Dua Mahasiswa Asing UNY Bantu Kegiatan Idul Adha di Masjid Condronegaran

2
min read
A- A+
read

Ibrahim dan Mohamed membantu kegiatan Idul Adha

Dua orang mahasiswa asing UNY membantu pelaksanaan kegiatan Idul Adha di Masjid Agung Condronegaran Yogyakarta. Mereka adalah Ebrima Jonga mahasiswa prodi S1 administrasi publik Fakultas Ilmu Sosial dan Mohamed Cisse dari prodi S1 akuntansi Fakultas Ekonomi. Ebrima Jonga berasal dari Gambia dan Mohamed Cisse dari Mali, keduanya di benua Afrika. Wakil Ketua Takmir Masjid Agung Condronegaran, Mohammad Ridwan merasa senang mahasiswa asing UNY bersedia membantu kegiatan Idul Adha di masjidnya. “Kendala komunikasi hampir tidak ada karena mereka dapat berbahasa Indonesia” katanya. Kedepannya diharapkan mahasiswa asing UNY dapat membantu kegiatan di Masjid Agung Condronegaran setelah sebelumnya memberitahu terlebih dahulu pada Takmir.  Ebrima Jonga dan Mohamed Cisse bertugas memotong daging dalam kegiatan tersebut.

Ebrima Jonga mengisahkan, pada sholat Idul Adha di halaman Kampus UPP 2 FIP UNY dia mengenakan busana khas Gambia bernama ‘Haftan’ bersama teman-teman satu benuanya. “Setelah selesai sholat, kami saling menyapa, dan kemudian kami berkumpul di masjid lokal mereka untuk mengadakan pertemuan dan menikmati makanan bersama” katanya, Minggu (10/7). Orang-orang berkumpul di depan masjid untuk menyaksikan kambing dan sapi yang disumbangkan oleh para shohibul qurban, dan mereka membantu mereka dengan memotong daging menjadi beberapa bagian sebagai hewan kurban. Panitia Idul Adha memberi mereka daging sebagai upaya kami membantu mereka membunuh hewan kurban. Setelah kembali ke asrama, Ebrima Jonga dan Mohamed Cisse mengolah daging kurban yang dimasak dengan gaya Afrika dan dimakan bersama. Sore harinya, Ebrima Jonga dan Mohamed Cisse mengunjungi beberapa teman Afrikanya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. “Meskipun saya berada ribuan mil jauhnya dari rumah, saya ingin mengatakan bahwa hari Idul Fitri saya di Indonesia luar biasa dan menyenangkan. Itu karena teman-teman yang luar biasa yang saya miliki di sini bersama saya” kata Ebrima Jonga yang juga akrab dipanggil Ibrahim. Di negaranya, Gambia, Idul Adha dikenal sebagai Tabaski dalam bahasa lokal Gambia. Setiap laki-laki yang sudah menikah atau kepala rumah tangga diharapkan untuk membeli seekor domba atau hewan lain yang cocok seperti sapi, kambing, atau bahkan ayam jika mereka bisa. Ketika mengorbankan hewan, pisau tajam harus digunakan dan nama Allah harus diucapkan. Setelah hewan disembelih, sebagian besar daging harus diberikan kepada yang membutuhkan agar tidak ada yang melewatkan perayaan berikutnya. Sisa daging diberikan sebagai hadiah kepada teman dan kerabat, dan sisanya disediakan untuk keluarga. Orang Gambia harus mengenakan pakaian terbaik mereka, dan jika mungkin, pakaian baru. Pada hari Tabaski, akan sering melihat anak-anak Gambia meminta uang jajan (Salibo dalam bahasa Gambia) dari keluarga dan tetangga, yang mereka gunakan untuk membeli es krim dan barang-barang lainnya. Begitulah cara masyarakat merayakan Idul Adha di Gambia.

Sedangkan Mohamed Cisse bercerita bahwa ini adalah pertama kalinya dia mengikuti kegiatan Idul Adha di Indonesia. “Di masjid Agung Condronegaran saya dan teman-teman yang lain diterima dengan baik. Saya merasakan kemiripan yang luar biasa dengan negara saya dalam hal keramahan masyarakatnya, sangat ramah dan tersenyum, sikap yang sederhana tetapi sangat penting dan membuat sangat nyaman untuk berpartisipasi dan memberikan yang terbaik untuk kegiatan tersebut” kata Mohamed Cisse. Menurutnya Idul Adha atau disebut Tabaski adalah festival yang sangat penting di Mali, karena merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim (90%). Festival yang sangat populer ini memperingati pengorbanan Ibrahim yang mengorbankan putranya Ismail kepadaNya. Pada kesempatan ini, semuanya kegiatan di Mali ditutup dan perayaan dapat berlangsung dua hingga tiga hari jika tanggalnya sesuai dengan kedekatan akhir pekan. Boubous megah dan pakaian (baru) lainnya yang dikenakan semua Muslim pada hari-hari untuk pergi ke masjid, kemudian ketika mereka mengunjungi teman dekat atau keluarga untuk mengucapkan selamat. Selama hari-hari berikutnya orang dapat melihat di kota-kota dan desa-desa, kulit domba, sapi atau kambing mengering di tanah. Di Mali, setelah keluar dari masjid, orang tua menyembelih domba, sapi atau kambing, kemudian dibantu oleh para pemuda rumah terseut untuk berbagi dengan orang-orang yang kurang beruntung, orang miskin dan lain-lain, dan satu lagi akan disiapkan dalam panci untuk sarapan. Mohamed Cisse mengatakan bahw keikutsertaannya dalam kegiatan Idul Adha di Masjid Agung Condronegaran merupakan pengalaman yang sangat menyenangkan. “Karena memberi kesempatan pada saya untuk melihat dan memahami budaya lain, berbagai cara melakukan, proses akivitas, dan menurut saya ini sangat penting karena akumulasi pengalamanlah yang membuat manusia lebih bermakna” tutup Mohamed Cisse. (Dedy)

 

MBKM