Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melalui Pusat Layanan Disabilitas bekerja sama dengan Telkom Indonesia menyelenggarakan pelatihan bertajuk ‘Inovasi Pembelajaran Inklusif di Era Digital’ sebagai wujud komitmen mendorong transformasi pendidikan yang inklusif dan berkeadilan. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Grand Kangen Yogyakarta, Rabu (25/6/25) dan diikuti oleh 100 peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa serta guru SLB se-DIY.
Pelatihan dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Keuangan UNY, Prof. Lantip Diat Prasojo dengan pemukulan kendang. Wakil Rektor menyampaikan bahwa kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembelajaran inklusif. Ia mencontohkan penggunaan teknologi adaptif seperti text-to-speech dan speech-to-text sebagai alat bantu bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Fakultas Ilmu Pendidikan, khususnya Departemen Pendidikan Luar Biasa (PLB), menurutnya memiliki potensi besar dalam mengembangkan model pembelajaran inklusif yang inovatif, namun tetap memerlukan kolaborasi nyata dengan praktisi pendidikan di sekolah.
Dari Telkom Indonesia, General Manager Witel Jogja Jateng Selatan, Agus Faisal, ST. memperkenalkan iCAT 2.0 sebagai wujud kontribusi Telkom dalam mendukung pendidikan inklusif. Aplikasi ini dirancang untuk mempermudah guru dan siswa SLB mempelajari bahasa isyarat melalui video pembelajaran dan fitur visual yang mudah diakses. Agus menekankan bahwa teknologi terbaik adalah yang bisa digunakan oleh semua orang tanpa diskriminasi. Peluncuran iCAT 2.0 ini menjadi bagian dari komitmen Telkom terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 4 (pendidikan berkualitas) dan poin 10 (pengurangan kesenjangan).
Pelatihan ini menghadirkan tiga narasumber utama yaitu Social Responsibility Communication Officer Telkom Indonesia Hendita Khairina serta dosen PLB FIP UNY Nur Azizah, Ph.D., dan Prof. Ishartiwi. Dalam sesi utama, Hendita memperkenalkan dan mendemonstrasikan I-Chat (Inclusive Chat Assistant Technology), sebuah platform komunikasi digital ramah disabilitas yang dilengkapi dengan fitur teks ke suara, braille digital, serta kecerdasan buatan yang mampu menyesuaikan gaya komunikasi sesuai kebutuhan pengguna disabilitas sensorik maupun intelektual.
Nur Azizah, Ph.D., menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi asistif seperti AI, AR, dan VR dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Teknologi ini memungkinkan pembelajaran adaptif, pelacakan kemajuan siswa secara otomatis, serta menciptakan pengalaman belajar multisensori yang aman dan efektif. Ia menekankan perlunya kolaborasi antara guru dan pengembang teknologi, serta pentingnya uji coba teknologi di lingkungan SLB.
Materi dari Prof. Ishartiwi membahas teknik praktis pengembangan strategi dan bahan ajar berbasis teknologi yang inklusif dan adaptif terhadap karakteristik individu berkebutuhan khusus (ABK). Dalam konteks pembelajaran abad teknologi, guru dituntut menjadi pendidik visioner yang mampu merancang pembelajaran bermakna melalui pemilihan materi kontekstual, penerapan strategi seperti problem-based learning dan penggunaan bahan ajar digital. Adaptasi kurikulum dilakukan dengan mempertimbangkan usia mental dan kemampuan peserta didik, serta menerapkan pendekatan pembelajaran yang fleksibel seperti individualisasi, kelompok kecil, dan kelas multitingkat. Pendidik juga didorong mengembangkan literasi luas, mengelola emosi dan motivasi siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, fungsional, dan efektif.
Selama pelatihan, peserta juga diberi kesempatan mencoba secara langsung teknologi I-Chat melalui sesi interaktif. Kegiatan ini menjadi tonggak awal menuju kolaborasi berkelanjutan antara dunia pendidikan dan industri teknologi untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang inklusif di era digital.