Pemandangan tak biasa nan inspiratif terlihat di Kampung Emas Krapyak IX, Seyegan, Sleman, beberapa waktu terakhir. Sekelompok mahasiswa asing dari berbagai negara yang tengah menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) antusias belajar ‘ngarit’ atau memotong rumput untuk pakan ternak. Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian kepada masyarakat yang diinisiasi oleh Kantor Internasional UNY, sebagai upaya memperkenalkan budaya lokal sekaligus membangun kedekatan dengan masyarakat desa.
Kegiatan ini secara langsung mewujudkan semangat ‘UNY Berdampak’, sebuah inisiatif universitas untuk memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat melalui berbagai program tri dharma perguruan tinggi. Melalui pengalaman langsung ini, mahasiswa asing tidak hanya belajar teori di kampus, tetapi juga merasakan langsung kehidupan di pedesaan Indonesia.
Program ini diikuti oleh mahasiswa dari berbagai negara, diantaranya Pakistan, Mesir, Sudan, Mozambik dan Madagaskar. Keberlangsungan program ini juga sejalan dengan visi ‘DiktiSantek Berdampak’ yang diusung oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Inisiatif ini mendorong pendidikan tinggi untuk tidak hanya berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga memastikan bahwa inovasi dan kegiatan akademik memberikan dampak positif dan relevan bagi kehidupan masyarakat luas.
Sekretaris Kantor Internasional UNY, Prof. Anita Triastuti menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa asing tentang kearifan lokal dan kehidupan bermasyarakat di Indonesia, sejalan dengan tujuan ‘UNY Berdampak’. "Melalui program ini, kami ingin mereka tidak hanya mengenal Indonesia dari buku, Kegiatan ini sebagai salah satu bagian dari pengenalan Kampung Emas UNY terhadap mahasiswa internasional, dengan harapan dapat dipraktikkan di negara asal" katanya, Senin (28/7/25).
Kegiatan 'ngarit' ini hanyalah salah satu bentuk kecil dari interaksi mereka dengan masyarakat, yang diharapkan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan memperkuat kontribusi nyata bagi lingkungan sekitar. Pengalaman ngarit ini lebih dari sekadar aktivitas fisik. Ini adalah pelajaran langsung tentang kehidupan pedesaan, kearifan lokal, dan pentingnya gotong royong. Banyak dari mereka yang mungkin baru pertama kali menginjakkan kaki di sawah, apalagi terlibat dalam pekerjaan seberat ini. Mereka belajar tentang jenis-jenis rumput, cara memegang celurit dengan aman, dan bagaimana mengatur irama tubuh agar tidak cepat lelah.
Salah satu peserta, Samiliaqad mengungkapkan kekagumannya. “Ini pengalaman yang benar-benar baru bagi saya. Di negara saya, kami tidak memiliki aktivitas seperti ini,” ujarnya sembari menyeka keringat di dahi. “Senang melihat antusiasme para mahasiswa internasional ini. Mereka tidak sungkan untuk berbaur dan belajar langsung, bahkan bersemangat melakukannya. Semoga kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut dan membawa manfaat bagi semua pihak,” ucap Shesa, mahasiswa UNY yang juga ikut mendampingi mahasiswa internasional turun lapangan.
Kehadiran para mahasiswa asing ini disambut hangat oleh warga Kampung Emas Krapyak IX. Dr. Cipto Budy Handoyo, salah seorang sesepuh kampung yang juga dikenal sebagai tokoh pendidikan dan kesenian setempat, menyampaikan apresiasinya. Beliau menekankan bagaimana kegiatan ini selaras dengan semangat "DiktisanTek Berdampak".
"Saya sangat senang dan bangga melihat semangat adik-adik mahasiswa asing ini. Mereka tidak canggung untuk belajar 'ngarit', padahal ini adalah pekerjaan yang mungkin belum pernah mereka bayangkan sebelumnya," tutur Cipto Budy Handoyo dengan senyum mengembang. "Ini menunjukkan bahwa bahasa kebersamaan dan keinginan untuk belajar itu universal, dan bahwa pendidikan tinggi mampu menghasilkan dampak nyata di lapangan."
Dosen Fakultas Bahasa Seni dan Budaya UNY itu menambahkan bahwa kehadiran mahasiswa asing ini memberikan warna baru bagi Kampung Emas Krapyak IX. "Anak-anak muda kampung jadi termotivasi, dan warga pun merasa senang bisa berbagi ilmu dan pengalaman. Ini adalah wujud nyata dari pengabdian masyarakat yang positif, yang saya lihat sebagai bagian tak terpisahkan dari semangat 'UNY Berdampak' dan 'DiktiSantek Berdampak' yang tengah digaungkan," papar Cipto Budy Handoyo.