Dosen program studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa Seni dan Budaya UNY mengembangkan model pembelajaran creativepreneur sebagai solusi strategis untuk menghadapi tantangan masa depan, membentuk karakter kreatif, serta mempersiapkan peserta didik menjadi pelaku industri kreatif yang berdaya saing. Mereka adalah Prof. Dr. Drs. Iswahyudi M.Hum., Prof. Dr. Zulfi Hendri S.Pd., M.Sn. dan Rony Siswo Setiaji S.Pd., M.Pd.
Menurut Prof. Iswahyudi salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah tingginya angka pengangguran. Tingkat pengangguran pada tahun 2024 mencapai 4,91% atau sekitar 7,47 juta jiwa yang menunjukkan bahwa pendidikan belum sepenuhnya mampu menjamin masa depan lulusan. Di era Revolusi Industri 4.0 yang membawa perubahan pesat dalam dunia kerja sehingga dunia pendidikan perlu beradaptasi termasuk pendidikan seni. “Pendidikan Seni tidak cukup hanya mengajarkan keterampilan teknis melainkan juga harus mendorong lahirnya generasi kreatif dan inovatif yang mampu bersaing di dunia global” paparnya, Selasa (29/4/25).
Prof. Zulfi Hendri menegaskan model pembelajaran creativepreneur adalah sebuah inovasi model pembelajaran yang menggabungkan pendekatan Project Based Learning dengan keterampilan berpikir kreatif dan pendidikan entrepreneurship. “Melalui integrasi ketiganya, peserta didik tidak hanya belajar mengembangkan proyek nyata, tetapi juga diarahkan untuk menciptakan produk inovatif yang memiliki nilai ekonomis” kata Zulfi Hendri.
Model pembelajaran creativepreneur memiliki lima tahapan pembelajaran yang terstruktur dan sistematis. Dijelaskan Rony Siswo Setiaji M.Pd., bahwa tahap pertama pembelajaran creativepreneur adalah tahap pendahuluan dimana guru memberi pemahaman tentang produk kreatif yang bernilai jual dan mengajak siswa berdiskusi mengenai potensi produk tersebut. Tahap kedua adalah tahap pengembangan ide dengan mind mapping yaitu tahap guru membimbing siswa dalam mengembangkan ide-ide kreatif dan membuat sketsa untuk menciptakan produk yang memiliki daya tarik pasar. Tahap ketiga merupakan tahap pelaksanan proyek dan monitoring, di mana siswa mulai mewujudkan karya mereka dengan bimbingan, arahan dan motivasi dari guru. Tahap penilaian hasil produk dilakukan pada tahap keempat, yaitu tahap siswa mempresentasikan hasil karya mereka dan menerima umpan balik dari guru untuk perbaikan produk. “Terakhir adalah tahap evaluasi proses, guru dan siswa merefleksikan proses pembelajaran, mengidentifikasi potensi seni rupa sebagai peluang untuk menciptakan nilai tambah” tutur Rony Siswo Setiaji.
Model cretivepreneur telah diujicobakan di empat SMA di Kabupaten Sleman yaitu SMA Institut Indonesia Sleman, SMA Tiga Maret, SMAN 1 Turi dan SMAN 1 Ngemplak. Berdasarkan uji coba yang dilaksanakan secara bertahap, dapat di simpulkan bahwa model pembelajaran ini terbukti layak, praktis dan efektif dalam meningkatkan kreativitas peserta didik. Guru SMA N 1 Turi Heri Untoro, S.Pd., MM mengatakan model pembelajaran ini sudah bagus untuk mengarahkan peserta didik dalam menganalisis trend, sedangkan menurut guru SMA N 1 Ngemplak Jarot Supangat, S.Pd model pembelajaran ini bagus sebab mendukung siswa untuk kreatif dan antusias dalam pembelajaran seni rupa.
Model pembelajaran creativepreneur ini diharapkan dapat membekali siswa agar siap untuk berkompetisi di dunia kerja dengan memiliki kemampuan dalam mengembangkan ide-ide kreatif menjadi peluang usaha, serta membuka ruang untuk menjadi pelaku industri kreatif yang inovatif dan berdaya saing.