwa mereka harus siap dari sisi kemampuan dan kompetensi. Tidak juga terbantahkan bahwa mereka juga harus siap dari sisi kesiapan mental penuh determinasi, dan yang terlebih penting dari itu semua, mereka juga harus siap dari sisi karakter yang dapat membuat mereka lebih mengenal jati diri serta etika moral yang lebih positif. Bagaimana tidak? Ketika kompetensi sudah sedemikian tipis margin perbedaannya, kebutuhan akan tenaga , baik sebagai pemimpin, pengikut, maupun sebagai inventor.

Tenaga-tenaga Keolahragaan keluaran dari lembaga pendidikan tinggi termasuk FIK UNY sangat  dinantikan kehadiranya untuk membangun Indonesia melalui olahraga. Untuk memacu prestasi atlet kita masih kekurangan Pelatih yang berkualitas terutama pelatih yang tidak hanya terampil mengasah skill atlet, namun juga menguasai dan mampu mengimplementasikan Iptek Olahraga.

Demikian juga kita masih sangat memerlukan guru-guru Pendidikan Jasmani yang handal untuk mendorong peran Olahraga Pendidikan dalam rangka menggapai domain kognisi, afeksi dan psikomotor  termasuk tercapainya tingkat kebugaran  dan pembentukan karakter peserta didik melalui jalur sekolah. Serta tenaga kesehatan olahraga termasuk para instruktur kebugaran yang berperan menggerakkan olahraga rekreasi di Masyarakat untuk meningkatkan kebugaran dalam rangka mendukung Program Indonesia Sehat. Oleh karena produktivis kerja masyarakat sangat memerlukan dukungan kesehatan dan kebugaran yang prima.

Untuk itulah, kita perlu membekali para pelaku dan tenaga keolahragan   kita dengan karakter yang kuat, karakter yang membuat para pelaku dan tenaga keolahragaan  kita memiliki kualitas kepribadian yang mampu dipercaya oleh bangsa lain untuk membangun, memimpin, serta menjadi para pejuang yang mampu membuat bangsa ini maju dan tampil di depan. Persoalan yang harus dijawab sekarang, bagaimanakah kita dapat mempersiapkan tenaga keolahragaan kita lengkap dengan bekal karakter yang diharapkan? Inilah tantangan yang harus kita jawab terutama Lembagai Pendidikan Tinggi termasuk FIK UNY.

Olahraga dewasa ini sudah bergeser dari kancah wacana prestasi fisik dan kecabangan ke panggung debat internasional tentang karakter, masyarakat dan anak-anak/remaja. Di negara manapun, olahraga sudah mendapat dukungan bukti penelitian yang luas sebagai alat pendidikan untuk mengarahkan para pesertanya, bukan saja untuk memperoleh keterampilan fisik dan motorik semata-mata, melainkan sudah diwacanakan untuk membentuk SDM yang kuat, berjiwa pemimpin, serta diyakini berdampak positif pada pengembangan keterampilan hidup (life skills) anak-anak. Pengaruh wacana ini sungguh luar biasa, karena sedemikian banyaknya anak-anak yang saat ini terlibat dalam berbagai klub olahraga di muka bumi, mengingat olahraga memiliki lingkungan belajar yang paling efektif dalam mengintervensi pembentukan karakter anak dan remaja.

Permasalahan yang bereskalasi dalam olahraga kompetitif meliputi: olahraga penuh dengan kesempatan untuk menemukan, mempelajari, mengubah, serta memainkan nilai-nilai moral. Tensi moral yang sering dialami peserta, misalnya antara norma tentang fair play dan keinginan untuk menang, merupakan tensi sejajar dalam hampir setiap situasi moral yang bertentangan. Perbedaan utama antara olahraga dan kehidupan sehari-hari adalah bahwa pengalaman moral benar-benar padat dan terbuka dalam olahraga. Kita percaya bahwa semua itu merupakan konteks berharga dalam pendidikan moral.

 

Untuk mendapatkan tenaga  keolahragaan yang tangguh maka peran Pendiidikan Tinggi menjadi sentral,  Fakultas Ilmu Keolahragaan menjadi taruhan untuk menghasilkan tenaga keolahragaan yang handal, kompeten dan profesional.

Kedepan  kebijakan olahraga  dalam agenda kebijakan pemerintah diperkuat oleh kanyataan dan hasil-hasil kajian bahwa olahraga kaya akan fungsi-fungsi yang umumnya dianggap berasal dari nilai positif olahraga dan sebagai akibat dari keterlibatan dalam berolahraga. Sehingga apapun kebijakan pembangunan negara akan dikaitkan dengan kebijakan pembangunan olahraga mengingat fungsi olahraga yang erat kaitannya dengan fungsi sebagai berikut.

a.    Dapat dibuktikan bahwa olahraga menyumbang pada terjadinya integrasi sosial dlm masyarakat, sehingga kebijakan olahraga secara substansial akan menjadi elemen penting dari kebijakan integrasi (integration policy).

b.    Olahraga menyediakan pelayanan-pelayanan fundamental bagi khususnya anak-anak muda, di mana keterkaitan mereka kepada klub olahraga amat tinggi dibandingkan dengan populasi masyarakat pada umumnya, termasuk jika dibandingkan dalam keterkaitan pemuda dalam organisasi kepemudaan lainnya. Dengan penanganan yang lebih cermat dalam pengelolaan klub olahraga akan mendukung pemerintah dalam wilayah kebijakan kepemudaan (youth policy).

c.    Keterlibatan dalam olahraga bukan hanya mendorong efek positif pada kesehatan tetapi juga mencegah atau mengontrol penyebaran penyakit yang disebabkan gaya hidup. Dalam banyak hal, negara maju selalu mengaitkan kebijakan olahraganya sekaligus dengan kebijakan kesehatan (health policy).

d.    Olahraga mendukung pembentukan jaringan sosial, mendorong perkembangan hubungan inter-personal dan karenanya menyediakan landasan yang esensial bagi kemampuan sosial (sociability) dan mendukung semangat komunitas.  Dalam kaitan ini, kebijakan olahraga adalah elemen penting dari kebijakan waktu luang (leisure policy).

e.    Olahraga merupakan agen penting dari proses sosialisasi yang memungkinkan orang untuk “mengalami” dan menguji nilai-nilai kemasyarakatan, seperti motif berprestasi, pemburuan sukses jangka panjang, penaklukan tanpa akhir dan mengatasi kesuksesan, pengakuan terhadap serta sekaligus adaptasi lentur pada norma social yang kaku, manajemen waktu dan kendali emosi. Atau dengan kata lain, olahraga berperan penting dalam pembentukan kepribadian. Dalam kaitan ini, olahraga merupakan bagian integral dalam kebijakan pendidikan (educational policy).

f.     Olahraga dalam tataran organisasi perlu dikelalola dalam atmosfir demokrasi dan keterlibatan dalam olahraga adalah keterlibatan demokratis dan artikulasi politik. Politik olahraga karenanya mendukung kebijakan politik, karena olahraga merupakan arena pembelajaran politik (political education).

g.    Terakhir, olahraga telah menjadi faktor ekonomi substansial yang bukan hanya menyumbang besar pada income nasional tetapi juga sekaligus menciptakan pasar kerja dalam bidang industri olahraga. Lebih jauh, wilayah olahraga telah mendorong terciptanya lapangan kerja dan menciptakan banyak profesi dan kepakaran yang mendukung terbentukanya produk jaringan ekonomi. Dalam konteks ini diperlukan keterkaitan antara kebijakan ekonomi (economy policy) dengan kebijakan olahraga yang tepat.

Tenaga olahraga yang tangguh perlu bekal hard skills dan soft skills. Hard skills adalah  penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Sedangkan soft skills adalah ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill) dan  keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal.

Modal tersebut diperlukan untuk menghadapi tuntutan MEA dengan karaketeristik: pasar tunggal basis produksi, kawasan ekonomi berdaya saing, tidak ada batasan negara, keterbukaan. Komptetensi tenaga keolahragaan, meliputi: pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian yang menyatu dalam sikap dan perbuatan.

Pendidikan bukan mencetak tetapi mengembangkan kemampuan, selanjutnya tenaga keolahragaan terutama guru berperan mengembangkan SDM berkualitas, guru bukan satu-satunua sumber belajar. Pembelajaran untuk mendorong peserta didik untuk mencari tahu dan mengobservasi dari sumber belajar. Peserta didik dituntut tidak hanya mampu menyelesaikan masalah namun juga harus mampumermuskan masalah. Peserta didik dilatih berfikir analitik bukan mekanistik.

          Betapa besar harapan kita agar LPTO (Lembaga Pendidikan Tinggi Olahraga)  di Indonesia, mampu terus memperbaiki kondisi dan kompetensi dari para pendidik, tentunya melalui perbaikan dan penyempurnaan program, baik kurikulum maupun dari sisi SDM para pengajarnya, agar harapan membina dan mempersiapkan tenaga keolahragaan yang berkarakter dapat segera diwujudkan.

          Akhir kata, semoga pidato ini mampu memberikan kontribusi yang diharapkan bersama. Sekali lagi selamat ulang tahun  FIK UNY ke-64. Semoga tetap jaya dan sukses sebagai sentra pendidikan pembangun bangsa.

 

Imam  Nahrawi

Menteri  Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia

 

 

Catatan:

Naskah Pidato Menteri Pemuda dan Olahraga pada Acara Dies Natalis Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta ke-64, tanggal 1 Oktober  2015

H. Imam Nahrawi, S.Ag.
H. Imam Nahrawi, S.Ag.