Mahasiswa UNY Angkat Falsafah Jawa ‘Tutur, Uwur, Sembur’ untuk Penguatan Tata Krama Generasi Alpha

Tim PKM mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta berhasil lolos dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi dengan mengangkat riset berjudul ‘Eksplorasi Internalisasi Falsafah Tutur, Uwur, Sembur dalam Budaya Sekolah Muhammadiyah untuk Penguatan Tata Krama Berbahasa Generasi Alpha’. Riset ini menyoroti pentingnya pendidikan karakter berbasis kearifan lokal bagi Generasi Alpha yang tumbuh di era digital. Mereka adalah Nujumul Laily Zahra (S1 Manajemen Pendidikan), Nurani Dwi Astuti (S1 Manajemen Pendidikan), Fadellia Ardhias Vitantri (S1 PGSD), Taqiya Ahsanu Wibowo (S1 PGSD) dan Safiratul Janah (S1 Pendidikan Bahasa Jawa).

Ketua tim, Nujumul Laily Zahra, menjelaskan bahwa riset ini lahir dari keprihatinan terhadap pergeseran tata krama berbahasa pada anak-anak usia sekolah dasar yang kini akrab dengan teknologi. “Generasi Alpha sangat kreatif, tetapi mereka rentan kehilangan keteladanan dalam berbahasa. Kami ingin menawarkan falsafah Jawa, yaitu Tutur, Uwur, Sembur, sebagai solusi pembentukan karakter melalui budaya sekolah,” ujarnya, Selasa (7/10/25).

Falsafah Tutur, Uwur, Sembur selama ini dikenal dalam budaya Jawa sebagai nasihat orang tua kepada anak. Tutur berarti bimbingan dan nasihat, Uwur dimaknai sebagai kebijakan yang bermanfaat dan teladan nyata, sedangkan Sembur adalah doa atau harapan baik. Ketiga nilai ini, menurut tim peneliti, dapat diintegrasikan ke dalam budaya sekolah Muhammadiyah yang memang menekankan pendidikan karakter dan sopan santun.

Riset ini dilakukan di tiga sekolah dasar Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu SD Muhammadiyah Sapen, SD Muhammadiyah Prambanan, dan SD Muhammadiyah Bodon. Ketiga sekolah tersebut dipilih karena memiliki keunggulan masing-masing dalam pendidikan karakter dan pelestarian budaya.

Tidak hanya mengkaji fenomena sosial, penelitian ini juga diharapkan menghasilkan strategi praktis untuk guru dan kepala sekolah dalam membangun budaya sekolah yang santun, toleran, dan berakar pada nilai-nilai lokal. “Peran guru dan kepala sekolah sangat penting. Mereka tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga teladan yang digugu lan ditiru,” ungkap Nurani Dwi Astuti, salah satu anggota tim.

Sementara itu, Fadellia Ardhias Vitantri menambahkan, riset ini menggunakan pendekatan etnografi sehingga tim akan terjun langsung untuk melakukan observasi, wawancara, hingga dokumentasi. “Kami ingin menangkap praktik nyata penerapan nilai-nilai itu dalam interaksi sehari-hari di sekolah,” jelasnya.

Selain itu, Taqiya Ahsanu Wibowo berperan dalam publikasi konten riset di media sosial agar temuan ini dapat disebarkan secara luas kepada masyarakat. “Kami ingin anak muda juga tahu bahwa falsafah Jawa masih relevan, bahkan untuk menjawab tantangan pendidikan masa kini,” katanya.

Safiratul Janah menekankan bahwa riset ini juga memperkuat literasi budaya Jawa di sekolah dasar. “Bahasa dan budaya Jawa sarat dengan nilai kesantunan yang perlu diwariskan, terutama pada generasi yang lahir di era serba digital,” ungkapnya.

Seorang guru SD Muhammadiyah Prambanan, Taufik, turut memberikan komentar positif terkait riset ini. “Penelitian ini memang perlu karena saat ini anak-anak itu sering kurang tahu tentang tata krama dan dengan perkembangan internet itu, perlu banget ada dampingan dari orang tua di rumah dan guru di sekolah. Nah, falsafah Tutur, Uwur, Sembur ini perlu dikaji lagi untuk saat ini karena belum banyak yang tahu, padahal maknanya sangat berguna buat sekarang,” ujarnya.

Dengan dukungan dosen pendamping dari UNY, tim ini optimistis riset mereka dapat memberi kontribusi nyata dalam bidang pendidikan karakter. Hasil penelitian ditargetkan melahirkan laporan ilmiah, artikel, serta publikasi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan dasar.

Para mahasiswa UNY tersebut berharap riset ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain di Indonesia untuk menginternalisasikan kearifan lokal dalam pendidikan karakter. Dengan begitu, Generasi Alpha bisa tumbuh menjadi generasi yang santun, cerdas, dan tetap berakar pada budaya.

Penulis
Dedy
Editor
Sudaryono
Kategori Humas
Inovasi
IKU 2. Mahasiswa Mendapat Pengalaman di Luar Kampus