Dosen Fakultas Teknik Membuat Alat Monitoring Sarang Penyu Otomatis

2
min read
A- A+
read

Alat pemantau cuaca

Penyu merupakan reptil yang hidup di laut. Penyu memiliki kemampuan untuk bermigrasi dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra     Pasifik dan Asia Tenggara. Keberadaannya penyu telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung. Satwa ini sensitif terhadap cahaya, suara bising, lingkungan kotor, dan keramaian yang sering mengganggu penyu bertelur. Kerusakan habitat pantai, kematian akibat interaksi dengan aktivitas perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tak memadai, serta perburuan penyu dan telurnya yang tak terkendali merupakan faktor- faktor penyebab penurunan populasi penyu yang disebabkan karena kegiatan manusia. Ancaman dari alam berupa perubahan iklim, penyakit, maupun ancaman hewan pemangsa atau predator.

Pengembangbiakan penyu sangat bergantung pada faktor perubahan iklim dan cuaca. Untuk memantaunya sejumlah dosen Fakultas Teknik merancang alat pemantauan perkembangbiakan penyu. Perangkat yang dikembangkan berupa purwarupa (prototype) perangkat keras sistem sensor yang dapat mendeteksi kondisi suhu dan kelembaban lingkungan (udara dan pasir), serta perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memantau dan mengendalikan suhu dan kelembaban secara jarak jauh melalui aplikasi android maupun web browser berbasis Internet of Think (IoT). Mereka adalah Purno Tri Aji, M.Eng., Muhammad Irfan Luthfi, M.Pd., Muhammad Izzuddin Mahali, M.Cs, Dr. Eko Marpanaji dan dibantu dua mahasiswa Danang Wijaya dan Muhammad Dzulfiqar Amien.

Menurut Purno Tri Aji Perubahan cuaca dingin dapat menghambat proses penetasan telur penyu. Ketika suhu dingin, maka angka kegagalan penetasan telur penyu dapat mencapai 50%. Cuaca dingin membuat banyak telur penyu tidak menetas karena kurangnya panas di sarang telur yang berada di bawah timbunan pasir laut. Selain itu, cuaca dingin akan menghambat waktu pengeraman telur penyu” katanya, Jumat (20/8). Dalam kondisi cuaca normal setara 30 derajat Celcius telur penyu akan menetas setelah 40 hari pengeraman, sedangkan apabila cuaca dingin sekitar 20 derajat Celcius telur penyu akan menetas setelah 55 hari. Musim kemarau basah juga berpengaruh signifikan terhadap penetasan telur penyu pada sarang semi alami di pantai selatan Jawa. Kondisi musim ini mengakibatkan pasir pada sarang semi alami lembab, sehingga embrio telur penyu tidak berkembang dengan baik menjadi tukik bahkan menyebabkan gagal menetas. Selain itu, kondisi pasir yang lembab dapat memicu masuknya organisme lewat pori-pori cangkang telur yang menyebabkan pembusukan pada embrio telur, sehingga telur penyu gagal menetas. Muhammad Irfan Luthfi menambahkan kegiatan konservasi penyu meliputi pemantauan penyu bertelur dan penetasan telur secara alami, penangkaran (mulai dari kegiatan pemindahan telur, penetasan semi alami, pemeliharaan tukik hingga pelepasan tukik), monitoring atau pemantauan penyu (meliputi pemantauan terhadap telur dan sarang telur, tukik dan penyu yang bertelur), penandaan/tagging, penyelamatan penyu di daerah migrasi, patroli penyu, pembinaan habitat (meliputi pembinaan habitat alami dan pembinaan habitat semi alami), dan pengelolaan wisata berbasis penyu.

Kegiatan ini dilaksanakan secara luring sebagai program pengabdian pada masyarakat. Diikuti oleh 10 orang anggota konservasi penyu pantai pelangi, program ini merupakan bentuk hilirisasi hasil penelitian dan pengambangan yang dilakukan oleh tim dosen pengabdi. Diseminasi produk teknologi hasil litbang kepada masyarakat merupakan bentuk pengabdian perguruan tinggi untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat. Pelatihan ini, diharapkan mampu menigkatkan kinerja mitra dalam rangka konservasi penyu di kawasan pantai Pelangi Bantul. Pemaparan materi dengan topik cara kerja, peran, fungsi dan manfaat alat yang disampaikan oleh Muhammad Irfan Luthfi yang menyampaikan  bagaimana alat monitoring sarang penyu otomatis tersebut bekerja dan manfaat apa saja yang akan didapatkan ketika menggunakan alat tersebut. Materi penggunaan alat dan aplikasi android yang disampaikan oleh Muhammad Izzuddin Mahali, yang menyampaikan terkait dengan bagaimana cara instalasi alat dan instalasi aplikasi android serta penggunaan fitur-fitur yang ada. Selain itu juga dijelaskan bagaimana  cara membaca data dari aplikasi android. Kemudian materi terakhir adalah troubleshooting alat yang disampaikan oleh Eko Marpanaji. Pada sesi ini, peserta diberikan tutorial bagaimana langkah-langkah troubleshooting jika alat mengalami masalah atau gangguan. Peserta diberikan contoh praktis ketika alat mati dan bagaimana mengatasinya. Begitu juga pada sisi aplikasi android. Pada akhir kegiatan, tim dosen melakukan monitoring dan evaluasi terkait dengan progress monitoring alat yang sudah terpasang di lokasi. Peserta memberikan feedback terkait dengan hasil pemanfaatan alat dan kendala yang dihadapi selama penggunaan alat. Tim dosen memberikan arahan, masukan dan solusi  terkait  dengan  feedback dari  para  peserta. Para peserta merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan pelatihan ini. (Dedy)