"Do and Don’t": Mahasiswa UNY Kembangkan Game Edukasi Seksual untuk Cegah Kekerasan Sejak Dini

Kekerasan seksual pada anak usia dini kian menjadi perhatian serius. Menjawab tantangan tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melahirkan inovasi edukatif dalam bentuk aplikasi pembelajaran seksual berbasis game bernama “Do and Don’t”. Inovasi ini dirancang untuk menanamkan pemahaman penting tentang batas tubuh dan tindakan pencegahan kekerasan seksual sejak usia sekolah dasar.

Ketua tim pengembang, Suci Rohmawati, mahasiswa PGSD angkatan 2021, terinspirasi membuat platform ini setelah mengamati minimnya pemahaman anak-anak tentang tubuh dan keamanan diri saat mengikuti Program Kampus Mengajar. “Mereka belum tahu bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh, serta bagaimana merespons ketika mengalami kekerasan,” ungkapnya. Bersama lima mahasiswa lintas jurusan—Vina Wijayanti (PGSD), Ardelia Apriliani dan Akmal Maulana Kismoyo (Teknik Informatika), serta Nabila Putri Bilqist (Pendidikan IPS)—tim ini mengajukan inovasi mereka melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Awalnya, “Do and Don’t” hadir dalam bentuk website, namun kini dikembangkan menjadi aplikasi. Materi disajikan secara visual dan interaktif: anak-anak belajar mengenali bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh, menjaga kebersihan diri, serta memahami langkah-langkah menghadapi situasi tidak aman. Setelah materi, pengguna diajak bermain kuis bergambar untuk menguji pemahaman mereka dalam format menyenangkan.

Tak hanya aplikasi, tim ini juga menyusun modul cetak berbahasa ringan dan visual, yang dapat dimanfaatkan guru sebagai panduan pembelajaran maupun siswa sebagai bahan bacaan mandiri. Meskipun belum tersedia di Playstore, aplikasi ini sudah diujicobakan di beberapa sekolah dasar, seperti SD Al-Azhar dan SD Bumijo, serta digunakan oleh mahasiswa KKN dan PPL di berbagai wilayah, termasuk Gunungkidul. Respons siswa sangat positif. “Anak-anak merasa seperti bermain, padahal mereka sedang belajar hal penting tentang menjaga diri,” tutur Suci.

Namun, pengembangan platform ini tidak lepas dari tantangan. Secara teknis, pemrograman aplikasi membutuhkan ketelitian tinggi. Distribusi aplikasi yang masih berupa file software, serta keterbatasan akses gawai di beberapa sekolah juga menjadi kendala. Uji coba kerap dilakukan secara berkelompok agar tetap bisa menjangkau siswa dengan fasilitas terbatas. Meski begitu, pendekatan berbasis game terbukti ampuh. “Materi sensitif bisa diterima anak-anak dengan cara yang lebih ringan dan tidak menakutkan,” tambahnya.

Inovasi ini menggarisbawahi pentingnya pendidikan seksual yang sehat dan sesuai usia sebagai kebutuhan mendesak, bukan lagi wacana. Dengan pendekatan yang tepat, edukasi ini bukan hanya membentengi anak dari risiko kekerasan, tetapi juga membentuk budaya saling menghargai dan empati sejak dini.

Suci dan timnya berharap, inisiatif mereka bisa terus berkembang dan didukung oleh berbagai pihak, mulai dari pendidik, orang tua, sekolah, hingga pemerintah, agar semakin banyak anak yang terlindungi dan siap menjaga dirinya sendiri di era yang semakin kompleks ini.

Penulis
Adla Aliya, Nazwa Shesaria Hazahra
Editor
Dedy
Kategori Humas
IKU 2. Mahasiswa Mendapat Pengalaman di Luar Kampus