Di sebuah keluarga sederhana di pedesaan, lahirlah Reni Novia Alfiyanti, anak bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya, Haryanto, bekerja sebagai petani, sementara ibunya, Nur Khaniyati, adalah ibu rumah tangga yang penuh kasih. Dari kedua orang tuanya, Reni belajar arti kerja keras, kesabaran, dan ketulusan. Hidup sederhana tidak membuatnya patah semangat, justru menjadi cambuk untuk terus berjuang. Baginya, menempuh pendidikan tinggi adalah sebuah kehormatan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga sebagai hadiah terbesar bagi keluarganya.
Perjalanan menuju Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tidak semudah yang dibayangkan. Setelah lulus SMA pada 2020, Reni sempat merasakan pahitnya gagal masuk perguruan tinggi. Setahun penuh ia habiskan dalam masa gap year yang sarat kegelisahan. Namun, doa dan dorongan keluarga menjadi sumber energi untuk bangkit. Tahun 2021, alumni SMAN 1 Seyegan itu akhirnya diterima di Program Studi Manajemen Pendidikan UNY. Beruntung, selama kuliah di UNY ia mendapatkan beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK). Itulah awal langkah barunya dalam mewujudkan mimpi.
Sejak awal kuliah, warga Margorejo, Tempel, Sleman itu menetapkan prinsip untuk selalu disiplin. Ia percaya bahwa nilai bukanlah segalanya, melainkan pemahaman yang mendalam terhadap ilmu. Dengan pola belajar yang konsisten, prestasinya terjaga dari semester ke semester. Hasil kerja keras itu pun berbuah manis: pada Wisuda UNY periode Agustus 2025, Reni dinobatkan sebagai mahasiswa dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi jenjang sarjana, yaitu 3,97. Capaian ini bukan hanya kebanggaan pribadi, tetapi juga bukti nyata doa dan pengorbanan keluarganya.
Namun, keberhasilan tersebut tidak datang tanpa tantangan. Saat menyusun skripsi, Reni harus berhadapan dengan masalah kesehatan yang cukup serius. Ia sempat goyah, bahkan hampir putus asa. Tetapi doa orang tua, semangat kakak-kakaknya, serta bimbingan dosen pembimbing menjadi kekuatan baru. Dengan tekad pantang menyerah, ia kembali bangkit hingga akhirnya mampu menuntaskan studinya tepat waktu dengan hasil terbaik.
Tidak hanya fokus pada akademik, Reni juga aktif di berbagai kegiatan. Ia bergabung dalam kepanitiaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (BEM FIP), mengikuti program Kampus Mengajar, hingga magang di Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY. Dari pengalaman itu, ia belajar manajemen waktu, kepemimpinan, komunikasi, serta dinamika dunia kerja. Bahkan di lingkungan tempat tinggalnya, ia meluangkan waktu untuk membantu anak-anak belajar bersama. Bagi Reni, berbagi ilmu adalah wujud kepedulian sosial yang sederhana tetapi bermakna besar.
Ke depan, gadis kelahiran Sleman 11 November 2001 itu bercita-cita bekerja di kementerian atau lembaga pendidikan, serta melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Baginya, kesuksesan sejati bukan hanya tentang nilai, melainkan tentang keberanian untuk bangkit dari kegagalan, kesabaran menjalani proses, dan konsistensi melangkah meski jalan terasa berat. “Jangan pernah takut gagal,” begitu pesan Reni. “Karena kegagalan adalah guru terbaik. Selama kita mau berusaha, berdoa, dan konsisten, hasil terbaik akan datang pada waktunya”.
Kisah Reni adalah bukti nyata bahwa kesederhanaan tidak pernah menjadi penghalang. Dari seorang gadis desa yang hampir kehilangan harapan, ia menjelma menjadi lulusan dengan prestasi akademik tertinggi. Perjuangannya menjadi inspirasi bagi banyak orang: bahwa dengan tekad, doa, dan kerja keras, tidak ada mimpi yang terlalu tinggi untuk digapai.