REALITAS HATI ALA GUS DUR

Bedah buku Menjerat Gus Dur di gedung ISDB, FIS UNY

Lingkar Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia PKnH menyelenggarakan bedah buku Menjerat Gus Dur di gedung ISDB, FIS UNY, Senin (20/1/2020). Acara bedah buku ini dimaksudkan sebagai dialektika mengenai wacana kontroversial yang saat ini tersebar di masyarakat luas.

Sejak diterbitkan sebulan lalu, buku Menjerat Gus Dur sudah menjelang naik cetak ketiga kalinya. Penulis buku ini, Virdika Rizky Utama memaparkan fakta-fakta mengenai pelengseran Gus Dur setelah 20 bulan masa jabatannya.

Awalnya, ia menyatakan bahwa ide penulisan ini datang tanpa sengaja ketika sedang melakukan reportase berita di Gedung Golkar.

"Di waktu libur sekitar dua tahun lalu, saya diminta lembur oleh Pemimpin Redaksi Gatra, tempat saya kerja, buat liputan di Gedung Golkar. Di sana, setelah liputan, saya ketemu sama office boy yang sedang bawa dokumen-dokumen yang mau diloakkan. Saya lihat-lihat dulu dan nggak sengaja ketemu dokumen skenario pelengseran Gus Dur. Saya minta izin buat ambil," ujar Virdi.

Purwo Santoso, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta menyatakan bahwa kerja-kerja Virdi dalam melakukan analisis dan menyajikan fakta baru ini patut diapresiasi. Bagaimanapun juga, sosok Gus Dur yang selama ini kita kenal, seringkali buram dipotret sejarah karena isu-isu korupsi yang menerpanya. Virdi menyajikan intrik politik yang terjadi di pemerintahan dalam usaha-usaha menurunkan Gus Dur dari kursi kepresidenan.

Namun, di masa-masa akhir jabatannya, Gus Dur malah rela turun, lengser tanpa dendam. “Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan sejati, yang dihayati Gus Dur, intinya adalah mengosongkan kepentingan dan menghilangkan pamrih. Bukan hanya sekadar perebutan kekuasaan,” ujar Purwo.

Sementara itu, Saefur Rahman, dosen Ilmu Sejaran FIS mempertanyakan ambisi politik Gus Dur. “Saya yakin, jika Gus Dur mau dan bermaksud tidak turun, dia bisa. Tapi dia rela untuk lengser,” ujar Saefur. “Hal ini patut jadi catatan karena niat baiknya ini lahir untuk menghindari perpecahan yang bisa jadi pertumpahan darah,” ujar Saefur.

Selain tiga pembicara di atas, Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Zuly Qadir juga turut bercerita mengenai pengalaman pribadinya bersama Gus Dur di masa-masa jabatannya. “Gus Dur itu memiliki ilmu, yang kadang tidak bisa dilogikakan. Hal ini, ya, karomah, karena pemberian dari Allah,” ujar Zuly.

Acara bedah buku ini membeludak dihadiri peserta. Bahkan pihak panitia menyatakan menolak lebih dari 100 peserta karena ruangan tidak mencukupi. (Muhammad Abdul Hadi/JK)