Pengantar
Tahun 2015 merupakan tahun diberlakukannya kesepakatan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang merupakan kawasan bebas perdagangan bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Tahun-tahun berikutnya akan disusul dengan pemberlakuan kesepakatan-kesepakatan kawasan bebas perdagangan lain dengan jangkauan yang lebih luas, untuk pada saatnya nanti akan terwujud pasar bebas yang benar-benar berskala global. Ide pembentukan kawasan bebas perdagangan ASEAN sebenarnya sudah cukup lama, yaitu pada saat konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Ketika itu negara-negara ASEAN bersepakat untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dengan membentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA). Setidaknya ada 3 hal positif yang diharapkan akan diperoleh dengan dibentuknya kawasan perdagangan bebas ASEAN tersebut, yaitu: (1) ASEAN akan menjadi kawasan produksi yang kompetitif sehingga produk-produk ASEAN memiliki daya saing di pasar global, (2) semakin banyak investasi asing yang masuk ke wilayah ASEAN, dan (3) meningkatnya perdagangan antar Negara ASEAN.
Meskipun pembentukannya sudah cukup lama, namun di Indonesia gaungnya kurang nyaring sehingga persiapan ke arah kondisi yang diinginkan tersebut masih sangat minim. Sementara itu sejumlah negara ASEAN lainnya nampaknya sudah lebih siap. Thailand misalnya, selain lebih mengintensifkan penguasaan bahasa Inggris bagi masyarakat terutama peserta didik, beberapa tahun terakhir juga mengintensifkan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Kebijakan mengajarkan Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah tidak terlepas dari besarnya potensi Indonesia bagi kemajuan ekonomi Thailand di masa yang akan datang sehingga jika ingin berkompetisi di Indonesia, maka bahasa Indonesia harus mereka kuasai.
Selain Thailand, Malaysia nampaknya juga sudah mengkondisikan masyarakatnya untuk menyambut MEA 2015. Kurang lebih setahun yang lalu, Fakultas Ekonomi UNY menyelenggarakan seminar internasional menyongsong pemberlakuan MEA dengan mendatangkan nara sumber dari berbagai negara, salah satunya dari Malaysia. Dalam kesempatan menyampaikan paparannya, nara sumber tersebut mengemukakan bahwa pada saat itu Malaysia sudah dikondisikan sedemikian rupa untuk menghadapi pemberlakuan MEA tahun 2015. Dengan nada setengah bergurau nara sumber tersebut mengatakan: “Inilah bedanya Malaysia dengan Indonesia. Kalau di Malaysia, di sepanjang jalan banyak dijumpai spanduk-spanduk dan slogan menyambut pemberlakuan MEA 2015, di Indonesia sepanjang jalan banyak dijumpai spanduk-spanduk partai politik dan gambar caleg”. Kebetulan ketika itu memang sedang musim kampanye menjelang pemilu legislatif.
Terlepas dari benar salahnya apa yang dikatakan oleh nara sumber tersebut, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kesiapan masyarakat Indonesia dalam menyambut MEA nampaknya memang belum optimal. Sebagai lembaga yang diharapkan menghasilkan sumberdaya manusia yang mampu berkompetisi secara global, perguruan tinggi seharusnya merasa lebih terpanggil dan bertanggung jawab untuk membekali lulusannya dengan berbagai kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat global.
Kompetensi Sumberdaya Manusia Era Global
Menghadapi persaingan global, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berupaya mengantisipasi dengan berbagai cara antara lain penetapan standar kompetensi kerja nasional Indonesia untuk sektor jasa perusahaan termasuk di dalamnya bidang jasa administrasi perkantoran. Regulasi tersebut lebih dikenal dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang diterbitkan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :195/MEN/IV/2007 sebagai acuan dalam pengembangan program dan kurikulum di lembaga pendidikan. SKKNI dirancang atas dasar rumusan kebutuhan yang disusun oleh dunia usaha dan dunia industri.
Setelah menerbitkan SK Menakertrans tersebut, pemerintah menindaklanjuti dengan mengidentifikasi kemampuan yang harus dimiliki oleh tenaga kerja di pasar global, mulai dari kompetensi jenjang paling bawah sampai paling tinggi. Dari identifikasi tersebut kemudian diikuti dengan upaya mewujudkannya melalui penerbitan berbagai regulasi, baik yang diterapkan di dunia usaha dan industri maupun lembaga pendidikan yang memang secara khusus menyiapkan sumberdaya manusia. Salah satu kebijakan yang secara langsung terkait dengan penyiapan sumberdaya manusia adalah penetapan Indonesian Qualification Framework yang lebih dikenal dengan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia). KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Terkait dengan implementasi KKNI di perguruan tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, telah menetapkan KKNI dan Arah Kurikulum LPTK pada tahun 2011. Kebijakan ini ditindaklanjuti dengan pemberlakuan KKNI secara lebih luas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi. Dalam Permen tersebut diatur segala sesuatu yang terkait dengan proses pembelajaran dalam rangka menyiapkan sumberdaya manusia Indonesia yang diharapkan mampu berkompetisi secara global.
Beberapa hal penting yang termuat dalam Permendikbud Nomor 73 tahun 2013 tersebut adalah: pengertian KKNI bidang pendidikan tinggi, penjenjangan kualifikasi, pendidikan non formal dan informal, capaian belajar (learning outcomes), dan penyetaraan kompetensi. Untuk pendidikan tinggi, jenjang kualifikasi dimulai dari jenjang 3 (setara lulusan diploma 1), selanjutnya jenjang 4 (setara lulusan diploma 2), jenjang 5 (setara lulusan diploma 3), jenjang 6 (setara lulusan diploma 4 atau sarjana terapan dan sarjana), jenjang 7 (setara dengan pendidikan profesi), jenajng 8 (setara magister terapan, magister, atau spesialis satu), dan jenjang 9 (setara doktor terapan, doktor, atau spesialis dua). Masing-masing jenjang memiliki kompetensi atau learning outcomes yang harus dicapai oleh peserta didik.
Penyusunan dan pemberlakuan KKNI merupakan salah satu bentuk antisipasi pemerintah dalam menghadapi persaingan global, utamanya menghadapi MEA 2015. Dari proses/tata kala pengembangan KKNI nampak kecenderungan antisipasi tersebut; dimulai dari kajian terhadap dasar hukum penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang dilakukan tahun 2003-2006; selanjutnya pada tahun 2009 dilakukan studi literatur dan komparasi dengan sejumlah negara yang sudah maju (Australia, New Zealand, Inggris, Jerman, Perancis, Jepang, Thailand, Hongkong, dan Komisi Pendidikan Tinggi Eropa).
Tahapan berikutnya adalah pengembangan KKNI yang dilakukan oleh Kementerian Nakertrans dan Kemendiknas tahun 2010. Pada tahun 2011 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendiknas menetapkan KKNI dan Arah Kurikulum LPTK. Tahun 2012 mulai diiimplementasikan KKNI, sinkronisasi antar sektor, dan pengakuan oleh berbagai sektor atas kualifikasi KKNI. Pada tahun 2016 yang akan datang diharapkan sudah terjadi penyetaraan antara kualifikasi lulusan dengan kualifikasi KKNI, pengakuan pembelajaran lampau (PPL), pendidikan multi entry dan multi exit, dan pendidikan sistem terbuka. Akhir dari implementasi KKNI adalah terwujudnya kesetaraan dan pengakuan kualifikasi antara SDM Indonesia dan SDM asing.
Dengan demikian penerapan KKNI sebenarnya merupakan upaya pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan kualitas dan jati diri bangsa terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan yang berlangsung di Indonesia menyongsong diberlakukan kawasan perdagangan bebas.
Penyiapan Tenaga Terampil Bidang Administrasi Perkantoran
Administrasi Perkantoran merupakan salah satu bidang pekerjaan yang berfungsi sebagai pendukung utama berlangsungnya aktivitas organisasi modern. Tanpa dukungan Administrasi Perkantoran yang efisien tidak mungkin sebuah organisasi mampu bertahan hidup apalagi berkembang. Peran pekerjaan Administrasi Perkantoran berkembang sejalan dengan perkembangan organisasi yang didukung penerapan teknologi maju khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Terkait dengan dinamika global yang mengharuskan setiap negara membuka diri untuk menerima arus pertukaran barang dan jasa, maka tindakan yang paling realistis adalah mengantisipasinya dengan baik. Menghindar dari kecenderungan arus global adalah sesuatu yang tidak mungkin. Untuk bisa menghadapi situasi yang penuh kompetisi tersebut, kunci utamanya adalah dimilikinya sumberdaya manusia yang handal, berkualitas dan memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan masa depan. Dalam konteks seperti itu, lembaga pendidikan memegang peran sangat penting.
Kompetensi bidang administrasi perkantoran adalah sebuah profesi yang menuntut penyiapan dan pendidikan cukup lama. Artinya, untuk bisa memiliki profesi tersebut harus ditempuh melalui proses pendidikan yang sengaja dirancang untuk menghasilkan SDM bidang administrasi perkantoran. Agar mampu menghasilkan SDM yang berkualitas, maka kurikulum bidang administrasi perkantoran (baik untuk level perguruan tinggi maupun sekolah menengah) harus benar-benar relevan dengan kebutuhan stakeholder. LPTK sebagai lembaga pendidikan yang bertanggungjawab menghasilkan pendidik yang nantinya mengajar di SMK harus terbuka terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat dan mampu menjawab kebutuhan guru SMK.
Untuk prodi Pendidikan Administrasi Perkantoran, materi pembelajarannya harus mengacu pada 3 hal: 1) standar kompetensi kerja bidang Administrasi Perkantoran/Kesekretarisan yang dikembangkan berdasarkan Regional Model of Competency Standard (RMCS) sebagaimana termuat pada Kepmenakertrans Nomor: KEP.195/MEN/IV/2007 tentang Penetapan SKKNI Sektor Jasa Perusahaan Bidang Jasa Administrasi Perkantoran, 2) kompetensi level 5 untuk Prodi Administrasi Perkantoran Diploma 3 dan level 6 sarjana S1, 3) perkembangan riil yang terjadi di masyarakat, utamanya terkait dengan tuntutan stakeholder dan perkembangan ipteks.
Berdasarkan SKKNI bidang jasa Administrasi Perkantoran, kompetensi kunci (generik) yang harus dikuasai adalah sebagai berikut: 1) mengumpulkan, mengorganisir, dan menganalisis informasi, 2) mengkomunikasikan ide-ide dan informasi, 3) merencanakan dan mengorganisir aktivitas-aktivitas, 4) bekerja dengan orang lain dan kelompok, 5) menggunakan ide-ide dan teknik matematka, 6) memecahkan masalah, dan 7) menggunakan teknologi. Sedangkan berdasarkan pemetaan administrasi bisnis Indonesia, kompetensi administrasi perkantoran dikelompokkan menjadi 3, yaitu: kompetensi umum, kompetensi inti, dan kompetensi khusus.
Kompetensi lulusan S1 berada pada level 6 KKNI, berupa kemampuan berikut: (1) mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan ipteks pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi, (2) menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural, (3) mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok, dan (4) bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi.
Diaplikasikan dalam bidang Administrasi Perkantoran, maka lulusan S1 Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran harus memiliki kemampuan berikut: mengaplikasikan aktivitas bidang Administrasi Perkantoran dengan memanfaatkan temuan ipteks dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi; menguasai teori Administrasi, khususnya Administrasi Perkantoran serta memecahkan masalah yang dihadapi secara prosedural; mengambil keputusan yang tepat baik dalam posisinya sebagai individu maupun kelompok; dan bertanggungjawab atas tercapainya tujuan organisasi. Berbagai kemampuan tersebut harus tercover dalam kurikulum Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran.
Di samping itu, sebagai upaya untuk mewujudkan warga negara yang baik bagi peserta didik, maka praktik pembelajaran yang berlangsung juga harus mampu menumbuhkembangkan afeksi: ketaqwaan kepada Tuhan YME, kepemilikan moral, etika dan kepribadian yang baik, menumbuhkan kebanggaan sebagai warga Negara Indonesia yang cinta tanah air, mampu bekerjasama dan memiliki kepekaan sosial, menghargai keanekaragaman budaya dan agama, serta menjunjung tinggi azas penegakan hukum.***
Daftar Bacaan
Arya Baskoro, peneliti) http://crmsindonesia.org/node/624.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.195/Men/Iv/2007 Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Perusahaan Subsektor Jasa Perusahaan Lainnya Bidang Jasa Administrasi Perkantoran.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Indonesian Qualification Framework dan Arah Kurikulum LPTK. 2011. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013 Tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi.
Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dikutip tanggal 26 April 2015.
Catatan
Tulisan ini disampaikan pada Seminar Nasional Penyiapan Tenaga Terampil Menghadapi MEA tanggal 30 April 2015 di FE UNY.
Prof. Dr. Muhyadi: guru besar Pendidikan Administrasi Perkantoran FE UNY dan Asisten Direktur II Pascasarjana UNY.