Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar pertemuan Perkumpulan Pimpinan Pascasarjana Universitas Negeri se-Indonesia (Perpimpas) dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Acara ini dihadiri oleh 47 peserta yang terdiri dari pimpinan pascasarjana berbagai universitas negeri di Indonesia. Dalam pertemuan ini, Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., Ketua Perpimpas, menekankan pentingnya silaturahmi dan diskusi untuk memperkuat kerjasama antar lembaga.
Agenda utama dalam pertemuan yang diadakan belum lama ini adalah perbaikan organisasi Perpimpas, yang saat ini belum memiliki Surat Keputusan (SK) tentang struktur organisasi (SOTK). Selain itu, dibahas juga integrasi jenjang magister dan doktor yang bergabung dengan fakultas, terutama program yang monodisiplin seperti Magister Pendidikan Dasar yang kini masuk ke Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), meskipun beberapa program tetap berada di bawah Sekolah Pascasarjana (SPs). Hal yang sama berlaku untuk Program Profesi Guru (PPG) yang berada di bawah SPs, lembaga, atau rektor.
Prof. Dr. Bambang Yulianto menekankan pentingnya pengelolaan program pascasarjana dalam satu atap untuk memfasilitasi keilmuan mono, multi, dan transdisiplin. "Akan lebih baik jika semua program dikelola dalam satu unit agar lebih terorganisir dan terarah," jelasnya.
Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie, Ph.D., sebagai narasumber, dan Prof. Dr. Siswantoyo, M.Kes., AIFO., sebagai moderator, turut memberikan pandangan mengenai fleksibilitas pengelolaan SOTK oleh perguruan tinggi, khususnya PTN Badan Hukum (PTNBH). Prof. Tjitjik menekankan bahwa kementerian memberikan kewenangan penuh kepada perguruan tinggi dalam merancang SOTK yang sesuai dengan karakteristik dan kapasitas masing-masing.
Dalam diskusi, aspek keilmuan program mono, multi, dan interdisiplin juga menjadi fokus utama. Prof. Tjitjik menjelaskan bahwa pembangunan pohon keilmuan memerlukan pendekatan dari berbagai cabang keilmuan untuk diaplikasikan di dunia kerja, sehingga keilmuan multidisiplin menjadi relevan. "Keilmuan monodisiplin harus mampu beradaptasi dengan memberikan tambahan kompetensi di luar disiplin utama," tambahnya.
Pembahasan Permendikbud No.53 tahun 2023 yang mengatur program magister dan doktor juga menjadi bagian penting dari pertemuan ini. Peraturan ini dianggap sebagai kerangka kerja yang memberikan fleksibilitas kepada perguruan tinggi dalam pengelolaan program. "Framework ini penting karena dinamika di perguruan tinggi sangat cepat dan perlu adaptasi agar mampu bersaing di tingkat dunia," ujar Prof. Tjitjik.
Selain itu, perubahan kurikulum dan masa tempuh studi dibahas untuk menyamakan standar pendidikan tinggi Indonesia dengan standar internasional. Berdasarkan hasil benchmark, jam belajar untuk program magister dan doktor di Indonesia perlu disesuaikan dengan standar global.
Pada pertemuan ini, juga terpilih kepengurusan baru Perpimpras yaitu Ketua: Direktur Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (UNNES), dan Sekretaris: Direktur Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Pertemuan selanjutnya akan diadakan di Bali.
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari berbagai universitas negeri di Indonesia, antara lain UNNES, Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Negeri Medan (UNIMED), UNG, UNY, Universitas Negeri Manado (UNIMA), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Pendidikan Ganesha (UNDHIKSA), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi dan langkah konkret untuk meningkatkan kualitas pengelolaan program pascasarjana di Indonesia. "Kerjasama dan sinergi antar pimpinan pascasarjana sangat penting untuk mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia," pungkas Prof. Dr. Bambang Yulianto.