Penduduk Indonesia yang suka berolahraga cukup banyak, namun yang kurang gerak juga tidak sedikit. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi sebagai upaya membangkitkan kesadaran masyarakat akan hidup sehat. Salah satunya adalah dengan menggunakan sepatu kesehatan. Alas kaki kesehatan biasanya hanya ada dalam sandal refleksi, namun kini hadir dalam bentuk sepatu. Sekelompok mahasiswa UNY melihat peluang membuat sepatu kesehatan yang berbeda yaitu dengan memanfaatkan limbah salak.
Nifta Noor Halimah, Nurul Wulan Sari dan Evania Dian Widyastuti prodi teknologi pendidikan, Alfi Meilan Khasanah prodi pendidikan ekonomi serta Hasna Ulfah Edwina prodi biologi merancang sepatu kesehatan dari limbah salak karena masyarakat maupun pabrik pembuat produk jenis salak hanya menggunakan buahnya saja. Menurut Nifta Noor Halimah, biji dan kulit salak yang tidak terpakai akan dibuang secara cuma-cuma dan tidak memiliki nilai guna. “Namun bagi kami limbah tersebut dapat diberdayakan sebagai peluang usaha, salah satunya menjadi alas terapi dan aksesoris pada sepatu” katanya. Nurul Wulan Sari menambahkan limbah salak yang terdiri dari kulit salak dan biji salak dapat diproduksi menjadi sepatu akupuntur yang bernilai jual. Selain memiliki manfaat dalam menambah kesehatan penggunanya, sepatu ini juga sangat fashionable untuk digunakan dikalangan remaja karena di modifikasi secara unik dengan tekstur khas permukaan kulit salak.
Hasna Ulfah Edwina menjelaskan, bahan dan alat pendukung yaitu kain canvas, lem putih, lem kuning, benang nilon, kertas pengeras, sol sepatu, mesin jahit, mesin potong, mesin press, cetakan kaki, tang jepit, palu, paku, ember, cutter, kuas, gunting, dll. “Tahap pembuatan sepatu dimulai dari membuat cetakan ukuran kaki dan cetakan body sepatu kemudian dilakukan penyatuan antara sol sepatu, body sepatu yang kemudian ditambahkan alas kaki yang telah diberi biji salak untuk pijat refleksi” ujar Hasna. Langkahnya, limbah kulit dan biji salak yang telah di dapatkan dipilah, dibedakan menjadi berkualitas baik dan kurang baik, kulit salak yang berkualitas baik digunakan untuk bahan utama pembuatan body sepatu, sedangkan kualitas yang kurang baik hanya digunakan untuk hiasan. Sedangkan biji salak yang digunakan hanya yang memiliki kualitas baik.
Biji salak berkualitas baik dilakukan proses perendaman dengan menggunakan alkohol selama 20 menit kemudian ditiriskan dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50° C selama 2 hari dan dilanjutkan dengan proses pengecatan dengan pernis agar biji salak yang diperoleh lebih mengkilap.
Pada produksi ini digunakan kulit salak dari berbagai jenis bisa menggunakan kulit salak Pondoh (kulit berwarna coklat tua) ataupun salak Gading (kulit berwarna kuning kecoklatan). Kulit salak yang dipilih adalah yang layu, karena kulit salak yang basah menghasilkan kulit yang getas, mudah pecah dan sulit menempel karena kandungan air yang masih cukup banyak. Kulit salak diproses dengan cara dilakukan pencucian dengan menggunakan air bersih kemudian dilakukan perendaman dengan menggunakan formalin 0,3% selama 1 hari. Kulit salak lalu ditiriskan dan dilakukan proses pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50° C selama 30 menit, dan dilanjutkan dengan proses pengepresan tanpa pemanas. Mesin ini hanya berfungsi untuk meratakan kulit salak, agar mudah dibentuk. Langkah berikutnya adalah melapisi kulit salak dengan cat karet secara berulang kali agar hasilnya kuat, kemudian kulit salak dibentuk sesuai motif yang dikehendaki. Potongan selanjutnya di lekatkan pada benda yang akan dibuat dengan terlebih dahulu diberi lem. Agar hasilnya kuat, pemberian lem dilakukan pada bagian benda yang dibuat dan pada bagian kulit salaknya.
Pada tahap persiapan dapat juga dilakukan pada lembaran kertas yang sudah ditempel kulit salak, kemudian di pres dengan mesin pres pemanas. Jika sudah rata, kulit salak di cat menggunakan cat karet secara berulang kali agar hasilnya kuat kemudian dipotong sesuai model yang dikendaki. Pada cara yang kedua ini, jika potongan disambung atau dihubungkan dengan potongan lainnya, menimbulkan celah yang harus ditutupi dengan materi lain, misalnya aneka jenis tali atau bahan penutup lainnya misalnya benang nylon. Hasil yang diperoleh tentu berbeda dengan hasil pada cara pertama, justru pada model ini terdapat perpaduan bermacam materi yang memerlukan ketrampilan tertentu dalam cara memilih, mengkombinasikan dan menyelesaikan dengan teknik yang bervariasi.
Karya ini berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan tahun 2019. (Dedy)