JERATAN OMNIBUS LAW DI RANAH INVESTASI

1
min read
A- A+
read

BEM KM UNY bersama BEM FE UNY menggelar forum diskusi dengan tajuk: “UNY Mengkaji x Bincang Santai Economia”. Acara yang diselenggarakan pada Jumat (28/2/2020) di Auditorium FE tersebut mengundang Hardian Wahyu, Dosen Administrasi Publik UNY dan Abdul Malik Akdom dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sebagai pembicara.

Forum diskusi yang dipandu Wakil Ketua BEM KM UNY, Rofidah Qonita tersebut, mengangkat tema “Omnibus Law: Jurus Pemerintah Menggaet Investor”. Fadhilah Akbar, selaku ketua panitia, berujar bahwa alasan utama mengangkat tema ini adalah karena isu yang dibahas bersinggungan langsung dengan isu ekonomi.

“Sebetulnya ada tiga sudut pandang yang ingin kita bahas. Pertama mengenai tenaga kerja, kemudian pajak, dan yang terakhir mengenai investasi. Tapi setelah melalui berbagai pertimbangan, isu investasi yang kita angkat,” ujarnya.

Lebih jauh, mahasiswa program studi D-IV Akuntansi itu menilai bahwa produk Omnibus Law begitu politis. Baik dari segi proses pengerjaan, hingga output yang nantinya berbentuk undang-undang. Maka dari itu, diskusi dibuat demi mengkritisi beberapa aspek yang masih menjadi pro dan kontra, agar mahasiswa punya sikap ke depannya.

Senada dengan Fadhilah, hal serupa juga diucapkan Bayu Septian saat menyampaikan sambutannya, “Secara pribadi, saya menolak Omnibus Law,” ujar Ketua BEM KM UNY tersebut. “Namun, saya tidak menolak narasi lain. Terlebih apa yang nanti disampaikan oleh pembicara. Baik pro maupun kontra,” tambahnya.

Diskusi seputar Omnibus Law memang sedang ramai hari ini. Selain ramai, pembahasan ini juga begitu penting, terlebih bagi mahasiswa yang nantinya akan meramaikan dunia kerja. Demikianlah pandangan Hardian Wahyu saat membuka materinya. Dosen muda tersebut menyampaikan beberapa hal terkait Omnibus Law. Terakit mengapa pemerintah merancangnya, hingga kemungkinan ke depannya jika rancangan ini disahkan.

Dalam kesimpulannya, Hardian menegaskan bahwa melakukan deregulasi dengan merancang Omnibus Law bukanlah solusi utama dalam penyelesaian masalah-masalah perekonomian di Indonesia, terlebih bagi urusan investasi.

Baginya, regulasi yang rumit serta tumpang tindih, bukanlah satu-satunya alasan mengapa investasi sulit berkembang.

“Yang jadi urgensi, selesaikan masalah korupsi terlebih dahulu, daripada melakukan deregulasi. Karena ini masalah utama macetnya investasi,” tandas Hardian.

Hal tersebut juga diafirmasi oleh Alex, sapaan akrab Abdul Malik Akdom. Ia juga menilai bahwa besarnya angka korupsi, masih menjadi agenda teratas yang harus bicarakan, terkait masalah macetnya investasi. Bukan malah melakukan deregulasi.

Lebih jauh, anggota LBH Yogyakarta itu juga mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi akibat disahkannya aturan tersebut.

“Kalau bicara buruh, kita mengkhawatirkan terkait upah. Berbicara soal pertanian dan lingkungan juga sama khawatirnya. Dan masih banyak lagi. Poinnya adalah dalam pembahasan aturan ini, partisipasi masyarakat sangat minim bahkan cenderung tertutup. Pembahasannya pun terburu-buru.”

“Lantas, peraturan seperti apa yang bisa diharapkan dari proses yang demikian,” tandasnya yang ditemui seusai acara.

Meski demikian, Alex juga berujar bahwa investasi seperti yang diinginkan pemerintah, tidaklah semuanya buruk. Namun, yang harus jadi fokus pemerintah adalah bagaimana memperhatikan dan memberdayakan UMKM terdahulu ketimbang peningkatan investasi. (Muhammad Abdul Hadi/JK)