Korean Wave: Saat K-Pop Menjadi Senjata Geopolitik Korea Selatan

Tak hanya sekadar hiburan, Korean Wave atau Hallyu kini telah menjelma menjadi kekuatan budaya global yang berperan dalam panggung geopolitik dunia. Dari musik K-Pop yang menggema di berbagai belahan dunia hingga drama Korea yang menghipnotis jutaan pasang mata, Korea Selatan sukses memanfaatkan gelombang budaya ini sebagai instrumen diplomasi yang halus namun berdampak luas.

Fenomena inilah yang diulas dalam Eurasia Lecturer Series #Episode 3.2 di Universitas Negeri Yogyakarta belum lama ini, bersama Lee Soon-Hyeung, Ph.D. dari Kyungpook National University, Korea Selatan. Dalam paparannya, Mrs. Lee menjelaskan bagaimana Korean Wave menjadi senjata soft power yang digunakan Korea Selatan untuk membentuk citra sebagai negara damai, modern, dan menarik simpati dunia internasional. “Melalui Hallyu, Korea tidak hanya menjual budaya, tapi juga memengaruhi cara pandang dunia terhadap negaranya. Ini adalah strategi geopolitik yang sangat halus tapi kuat,” ujar Mrs. Lee.

Dampak Hallyu tak berhenti pada layar kaca atau panggung konser. Gelombang budaya ini juga membuka jalan bagi diplomasi kebudayaan, salah satunya lewat pendirian Korean Cultural Center di berbagai negara. Bahkan, bahasa Korea pun mulai masuk dalam percakapan sehari-hari masyarakat global—dari istilah “oppa”, “saranghae”, hingga “daebak” yang kini terdengar akrab di telinga generasi muda Indonesia.

Diskusi ini menjadi cermin refleksi penting, khususnya bagi mahasiswa dan masyarakat Indonesia, bahwa mengonsumsi budaya asing seharusnya disertai dengan sikap kritis. Di balik tarian enerjik dan drama romantis, ada strategi geopolitik yang bekerja secara halus. Maka, sudah saatnya penikmat Korean Wave di Indonesia tak hanya larut dalam euforia, tetapi juga memahami arah angin dari gelombang budaya ini.

Penulis
Sasiana Gilar
Editor
Dedy
Kategori Humas
IKU 4. Praktisi Mengajar di Dalam Kampus