Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) bersama Association of Indonesian Postgraduate Students and Scholars in Australia (AIPSSA) menghadirkan sebuah langkah strategis dalam mendukung pengembangan kapasitas akademik mahasiswa diaspora Indonesia di Australia. Bertempat di The University of Western Australia, kegiatan ini merangkul 41 mahasiswa jenjang S1, S2, dan S3 dari berbagai perguruan tinggi di Western Australia melalui dua program unggulan: Workshop Kepenulisan dan Reverse Academic Culture Shock.
Acara dibuka oleh Dr. Ali Mahmudi, Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni FMIPA UNY. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya mahasiswa tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga mampu menuliskan refleksi pengalaman, membangun narasi inspiratif, serta menyiapkan diri menghadapi tantangan akademik setelah studi.
Workshop kepenulisan dipandu oleh Dr. Ali Mahmudi, M.Pd., Nur Aeni Ariyanti, Ph.D., dan Rizki Arumning Tyas, M.Pd.. Kegiatan ini tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga praktik langsung. Peserta dibimbing menulis esai dengan sistematika yang baik, mengolah pengalaman diaspora menjadi kisah reflektif, sekaligus memperkuat gaya bahasa agar menarik dibaca.
Menariknya, luaran dari workshop ini bukan sekadar latihan, tetapi sebuah buku kumpulan esai karya mahasiswa Indonesia di Perth. Dengan begitu, pengalaman diaspora tidak berhenti di ruang diskusi, melainkan terdokumentasi sebagai karya inspiratif yang dapat dibaca khalayak luas.
Program kedua yang tak kalah penting adalah Reverse Academic Culture Shock, dipandu oleh Prof. Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc., Anggiyani Ratnaningtyas Eka Nugraheni, M.Pd., Ph.D., dan Metridewi Primastuti, M.Pd.. Program ini membahas fenomena yang kerap dialami mahasiswa setelah kembali ke Indonesia, yakni kesulitan beradaptasi dengan budaya akademik dan lingkungan kerja yang berbeda dengan luar negeri.
Melalui diskusi interaktif, peserta diajak memahami tantangan tersebut, menyusun strategi adaptasi, dan merancang rencana pengembangan diri. Pendampingan tidak berhenti pada sesi tatap muka, tetapi berlanjut secara daring, sehingga mahasiswa memiliki akses berkelanjutan untuk konsultasi dan penguatan kapasitas diri.
Presiden AIPSSA, Henderi, S.S.T., M.B.A., memberikan apresiasi tinggi atas terselenggaranya kegiatan ini. Menurutnya, kedua program tersebut sangat relevan dengan kebutuhan mahasiswa Indonesia di Australia. “Workshop kepenulisan memberi ruang untuk berkarya, sementara program reverse academic culture shock menyiapkan kami menghadapi realitas saat pulang ke tanah air. Kehadiran UNY sangat tepat waktu,” ujarnya. Peserta pun menyambut kegiatan ini dengan antusias. Mereka menilai program tersebut inspiratif, aplikatif, dan memberikan bekal nyata untuk perjalanan akademik dan profesional mereka.
Melalui kegiatan ini, UNY tidak hanya memperkuat kontribusi nyata bagi mahasiswa diaspora, tetapi juga menegaskan komitmennya dalam mendukung Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi. Dengan berperan aktif di level internasional, UNY semakin dikenal sebagai kampus yang menghadirkan solusi, menghubungkan jaringan global, sekaligus membangun reputasi Indonesia di dunia pendidikan tinggi.
Kegiatan kolaboratif UNY dan AIPSSA ini membuktikan bahwa pengembangan kapasitas akademik tidak mengenal batas geografis. Dari Perth, semangat menulis, berbagi, dan beradaptasi itu tumbuh, menjadi bekal berharga bagi generasi muda Indonesia untuk kembali pulang dengan lebih siap, tangguh, dan berdaya.