Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berkolaborasi dengan University of Exeter, Inggris, menyelenggarakan webinar internasional bertema Inclusive Education and Disability Support in Higher Education pada 29 September 2025. Kegiatan ini menjadi forum penting bagi akademisi, praktisi, dan mahasiswa untuk bertukar pengalaman mengenai penguatan layanan disabilitas dan pendidikan inklusif di perguruan tinggi.
Acara dibuka oleh Staf Ahli Wakil Rektor Bidang Akademik UNY, Dewi Eka Murniati, Ph.D., yang menegaskan bahwa isu inklusivitas di perguruan tinggi adalah agenda global yang harus terus dikembangkan. “Kolaborasi ini tidak sekadar berbagi pengetahuan, tetapi juga membangun komitmen bersama untuk menghadirkan ruang akademik yang adil, ramah, dan mendukung keberagaman mahasiswa,” ungkapnya mewakili Wakil Rektor Bidang Akademik UNY.
Pembicara pertama, Ubaidah Ningsih AS., Ph.D., Head of the Disability Services Center Universitas Brawijaya, menyampaikan praktik baik UB dalam menyediakan layanan disabilitas. Ia menjelaskan bahwa UB telah mengembangkan ragam layanan mulai dari pendampingan akademik berbasis peer-support, aksesibilitas infrastruktur, penyediaan juru bahasa isyarat, hingga digitalisasi buku ajar. Menurutnya, langkah tersebut berhasil menciptakan kultur inklusif yang semakin kuat di kampus.
Dari University of Exeter, Rachel Griffiths, Senior Educator Developer, menyoroti pentingnya Transformative Education Framework yang menumbuhkan rasa memiliki, komunitas, dan koneksi antar mahasiswa. Ia juga memaparkan Accessible Teaching and Learning Policy yang menetapkan standar minimum inklusivitas, seperti akses materi kuliah lebih awal dan ketersediaan rekaman perkuliahan. “Mahasiswa penyandang disabilitas membutuhkan komunikasi yang jelas, kepastian, dan konsistensi agar mereka dapat fokus belajar, bukan terhambat oleh birokrasi,” ujarnya Sementara itu, Jessica Rourke, Wellbeing Operations Manager University of Exeter, menekankan pentingnya dukungan holistik melalui layanan kesehatan mental, AccessAbility, dan Individual Learning Plans (ILP). Exeter sendiri telah melayani lebih dari 8.600 mahasiswa dengan beragam kebutuhan, serta membentuk kelompok dukungan sosial untuk mengurangi isolasi mahasiswa
Selain para akademisi, webinar ini juga menghadirkan perspektif alumni melalui Hafid Gustian M., lulusan UNY yang berbagi pengalaman menempuh studi di luar negeri sebagai mahasiswa penyandang disabilitas. Hafid memaparkan pengalaman pribadi dan analisis mengenai tantangan serta solusi dalam mengakses pendidikan tinggi sebagai mahasiswa penyandang disabilitas — meliputi hambatan infrastruktur, komunikasi akademik, serta pentingnya sistem pendukung internal kampus. Ia menekankan bahwa upaya inklusif tidak hanya bergantung pada kebijakan formal, tetapi juga bagaimana masing-masing individu—dosen, administrasi, dan mahasiswa—menerapkan empati dan adaptasi.
Melalui kegiatan ini, UNY menegaskan komitmennya dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 4 tentang pendidikan berkualitas dan SDG 10 tentang pengurangan kesenjangan. Webinar ini juga memperkuat peran UNY sebagai pelopor kampus inklusif yang berdaya saing global, sekaligus menjalin kolaborasi internasional yang berkelanjutan.