Bagi penyandang disabilitas tunanetra dan tunarungu ragam pembelajaran dan media yang digunakan berbeda dengan orang biasa. Paradigmanya bisa terpusat pada mahasiswa atau dengan domain kognitif, afektif, psikomotor dan gaya belajar visual, auditory atau kinesthetic. Dalam pembelajaran sinkronus fisik maupun virtual, dosen dan mahasiswa sebagai penyampai utama sedangkan pada pembelajaran asinkronus, komputer sebagai penyampai utama dimana manajemen kelas menggunakan software Learning Management System (LMS). Hal ini disampaikan dosen Fakultas Teknik UNY Dr. Priyanto pada workshop perkuliahan ramah mahasiswa disabilitas yang digelar di Hotel UNY belum lama ini. Dalam makalahnya berjudul ‘Mengajar Daring yang Aksesibel’ Priyanto memaparkan unsur komponen pembelajaran asinkronus yaitu konten pembelajaran memenuhi standar SCORM (Shareable Content Object Reference Model) dengan platform LMS dan tools CMS (Content Management System). “Bagi penyandang disabiitas tunanetra dan tunarungu ada perbedaan penggunaan mulitimedia” kata Priyanto. Pada mahasiswa tunanetra materi disampaikan melalui verbal yang ditangkap telinga lalu diolah menjadi ilmu dengan bantuan pengetahuan sebelumnya. Sedangkan pada mahasiswa tunarungu materi yang disampaikan melalui gambar yang ditangkap mata lalu diolah menjadi ilmu dengan bantuan pengetahuan sebelumnya. Perangkat lunak dikembangkan dan digunakan oleh manusia, dan mendukung interaksi antar manusia. Dengan demikian, karakteristik manusia, perilaku, dan kerjasama adalah pusat pengembangan perangkat lunak secara praktis. Sehingga para penyandang disabilitas dapat merasakan kemudahan penggunaan pada software dalam menerima pembelajaran.
Menurut pelaksana kegiatan Pujaningsih, Ed.D kegiatan ini merupakan program dari Direktorat Belmawa Kemendibudristek tentang inovasi pembelajaran dan teknologi bantu untuk mahasiswa berkebutuhan khusus. “Program ini dimaksudkan untuk mempercepat upaya peningkatan mutu layanan pendidikan bagi mahasiswa berkebutuhan khusus/disabilitas di perguruan tinggi serta menggali inovasi para dosen dalam penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi yang inklusif” katanya. Pujaningsih sendiri menyampaikan bahwa dalam mengajarkan materi pada mahasiswa berkebutuhan khusus, dosen dapat menggunakan UDL (Universal Design for Learning) yaitu kerangka kerja untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pengajaran dan pembelajaran untuk semua orang berdasarkan wawasan ilmiah tentang bagaimana manusia belajar. Lebih lanjut, perkuliahan yang fleksibel utamanya adalah perubahan mindset dari ‘disabled student’ ke ‘disabled curriculum’, representasi dengan pemberian informasi yang beragam serta partisipasi dengan pemberian pilihan individu (relevan, bermakna, autonomi). UDL dapat meningkatkan partisipasi dan kemampuan mahasiswa berkebutuhan khusus, misalnya pada mahasiswa dengan hambatan fisik ada dosen yang cepat merespon saat bimbingan online yang aksesibel agar mempermudah mahasiswa dengan kursi roda tanpa harus bertemu langsung dan di perkuliahan pengganti, dosen berinisiatif untuk dilaksanakan di lantai 1. Pada mahasiswa tuna rungu pada saat memberikan tugas ada dosen yang memberikan waktu tambahan untuk mahasiswa yang berkebutuhan khusus, ada juga dosen yang memberikan waktu tambahan untuk mendiskusikan materi sehingga mahasiswa lebih paham, serta ada dua sampai tiga dosen perempuan memastikan pemahaman materi perkuliahan bagi mahasiswa disabilitas dengan bertanya selama perkuliahan. Pada mahasiswa tunanetra saat kontrak belajar kebanyakan dosen bertanya apa saja yang bisa dibantu untuk mahasiswa disabilitas netra, dosen memberikan materi via whatsapp maupun email dan kebanyakan dosen untuk penugasan summary film, dimodifikasi menjadi summary audio novel. Pengumpulan tugas tidak harus ditulis tangan, bisa via email, maupun whatsapp.
Kegiatan diikuti oleh para wakil dekan bidang akademik dan Kerjasama serta lebih dari 30 orang dosen dari berbagai fakultas. Pemateri lain pada kegiatan ini adalah Ariyawan Agung Nugroho, ST., M.Pd. yang menyampaikan tentang software UCAN (Universal sCanner Accesibility iNspection) dan Dr. Deni Hardianto yang menyampaikan materi tentang cara penggunaan Accesibiliy Checker pada Ms Office khususnya pada Ms Word & PowerPoint. Kegiatan ini dilaksanakan mengacu pada Permenristekdikti Nomor 46 Tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi, dimana penyelenggaraan pendidikan khusus di perguruan tinggi bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan bagi mahasiswa berkebutuhan khusus. Mahasiswa berkebutuhan khusus atau penyandang berkebutuhan khusus adalah mereka yang mengalami gangguan/hambatan dalam melaksanakan aktivitas tertentu sehingga mereka membutuhkan alat bantu khusus, modifikasi lingkungan atau teknik-teknik alternatif yang tepat agar mereka dapat mengikuti pembelajaran secara optimal sehingga kelak mereka dapat berpartisipasi secara penuh dan produktif dalam kehidupan bermasyarakat. Terdapat banyak penyandang berkebutuhan khusus yang memiliki potensi akademik dan motivasi yang tinggi untuk melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang pendidikan tinggi. Mereka banyak yang berhasil meskipun harus melalui proses penyesuaian yang sangat berat. Beberapa di antara bahkan ada yang mampu menyelesaikan program pendidikan sampai di tingkat doktor.
Penulis : Dedy
Editor : Ardi