Lestarikan Batik, Mahasiswa KKN UNY Ajarkan Membatik Pada Warga

2
min read
A- A+
read

Warga dengan batik karya mereka

Batik merupakan warisan budaya yang telah diakui dunia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pengakuan dari UNESCO bahwa batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi. Batik adalah tekstil dengan ornamen dasar motif batik, ornamen dasar motif batik yang diperoleh secara pencelupan dengan menggunakan lilin batik sebagai perintang. Maka, dapat disimpulkan bahwa batik merupakan seni menghias kain dengan menutup bagian kain guna membentuk corak menggunakan malam panas dengan alat canting sebagai wadah malam batik. Batik ini menarik perhatian mahasiswa KKN UNY di Desa Gedong Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo yang melakukan pelatihan membatik utamanya motif khas Purworejo.

Diah Widiastutik menggagas pelatihan ini karena melihat minimnya kualitas sumber daya manusia di desanya menempuh KKN terutama para ibu. “Harapannya kedepan dapat dikembangkan bahkan dapat menjadi sumber penghasilan bila dikelola dengan serius” kata Diah, Kamis (30/3). Mahasiswa prodi Pendidikan Kriya Fakultas Bahasa Seni dan Budaya tersebut menggandeng PKK setempat untuk memberi pelatihan sejak merancang atau mendesain motif batik, mencanting batik tulis, kuas, dan ciprat, mewarnai batik serta melorod (membersihkan) malam. Keempat tahapan itu dilaksanakan secara berurutan karena terkait dengan proses produksi batik.

Pelatihan diawali dengan paparan tentang tahapan yang harus dilakukan dalam kegiatan membatik berisi langkah-langkah pembuatan batik, mulai dari pengenalan alat dan bahan sampai dengan pembersihan malam (melorod). Lalu pada tahap desain motif batik, Diah memberi arahan tentang contoh-contoh motif batik khas Purworejo ke peserta pelatihan agar peserta bisa melihat dan menirunya, kemudian peserta diminta untuk berkreasi sesuai dengan keinginannya. Selanjutnya peserta dilatih menggambar motif tersebut dalam kertas gambar. Pada kegiatan selanjutnya ialah tahapan memindah pola desain motif di kertas gambar ke permukaan kain (mengemal motif) dengan alat bantu pensil 2B. Pada proses mencanting peserta pelatihan dikenalkan berbagai jenis-jenis canting dan kegunaannya. setelah itu peserta pelatihan diajari bagaimana menggunakan malam, peserta pelatihan juga diajari bagaimana menggunakan canting yang benar agar nyaman digunakan saat mencanting dengan malam. Pada tahapan mewarnai peserta diberi pengenalan bahan pewarna, formula pencampuran bahan pewarna, dan cara pencelupan kain dalam pewarna. Peserta dilatih untuk memberi warna tunggal, atau warna jamak serta pengenalan pewarnaan teknik colet. Pada tahap melorod adalah proses menghilangkan lilin pada batikan yang sudah selesai diwarna. Cara memasukan batikan kedalam air panas (direbus), sambil diangkat kemudian dimasukan lagi, diulang-ulang hingga lilinnya lepas. Kemudian dicuci dengan air bersih sampai lilinya hilang. Apabila masih ada lilin yang menempel, direbus kembali dan di cuci, diulang-ulang sampai bersih. Untuk mempercepat terlepasnya lilin, air untuk merebus dapat ditambahkan tepung tapioka (kanji) atau soda abu. Terakhir yaitu penjemuran batik dimana disarankan tidak kena langsung sinar matahari melainkan hanya dijemur di ruang yang teduh dan diangin-anginkan guna mempertahankan warna agar awet. Hasil pelatihan batik bersama ibu-ibu di Desa Gedong berupa kain batik bermotif batik khas Purworejo seperti batik manggis, durian, kambing ettawa, kue clorot, lanting, dan penari dolalak. Kain batik yang dibuat memiliki ukuran 150 x 75 cm. Kain batik ini bisa dimanfaatkan untuk produk taplak meja ataupun selendang.

Menurut Wakil Ketua KKN UNY Desa Gedong Said Abdurrohman pelatihan ketrampilan membatik bermanfaat untuk menumbuhkan kepercayaan diri warga dalam mengembangkan ketrampilan wirausaha. Keterampilan ini sangat dibutuhkan untuk melatih ibu-ibu mampu bekerja secara mandiri di rumah, disamping itu kegiatan pelatihan membatik juga berfungsi untuk mengenalkan ibu-ibu pada budayanya sendiri yaitu batik, sehingga pada gilirannya mampu menumbuhkan sikap cinta pada budayanya sendiri” tutup Said.

Penulis: Dedy

Editor: Sudaryono

MBKM