Siklus kehidupan manusia dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa kemudian menikah hingga beranjak tua. Pada saat remaja manusia mengalami dua kejadian penting yaitu menstruasi atau mimpi basah. Menurut sebagian masyarakat yang masih berpikiran feodal, gadis remaja yang sudah mengalami menstruasi sudah layak untu berumah tangga. Menyitir ungkapan Dirjen Dikdasmen Dr. Indrajati Sidi, data tamatan/lulusan SMA dan sederajat sebanyak 88,4% tamatan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, ini juga menjadi salah satu penyebab pernikahan dini di masyarakat. Banyak kaum remaja putri khususnya, yang karena kemauan sendiri atau didorong orangtua untuk menikah di usia muda, karena ketidakmampuan orangtua menyekolahkan anaknya. Apakah pernikahan dini itu sah-sah saja atau dilarang? Dan apa dampaknya bagi keharmonisan keluarga? Hal inilah yang disampaikan Dr. Das Salirawati dalam sarasehan berjudul ‘Ada Apa Dengan Menikah’ di desa Tunggularum Wonokerto Sleman Minggu (31/7). Dosen kimia FMIPA UNY tersebut memaparkan seseorang dikatakan nikah dini ditinjau dari usia dan kematangan mentalnya belum cukup untuk memasuki dunia rumahtangga. “Secara biologis, wanita siap untuk bereproduksi pada usia 20 tahun, sedangkan untuk pria 25 tahun. Pada usia itulah organ-organ reproduksi siap utk berfungsi secara optimal, artinya sel telur siap untuk dibuahi dan sel sperma baik untuk pembuahan” katanya. Selain itu pada usia 20 tahun wanita secara psikologis telah siap untuk mengurus rumahtangga, dan pada usia 25 tahun pria juga telah siap menjadi kepala keluarga.
Menurut warga Banteng Baru Yogyakarta tersebut ada beberapa sebab pernikahan dini diantaranya karena ‘kecelakaan’ akibat melakukan pergaulan bebas, karena putus sekolah atau karena permintaan orang tua, karena sampai saat ini masih ada sebagian orangtua yang berpendapat bahwa anak perempuan identik dengan pekerjaan di dapur, artinya anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya ke dapur juga. Anggapan ini sulit diubah karena biasanya orangtua yang feodal/kolot menganggap hanya pemikiran mereka yang benar, sedangkan anak tidak berhak untuk menasihati/memberi masukan kepada mereka. Selain itu ada anggapan di beberapa wilayah Indonesia yang merasa malu bila anak perempuannya yg sudah berumur 18 tahun belum menikah, karena mereka akan dijuluki ‘perawan kasep’. Dikatakan Das bahwa orangtua yang beranggapan seperti itu tidak memahami pengetahuan tentang dampak pernikahan dini ditinjau dr psikologis dan biologis. Kesetaraan gender yang berarti tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, tidak diketahui oleh mereka, sehingga hanya satu jalan yang ditempuh, yaitu menikahkan mereka dalam usia yang masih relatif dini.
Das Salirawati mengajak warga setempat untuk mencegah pernikahan dini karena membawa dampak dari aspek sosial, psikologis, dan biologis. Menikah pada usia dini memberikan beban sosial bagi si anak, tekanan psikologis jika anak tidak mampu beradaptasi dengan kehidupan yang dijalaninya, dan secara biologis sebenarnya organ reproduksi si ibu belum cukup siap untuk menerima kehadiran seorang anak di dalam rahimnya. Pengalaman, kedewasaan, kematangan berpikir sangat diperlukan bila seseorang ingin menikah dini. Jiwa mandiri yang belum terbentuk, kekanak-kanakan, rasa tanggung jawab yang kurang, dan kurangnya pengalaman merupakan beberapa penyebab tidak berhasilnya mereka membina rumahtangga di usia dini. Memang ada yang menikah dini dan membawa keluarga samawa, namun jumlahnya tidak banyak. “Oleh karena itu menikah pada usia yang telah matang secara fisik dan psikis sangat disarankan” tutup Das Salirawati.
Kegiatan bertema ‘Kenali Potensi Untuk Perencanaan Masa Depan’ ini merupakan salah satu program kerja KKN UNY 25856 Tunggularum Wonokerto Turi Sleman. Menurut Ketua KKN Romadhon Mustofa kegiatan ini dilaksanakan atas permintaan warga setempat untuk mencegah pernikahan dini yang terjadi di kalangan remaja. “Kami memilih pembicara Bu Das Salirawati karena pengalamannya menjadi Kepala Pusat Studi Wanita dan Gender LPPM UNY” katanya. Kegiatan diikuti oleh remaja karang taruna Tunggularum. Wakil Ketua Karang Taruna Tunggularum Zainuddin merasa gembira dengan adanya sosialisasi ini karena memberikan pencerahan tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh remaja sebelum menikah. “Kami juga berharap akan adanya sosialisasi tahap berikutnya yang diadakan pada malam hari, karena pada waktu tersebut banyak remaja dusun kami yang luang waktunya” katanya. (Dedy)