Indonesia memiliki berbagai macam peninggalan berupa budaya dan juga kearifan lokal yang unik. Salah satu bentuk peninggalan yang masih ada sampai saat ini yaitu sistem penanggalan pranata mangsa yang merupakan suatu kearifan lokal masyarakat Jawa yang berkaitan dengan pengelolaan lahan pertanian. Penerapan pranata mangsa menunjukkan bahwa orang Jawa tidak akan pernah lepas dari lingkungan. Sejak zaman dahulu, orang Jawa telah memandang alam sebagai subjek yang artinya mereka tunduk terhadap alam. Mereka berpandangan bahwa perubahan cuaca dan musim menentukan apa yang harus dilakukan oleh mereka, misalnya dalam urusan bercocok tanam. Pada era modern seperti saat ini, beberapa penelitian menyatakan bahwa pranata mangsa memang kurang efektif jika diterapkan pada era sekarang. Hal ini disebabkan adanya perubahan iklim secara drastis mengakibatkan perubahan musim yang tidak menentu. Perubahan iklim mengakibatkan prediksi penanggalan pranata mangsa akan bergeser sehingga akan sulit untuk membuat prediksi tanam. Oleh karena itu sekelompok mahasiswa UNY mengadakan telaah literatur lebih lanjut mengenai tingkat efektivitas penggunaan pranata mangsa pada era modern yang bertujuan untuk menganalisa tinjauan sains yang dapat difungsikan sebagai alternatif peningkatan keakuratan penanggalan pranata mangsa. Mereka adalah Hernia Nur Hidayah dan Dwi Nurhayati dari Fakultas Ilmu Sosial serta Farhan Kusuma Putra Fakultas MIPA.
Menurut Hernia Nur Hidayah ilmu pranata mangsa sampai sekarang masih digunakan oleh sebagian kecil masyarakat Jawa khususnya para petani. “Pranata mangsa akan menjaga keseimbangan alam dengan sistem tanamnya yang tradisional dan sesuai dengan kehendak alam” katanya. Oleh karena itu penerapan pranata mangsa perlu dilestarikan kembali mengingat keberadaannya sangat membantu dalam meningkatkan efektivitas pengunaan lahan pertanian dan tingginya permintaan pangan. Alternatif yang ditawarkan untuk meningkatkan ketepatan penanggalannya adalah diperlukan suatu ilmu sains untuk mengintegrasi analisis penerapannya. Dwi Nurhayati menambahkan bahwa tujuan dari literature review ini adalah untuk menganalisa hasil penelitian terkait tinjauan sains yang dapat difungsikan sebagai alternatif peningkatan keakuratan penanggalan pranata mangsa. Analisa ini akan menjadi salah satu pertimbangan penggunaan pranata mangsa pada era modern guna meningkatkan kualitas dan produksi tanaman pangan.
Farhan Kusuma Putra menjelaskan pranata mangsa terdiri dari 12 musim dalam setahun, yaitu Mangsa Kasa (Kartika), Mangsa Karo (Poso), Mangsa Katelu, Mangsa Kapat (Sitra), Mangsa Kalima (Manggala), Mangsa Kanem (Naya), Mangsa Kapitu (Palguna), Mangsa Kawolu (Wasika), Mangsa Kasanga (Jita), Mangsa Kasepuluh (Srawana), Mangsa Destha (Pradawana), dan Mangsa Sadha (Asuji). “Dalam tinjauan sains dari aspek klimatologi, pranata mangsa memberikan informasi mengenai perubahan musim serta waktu-waktu yang dipengaruhi oleh angin disertai arahnya yang dikendalikan oleh peredaran matahari” paparnya. Pranata mangsa menggunakan peredaran matahari sebagai acuan dengan siklus berumur 365 hari atau 366 hari. Tanggal 22 Juni dipilih sebagai hari pertama dalam kalender pranata mangsa karena, pada tanggal tersebut adalah hari pertama bergesernya kedudukan matahari dari garis balik utara ke garis balik selatan.Bila matahari begeser ke utara dan berada di utara khatulistiwa, artinya musim kemarau. Sebaliknya bila matahari bergeser ke selatan dan berada di selatan khatulistiwa, artinya musim hujan. Bila matahari berada di sekitar khatulistiwa, artinya musim pancaroba, yang terbagi menjadi dua, yaitu pancaroba menjelang musim penghujan dan pancaroba menjelang musim kemarau. Melihat posisi Pulau Jawa yang terletak posisi 5°54’08” - 8°50’20” Lintang Selatan dan relatif sejajar dengan garis khatulistiwa, maka diduga bahwa pranata mangsa hanya berlaku di Pulau Jawa, mungkin juga hingga Pulau Bali. Hasil penelitian dari 5 literatur menyatakan bahwa dapat diketahui dapat meningkatkan keakuratan pranata mangsa petani perlu memperhatikan alternatif yang digunakan dalam analisisnya. Tinjauan sains yang digunakan dalam narrative review ini adalah gerak semu tahunan matahari dan arah angin. Pranata mangsa adalah suatu kearifan lokal yang perlu dilestarikan mengingat manfaatnya yang sangat besar bagi segala bidang kehidupan. Pranata mangsa juga membantu para petani untuk merancang kehidupannya, belajar mengatur ekonomi, berhemat ketika memasuki masa paceklik dan semplah, dan berbahagia ketika padi melimpah di masa panen. Penerapan pranata mangsa pada era modern dilakukan dengan menggunakan tinjauan sains berupa arah angin dan dikendalikan oleh peredaran matahari sehingga, dapat menghasilkan suatu penanggalan pranata mangsa yang lebih akurat.
Karya ini berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Sosial Humaniora tahun 2020. (Dedy)