Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran strategis dalam pembentukan warga negara yang baik, cerdas, demokratis dan bertanggungjawab. Warga negara yang baik (good citizen) yakni warga yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia karena memiliki nilai-nilai luhur yang digali dari bumi Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila perlu disemaikan sejak usia dini, agar kelak ketika dewasa menjadi warga negara yang baik dengan memegang teguh nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Peran strategis pendidikan kewarganegaraan dalam membentuk warga negara yang baik, cerdas, demokratis, dan bertanggungjawab perlu dikembangkan seiring dengan perubahan yang begitu cepat di era abad ke-21. Demikian dikatakan Prof. Dr. Mukhamad Murdiono, M.Pd. dalam pengukuhannya sebagai guru besar dalam Bidang Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, belum lama ini.
Dalam pidato berjudul ‘Strategi Pembelajaran Transformatif untuk Penguatan Literasi Kewargaan’ tersebut Mukhamad Murdiono memaparkan bahwa warga negara harus memiliki keterampilan abad ke-21 agar mampu bersaing baik di tingkat regional maupun global. Keterampilan tersebut adalah kompetensi, literasi dasar, dan karakter. Literasi dasar yang musti dikuasai yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial serta literasi budaya dan kewargaan. “Untuk mampu bersaing di era abad ke-21, warga negara di dunia harus memiliki keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills), kreativitas (creativity), komunikasi (communication), dan kolaborasi (collaboration)” katanya. Sementara itu, untuk memenangkan persaingan di era global warga negara harus memiliki karakter yang kuat meliputi iman dan takwa, rasa ingin tahu, inisiatif, kegigihan, kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, serta kesadaran sosial dan budaya. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, semakin menegaskan pentingnya penguatan literasi dasar, kompetensi, dan karakter bangsa Indonesia. Berita bohong (hoax) yang sering dijumpai di media sosial dan rentannya ikatan kebhinekaan ditengarai sebagai akibat rapuhnya karakter warga negara, rendahnya kompetensi, dan kurangnya pemahaman literasi warga terutama literasi kewargaan.
Pria kelahiran Brebes, 30 Juni 1978 itu mengatakan pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam mengembangkan pemahaman warga negara agar mampu meng- hadapi permasalahan yang muncul di era abad ke-21. Pendidikan kewarganegaraan tidak sebatas mempelajari hak dan kewajiban warga negara, melainkan lebih luas dan mendalam termasuk mempersiapkan warga negara menjadi warga global. Pendidikan kewarganegaraan membekali peserta didik di sekolah dengan pengetahuan tentang isu-isu global, budaya, lembaga dan sistem internasional dan merupakan indikasi dari pendekatan minimalis yang bisa mengambil tempat secara eksklusif di dalam kelas. Menurutnya pendidikan kewarganegaraan mencerminkan pendekatan maksimal yang bertujuan untuk memastikan peserta didik siap untuk mengambil peran sebagai warga global dewasa dan bertanggung jawab. Pendidikan kewarganegaraan untuk mengembangkan kompetensi global warga negara di abad ke-21 sangat diperlukan bagi peserta didik karena generasi muda akan menghadapi tatanan dunia baru, sehingga anak-anak yang berhasil menyelesaikan pendidikan di abad ke-21 harus dilengkapi dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi warga negara yang kompeten, bertanggung jawab dan manusiawi.
Doktor pendidikan kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tersebut menyimpulkan keberagaman di wilayah NKRI yang diikat dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, sementara di sisi lain rentan dengan ‘gesekan’ antarsuku, kelompok, dan golongan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan kesadaran warga negara atas keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia melalui penguatan literasi kewargaan. Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran dan tanggungjawab dalam penguatan literasi kewargaan. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan guru dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk penguatan literasi kewargaan yaitu dengan menerapkan strategi pembelajaran transformatif. Strategi ini membelajarkan peserta didik untuk lebih dekat dengan kenyataan, menghadirkan pengetahuan yang kritis-reflektif dengan memosisikan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. “Untuk menerapkan strategi pembelajaran transformatif dibutuhkan seorang guru yang bertindak sebagai perancang pendidikan, karena mereka akan berhadapan dengan peserta didik yang tumbuh di era abad ke-21 dengan karakteristik yang khusus dan unik” tutupnya. (Dedy)