Kurangi Ketergantungan Gawai Dengan Permainan Tradisional

1
min read
A- A+
read

Anggota tim

Proses belajar jarak jauh yang diterapkan selama pandemi Covid-19 membuat anak lebih sering terpapar layar gawai seperti komputer, laptop, hingga handphone. Bahaya adiksi gawai mengancam karena gawai semakin lekat dengan kehidupannya. Dibutuhkan penggunaan gawai secara bijak selama pandemi Covid-19 supaya tidak menimbulkan ketergantungan gawai pada anak. Memaksimalkan waktu luang anak dengan aktivitas yang bermanfaat dapat menjadi solusi menghindari adiksi gawai. Salah satunya dengan mengajak anak untuk melakukan permainan tradisional. Permainan tradisional memiliki ciri khas dan keunikannya tersendiri, begitu pula dengan penanaman nilai karakter di dalamnya. Di dalam setiap permainan tradisional terdapat nilai karakter yang muncul. Inilah yang dilakukan sekelompok mahasiswa UNY untuk mengurangi kecanduan gawai anak. Mereka adalah Dwi Agnes Setianingrum, Dian Anggraini dan Akhip Nugroho prodi pendidikan IPA, Furi Ningsih Sri Sukowati prodi pendidikan fisika serta Aerafatma Ahyaun Nisa prodi PGSD yang menginisiasi permainan tradisional Cinaboy-Sulamanda terintegrasi PIPATIC.

Menurut Dwi Agnes Setianingrum dalam setiap permainan tradisional terdapat nilai karakter yang muncul. Cinaboy atau boy-boyan adalah permainan tradisional yang dapat mengembangkan karakter luhur bangsa, seperti kerjasama, kreatif, dan komunikatif” kata Agnes. Sedangkan sulamanda  mampu meningkatkan kemampuan komunikasi, kemampuan menyusun strategi yang baik, melepaskan emosi anak, dan melatih anak belajar berkelompok. Untuk memberikan materi pelatihan Agnes menggunakan metode Whatsapp group, google meet, dan google drive. Dian Anggraini menambahkan, metode PIPATIC yang memakai konsep pelatihan sebagai metode pelaksanaan digunakan untuk menangani permasalahan perilaku dan kognisi agar sesuai dengan apa yang diinginkan. PIPATIC yang terdiri dari 4 fase yaitu motivasi, permainan yang mendidik, terapi personal dan regulasi diri  dapat dilakukan pada anak usia sekolah karena anak usia sekolah sudah mulai bisa berpikir kritis dan logis, serta mulai mengembangkan strategi pemecahan masalah. Pelatihan yang akan dilakukan membantu anak membentuk perspektif dan perilaku anak serta menangani terjadinya ketergantuan gawai sejak dini pada anak usia sekolah” papar Dian. Dalam kegiatan ini tim bekerjasama dengan Forum Anak Berbah.

Akhip Nugroho menjelaskan dalam materi pelatihan yang diberikan pada siswa diantaranya bahaya bermain gawai secara berlebihan, pengenalan permainan tradisional, pengenalan permainan cinaboy dan sulamanda sekaligus nilai pendidikan karakternya dan diskusi kelompok. Menurutnya cinaboy memadukan kerja motorik anak dan mengasah kemampuan membuat strategi tim. “Permainan ini terdiri dari lima hingga sepuluh pemain yang dibagi menjadi dua kelompok dan dilakukan di pelataran yang cukup luas” katanya. Karakter yang didapat dari permainan ini adalah rasa ingin tahu, kerjasama dengan rekan, demokratis, tanggung jawab, disiplin, cinta damai, kreatif, ketekunan, komunikatif. Sedangkan sulamanda dapat melatih kemampuan anak menggerakkan tubuh, kelincahan anak dalam permainan, meningkatkan kemampuan komunikasi, kemampuan menyusun strategi yang baik, melepaskan emosi anak, dan melatih anak belajar dalam kelompok. Kolaborasi yang baik dari permainan tradisional yang memadukan cinaboy dengan sulamanda dapat mengurangi penggunaan gawai yang berlebihan, meningkatkan sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar, serta meningkatkan jiwa sprotifitas nilai-nilai baik lainnya. Diintegrasikan dengan metode PIPATIC berupa pelatihan kontrol diri dalam mengurangi tingkat kecanduan gawai pada anak usia sekolah” tutup Akhip.

Karya ini berhasil meraih dana Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat. Hal ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan pada bidang pendidikan bermutu. (Dedy)