Kiat Memilih Jurusan Di Perguruan Tinggi

Dr. Das Salirawati

Penerimaan calon mahasiswa baru di perguruan tinggi sudah di depan mata, bahkan jalur SNBP akan dimulai pendaftarannya pada 14 Februari 2024 yang akan datang. Hal ini menjadi perhatian pemerhati pendidikan UNY Dr. Das Salirawati. Menurutnya pada bulan-bulan ini siswa SMA/SMK dan MA mulai berpikir dan menimbang-nimbang mau meneruskan kuliah dimana dan pada jurusan atau program studi apa. Di saat-saat seperti ini peran orangtua sangat dituntut agar anak tidak kebingungan dan juga dapat diarahkan” katanya, Senin (12/2). Hal terpenting adalah orangtua tidak terlalu mendikte atau bahkan menekan anak untuk masuk universitas atau perguruan tinggi pada jurusan tertentu, karena sangat fatal bagi perkembangan mental anak khususnya.

Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY tersebut menunjukkan fakta bahwa banyak anak yang mengalami stress bahkan depresi dimana penyebabnya sebagian besar akibat paksaan orangtua untuk meneruskan kuliah di program studi tertentu di perguruan tinggi tertentu. “Secara psikologis ada beberapa macam penyebab, misalnya obsesi orangtua yang sangat mendambakan anaknya menjadi sarjana tertentu, atau cita-cita orangtua dahulu yang tidak kesampaian lalu anak dijadikan sasaran untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut. Ini keliru” tegas Das Salirawati.

Das Salirawati memberikan kiat untuk mengurangi tingkat stress anak dalam menghadapi kebingungan memilih program studi di perguruan tinggi. Diantaranya pilihlah jurusan yang memiliki prospek kerja yang tinggi dan luas. “Carilah informasi sebanyak mungkin melalui internet atau media lain” ujarnya. Diskusikan bersama orang tua untuk melihat keketatan persaingan dan kemungkinan peluang diterimanya, karena biasanya peminat sangat banyak. Perlu juga dibahas tentang kebutuhan tenaga kerja lulusannya oleh suatu institusi atau perusahaan, sehingga kemungkinan dapat masuk bekerja di sana.

Kiat berikutnya adalah pertimbangkan kemampuan akademis (kecerdasan intelektual), biaya, dan mental anak. Jangan sampai dari segi kecerdasan sudah tidak memadai, tetapi orangtua memaksakan anak memilih jurusan atau prodi tertentu sebagai ambisi atau obsesi orangtua semata. Demikian juga kemampuan biaya atau finansial, apakah kira-kira mampu membiayai sampai lulus atau tidak. Seyogyanya orangtua juga dapat mengukur kemampuan diri, jangan hanya karena gengsi” kata Das Salirawati. Perlu diketahui oleh orangtua bahwa untuk menyelesaikan studi di perguruan tinggi tidak cukup hanya siap otak dan biaya, tetapi juga harus siap mental. Hal ini karena ketika kuliah mahasiswa dituntut untuk lebih banyak belajar dan berusaha sendiri, serta banyak bertemu dengan dosen-dosen yang unik, yang kadang-kadang tidak mau menjelaskan secara detail karena menganggap mahasiswa sudah dewasa dan dapat diberi kewajiban belajar serta mencari sendiri materi kuliahnya. Belum lagi bertemu dengan dosen-dosen killer yang tidak mau wibawanya jatuh dengan menjaga jarak terhadap mahasiswanya, sehingga sulit bagi mahasiswa untuk minta permakluman kondisinya. Terlebih ketika harus menyelesaikan syarat kelulusan, yaitu menyusun skripsi, jika bertemu dengan dosen pembimbing yang tidak ramah dan adaptif dengan kondisi mahasiswa, dapat dipastikan lulusnya akan terhambat yang otomatis orangtua harus menyediakan biaya ekstra untuk menyelesaikan kuliah.

Namun dibalik kesulitan yang dihadapi, Das Salirawati juga memberikan alternatif pilihan program studi yang dapat menjadi tujuan calon mahasiswa. Seperti jurusan Artificial Intelligence (AI) yang termasuk jurusan langka namun banyak diburu karena prospek kerjanya yang luas. Penulis sejumlah buku tersebut menuturkan, selain pilihan jurusan langka dalam menentukan tenpat studi lanjut juga dapat mempertimbangkan jurusan yang tidak hanya fokus pada satu bidang kerja. “Misalnya jurusan Pendidikan Bahasa Inggris atau Sastra Inggris, dimana lulusannya memiliki kesempatan bekerja di bidang apapun. Mulai dari sekretaris, trainer Bahasa Inggris, translater, dan banyak lagi” ujar Das. Sarjana Bahasa Inggris yang handal, lancar berbicara dan juga ahli menulis artikel atau makalah dalam Bahasa Inggris banyak dibutuhkan di lapangan. Bahkan saat ini sarjana Bahasa Inggris banyak diminta bantuan oleh café atau restoran besar hanya untuk memberi nama makanannya in English agar menarik.

Kiat terakhir dari Das Salirawati adalah sesuaikan minat anak dengan program studi yang dipilih. “Itupun juga tidak harus dari perguruan tinggi ternama” paparnya. Karena menurut wanita kelahiran 16 Oktober 1965 tersebut meskipun kampus anak kita bukan perguruan tinggi ternama, tetapi bila dalam menimba ilmu benar-benar serius dan menguasai, maka ia akan mampu berkompetisi dengan sarjana-sarjana lulusan kampus terkenal. Dengan demikian hal yang terpenting adalah kompetensi diri anak yang matang dan handal yang dapat membawa anak meraih kesuksesan dalam bekerja” tutup Das Salirawati.

Penulis: Dedy

Editor: Sudaryono

Kategori Humas
IKU
IKU 5. Hasil Kerja Dosen Digunakan oleh Masyarakat