Sebagai guru yang mengajar kaum milenial, sebaiknya kita mengenal generasi milenial sebagai bahan bagaimana menghadapi mereka. Ada beberapa ciri generasi milenial, antara lain Hobi melakukan pembayaran non-cash. Menghadapi anak seperti ini model pembelajarannya seperti apa supaya kita bisa mengintegrasikan, apakah anak dilatih literasi bahwa kita harus siap dengan perkembangan teknologi di dunia semakin maju, jadi literasi ke ekonominya.
Anak milenial juga suka dengan yang serba cepat dan instan. Kita tidak bisa mengajarkan dari awal sampai akhir. Mahasiswa kalau sedang dijelaskan memilih untuk memfoto slide dari pada menulis. Padahal dinegara maju seperti di Jepang, siswanya masuk ke kelas, mereka harus menulis / mencatat dibuku. Tapi metode mencatatnya beda dengan tempat kita yang mencatatnya persis seperti di slide. Disana siswa memahami dulu baru dicatat intisarinya. Dan guru memberi kesempatan untuk mencatat, sehingga catatannya akan bermakna seperti saya mencatat tentang itu dihalaman sekian dll. Jadi di Negara maju seperti Jepang, Singapura, AS, Selandia Baru, dll siswa yang utama dilantih kemampuan literasi dan critical thinking skillnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Eli Rohaeti, dosen Jurdik Kimia FMIPA UNY pada Workshop Pembelajaran yang Menarik yang diikuti oleh para guru pembimbing lomba Chemistry Competition (CeC) yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA UNY, jumat, 5/3/20 di fakultas setempat.
Lebih lanjut Eli menerangkan, ciri yang lain yaitu berbeda perilaku dalam grup satu dan yang lain. Suatu saat anak bisa marah disitu, tapi ditempat lain tidak marah. Dia masih sangat mudah berubah di kelompok satu dengan yang lainnya. Jadi guru sebagai pendidik harus menciptakan suasana aman dan nyaman. Sekarang kebanyakan anak menjadi sahabat kita beda dengan dulu.
“Ciri-ciri generasi milenial yang lainnya yaitu mudah bosan pada barang yang dibeli, No gadget No Life,, jago multitasking, kritis terhadap fenomena sosial, suka melakukan posting, suka share terutama dalam media sosial, memilih pengalaman daripada asset,” tambahnya.
Sebagai rangkaian dari kegiatan workshop tersebut Himaki juga menyelenggarakan lomba Olimpiade Kimia yang diikuti 60 orang dari 14 regional. Ketua Panitia M. Hanif Qodri menjelaskan bahwa untuk peserta sendiri diikuti oleh 215 orang dari 12 regional, dan finalnya diambil 60 orang yang diselenggarakan di kampus FMIPA UNY. Ke-12 regional tersebut meliputi Pekan Baru, Lampung, Jakarta, Bandung, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Bali, Purwokerto, Makasar, dan Banjarmasin.
“Acara CeC ini sudah kami selenggarakan secara rutin. Kompetisi kimia untuk tingkat SMA ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing yang berbau kimia,” katanya.
Hanif menambahkan, selain olimpiade kita juga menyelenggarakan Lomba Karya Tulis Ilmiah yang diikuti oleh 12 tim dari 10 universitas yaitu Universitas Gajah Mada(UGM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Brawijaya (UB), Universitas negeri Malang (UM), IPB, UNDIP, UI, Unpad, UNYTema yang diambil adalah tentang lingkungan sehat. (witono)