Akomodasi Pembelajaran Mahasiswa Disabilitas di Perguruan Tinggi

Nur Azizah dan Ishartanti

Mahasiswa disabilitas adalah mereka yang mengalami kesulitan, hambatan atau ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas/fungsi tertentu sehingga mereka membutuhkan alat bantu khusus, modifikasi lingkungan atau teknik-teknik alternatif tertentu supaya mereka dapat belajar dan berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam kehidupan bermasyarakat. Warga negara penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang. Jaminan dan pengakuan negara terhadap hak-hak mereka untuk memperoleh layanan pendidikan di antaranya tertuang dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan sederetan peraturan lainnya dalam bentuk peraturan pemerintah maupun peraturan menteri.  Universitas Negeri Yogyakarta termasuk salah satu perguruan tinggi yang memberi perhatian pada mahasiswa disabilitas ini. Menurut dosen prodi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan, Nur Azizah, Ph.D., ada beberapa jenis disabilitas yang besar kemungkinannya ada di perguruan tinggi seperti hambatan penglihatan (tunanetra), hambatan pendengaran (tunarungu), hambatan fisik (tunadaksa), kesulitan belajar (learning disability), gangguan emosi dan tingkah laku (tuna laras), gangguan perhatian (ADD/ADHD), Autism Syndrome Disorder (ASD), disabilitas mental atau cerdas istimewa dan bakat istimewa (gifted and talented). “Ada juga yang kecil kemungkinannya ada di perguruan tinggi seperti lamban belajar (slow learner), disabilitas intelektual (tunagrahita) dan disabilitas ganda (tunaganda)” kata Nur Azizah, Jumat (2/12).

Pengampu mata kuliah pendidikan inklusif tersebut mengatakan UNY memiliki 30 mahasiswa disabilitas yang tersebar di berbagai fakultas. Menurutnya bagi mahasiswa yang memiliki hambatan penglihatan akomodasi yang dilakukan adalah dengan berorientasi pada ruang dan peralatan, pengaturan ruang dan tempat duduk serta penggunaan teknologi bantu seperti text to speech software Jaws, CCTV, kaca pembesar, audio description, computer bicara dan rekaman. Juga informasi tertulis dengan menggunakan text dan gaya mengajar ‘verbal’. “Tidak lupa mempertimbangkan ketersediaan aksesibilitas ketika pembelajaran lapangan serta pemberian waktu tambahan” katanya. Sedangkan untuk mahasiswa dengan hambatan pendengaran digunakan penggunaan teknologi bantu (speech to text software, closed captioning), penggunaan juru bahasa isyarat dan juru catat. Informasi disajikan visual dengan memakai glossary/kamus dan waktu tambahan.

Sedangkan Dr. Ishartiwi menegaskan bahwa penyandang disabilitas memerlukan keterampilan untuk bertahan hidup seperti strategi berpikir, pengambilan keputusan, tindakan, adaptasi dan meminimalisasi ketergantungan yang dapat diperoleh melalui pendidikan untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Masalahnya keterampilan yang diajarkan selama ini tidak berorientasi pada pasar kerja dan pembelajaran hanya dilakukan di sekolah tidak menerapkan kemitraan dengan pengguna jasa lulusan dan orangtua peserta didik” kata Ishartiwi. Menurut dosen kurikulum dan pembelajaran anak berkebutuhan khusus prodi Pendidikan Luar Biasa tersebut materi pembelajaran keterampilan kerja tidak terbatas pada hard skills (produk) tetapi mencakup soft skills (mengelola diri) dan seluruh keterampilan hidup. Tahapan awal dimulai dari keterampilan dasar selfcare, untuk prasyarat belajar jenis keterampilan siswa berkebutuhan khusus lainnya. “Latihan hard skills untuk siswa berkebutuhan khusus mencakup tingkat dasar untuk menumbuhkan minat dan motivasi berkarya, dan produk sederhana, tingkat terampil untuk kemampuan berkarya sesuai kebutuhan kehidupan, dan tingkat profesional berkarya untuk bekerja” paparnya. Ishartiwi mengingatkan agar saat mengajar ketrampilan siswa berkebutuhan khusus hendaknya dapat dibedakan kategori disabilitas ringan, sedang atau berat. Lakukan melalui pembiasaan kehidupan sekolah dan bekerjasama dengan orang tua dan lembaga industri/dunia jasa serta diaplikasikan dalam kehidupan di rumah untuk kelanjutannya. Wanita kelahiran 1 Oktober 1960 tersebut berharap dengan diperingatinya Hari Disabilitas Internasional 3 Desember, kemudahan belajar bagi siswa berkebutuhan khusus dapat lebih terperhatikan dan masyarakat diharapkan untuk terus memperhatikan penyandang disabilitas. Selain itu juga berupaya menghilangkan hambatan bagi penyandang disabilitas, baik yang terlihat ataupun tidak terlihat.

Penulis : Dedy

Editor : Ardi

Kategori Humas
IKU 5. Hasil Kerja Dosen Digunakan oleh Masyarakat