Konsep dan Aplikasi Penelitian Kebijakan

Prof. Dr. Madya. Soaib bin Asimiran

Kebijakan pendidikan bertalian dengan falsafah dan tujuan pendidikan. Dewasa ini sering kita temui pertanyaan-pertanyaan kritis berkaitan dengan kebijakan pendidikan. Haruskah kebijakan pendidikan diukur dan atau dievaluasi dengan angka-angka yang diperoleh sistem atau dengan filosofi/tujuan pendidikan? Apakah data statistic yang menunjukkan indikator keberhasilan pendidikan saat ini merupakan suatu sinyal yang baik atau malah terdapat kesalahan konsep pendidikan? Apakah keberhasilan pendidikan saat ini merepresentasikan kualitas pendidikan sebenarnya? Buka Prof. Dr. Madya. Soaib bin Asimiran yang juga Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Putra Malaysia dalam Kegiatan Academic Discussion Program Studi S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP)

Soaib menambahkan bahwa tujuan pendidikan tentunya memiliki perbedaan antara pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar bertujuan untuk menanamkan nilai, norma, pengetahuan, dan keterampilan bagi individu sehingga mampu berkontribusi pada masyarakat. Kemudian tujuan dari pendidikan menengah ialah untuk menanamkan pengetahuan dan keterampilan yang diintegrasikan dengan kehidupan sehari-hari sehingga pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dapat digunakan untuk perbaikan social dan ekonomi masyarakat. Pada pendidikan tinggi, tujuan pendidikan ialah menciptakan keterkaitan antara pengetahuan dan keterampilan untuk melahirkan masyarakat ekonomi berbasis pengetahuan.

Kenyataanya pendidikan berjalan tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pada pendidikan menengah, sebagian besar siswa dengan latar belakang status sosial ekonomi atas memiliki minat dan berhasil masuk pada bidang sains, sementara siswa dari kelompok sosial ekonomi bawah memilih masuk di bidang seni dan ilmu sosial. Mempelajari bidang sains telah menjadi fokus golongan elit yang didominasi mata pelajaran internasional. Hal ini memaksa siswa sekolah menengah yang mengambil rumpun seni dan ilmu sosial untuk putus sekolah dan memasuki pasar kerja tanpa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan untuk melakukan suatu pekerjaan. Menghadapi kondisi tersebut, diperlukan suatu kebijakan pendidikan yang dapat mengikis ketidaksesuaian horizontal dan vertikal.

Pada pendidikan tinggi, agaknya pendidikan gagal menghasilkan intelek, filsuf, politis, dan pemimpin yang mampu secara sosial untuk memimpin negara. “Sistem pendidikan yang seperti ini menciptakan ketidaksesuaian besar di mana pendidikan tidak mengimbangi status sosial ekonomi sehingga dianggap mewujudkan penjajahan baru melalui pendidikan”, tutup Soaib mengakhiri kegiatan ini. (wul/ant)