Kampus Mengajar yang merupakan salah satu program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka memberi banyak cerita. Salah satunya yang dialami oleh mahasiswa UNY Dhea Putri Ramadhani dengan penempatan di SD NU IX Nadhlatuh Thalabah Jember yang merupakan sekolah dibawah naungan yayasan pondok pesantren. Di sekolah ini antara siswa putra dan putri dipisahkan. Dhea mengajar di kelas 1 setiap hari mulai hari Senin-Sabtu dimana untuk kelas 1 SD sendiri terdapat dua kelas yaitu kelas 1A (Putra) dan kelas 1B (Putri). Mahasiswa prodi pendidikan teknik informatika Fakultas Teknik tersebut mengaku jadwal pembelajarannya tidak pernah bersamaan karena selalu bergantian. Misalnya jam pertama mengajar di kelas 1A maka jam kedua mengajar di kelas 1B. “Dan karena selama satu bulan terakhir ini saya yang mengajar maka saya juga yang membuatkan soal untuk UAS para siswa kelas 1. Soal-soal UAS sesuai dengan materi yang sudah saya sampaikan selama pelajaran” kata Dhea.
Di sekolah ini Dhea juga menghadapi siswa berkebutuhan khusus berjumlah 5-7 orang tapi mereka semua berbeda jenjang kelasnya dan sangat sulit untuk diatur. “Ada satu siswa kelas 1, kemudian 2 siswa kelas 2, dan 3-4 siswa kelas 3” katanya. Untuk siswa kelas 1 kebetulan siswa tersebut siswa terlihat seperti anak yang memiliki gejala sindrom autis jadi sangat susah saat mengajaknya untuk belajar, harus didekati secara pelan-pelan dulu kemudian perlahan di ajak untuk belajar menulis atau menggambar. Selebihnya untuk siswa-siswa yang lain merupakan siswa-siswa yang dikelas lambat dalam belajar, suka tidur saat pelajaran dikelas serta suka ramai sendiri dikelas. Sangat susah mengatur para siswa yang luar biasa ini. Salah satu siswa yang ditanganinya adalah Aab. Siswa kelas 1 ini dari gejalanya terlihat seperti mempunyai sindrom autis. Ini saat Aab mau belajar menggambar kereta seperti kesukaannya, memang pada dasarnya Aab ini sangat susah sekali jika diajak menulis atau menggambar. Cara mengatasi siswa seperti ini menurut Dhea harus diajak interaksi lebih dulu. Setelah itu diberi stimulus dengan memberi buku, diajak secara lisan untuk menulis yang dilakukan berulang kali, kemudian memberi pensil ke siswa. Barulah siswa bereaksi dengan menggambar sesuatu. Mengajar siswa berkebutuhan khusus membutuhkan kefokusan. Oleh karenanya dua siswa lain yang lambat belajar diberi pelajaran sesuai dengan materi yang ada di buku sekaligus menggunakan media pembelajaran berupa power point dan video pembelajaran. Karena hanya dua siswa dan keterbatasan fasilitas karena tidak ada proyektor maka siswa langsung melihat didepan laptop. Mereka senang sekali belajar jika menggunakan media pembelajaran walaupun hanya berupa power point dan video. Karena para guru di ssekolah ini sama sekali tidak ada yang menggunakan media pembelajaran ketika mengajar. Dhea banyak menggunakan media pembelajaran digital seperti power point, video pembelajaran dan game edukasi dan perbedaan semangat belajar siswa itu terlihat sekali. Siswa jadi lebih semangat dan tidak sabar untuk segera belajar, kemudian jadi lebih aktif ketika ditanya.
Selain kegiatan belajar mengajar Dhea juga mengadakan webinar parenting dengan pembahasan mengenai ‘Dukungan Emosional Orang Tua Terhadap Kesuksesan Siswa di Pesantren’ melalui zoom bersama para wali murid dengan pembicara Asti Bhawika Adwitiya, S. Psi. M.A. dosen PGSD Universitas Muhammadiyah Jember. Diangkat pembahasan tersebut karena orang tua sangat perlu memahami pentingnya dukungan emosional mereka untuk anaknya yang sedang menimba ilmu di pesantren. Sekaligus untuk menghapus stigma bahwa jika anaknya melakukan kesalahan atau nakal maka akan dimasukan ke pesantren, seolah-olah masuk ke pesantren adalah hukuman. Padahal seharusnya anak dimasukan ke pesantren untuk menuntut ilmu disana agar menjadi manusia yang lebih baik dan lebih mengenal Tuhannya dengan baik, bukan karena anak tersebut nakal. Sedangkan webinar bagi guru dilaksanakan dengan pembicara Agustiningsih, S.Pd., M.Pd. dosen PGSD Universitas Jember yang mengambil tema ‘Pembelajaran Kreatif dan Inovatif di Masa New Normal’. Webinar ini diselenggarakan karena guru-guru perlu terus belajar agar pembelajaran yang dilaksanakan dikelas itu lebih kreatif dan inovatif. Respon dari wali murid maupun para guru sangat positif terhadap webinar yang diadakan mahasiswa Kampus Mengajar ini. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan pada bidang pendidikan bermutu, kemitraan dan pengentasan kemiskinan. (Dedy)