QUARTER LIFE CRISIS: DILEMA PROBLEMATIKA KAUM MUDA

Diskusi Quarter Life Crisis yang diadakan LPM Ekspresi di Museum Pendidikan Indonesia (MPI)

Generasi milenial dan Z merasakan problem hidup dan krisis personal lebih intens daripada generasi-generasi sebelumnya, seperti generasi Y dan Baby Boomers. Krisis emosional yang terbentang, mulai dari kesedihan, terisolasi, ketidakcukupan, keraguan terhadap diri, kecemasan, tak termotivasi, kebingungan, serta ketakutan akan kegagalan biasanya kerap merongrong hidup anak muda.

Lazimnya, hal ini dipicu permasalahan finansial, relasi, karier, dan problem keluarga. Para anak muda amat rentan dengan perasaan cemas dan kebingungan akan masa depan.

Hal ini disampaikan oleh Rahmatika Kurnia Romadhani, dosen Jurusan Psikologi UNY dalam diskusi Quarter Life Crisis yang diadakan LPM Ekspresi di Museum Pendidikan Indonesia (MPI), Kamis (30/1/2020).

Rahmatika menyoroti akar psikologis, muasal dari terma quarter life crisis yang terjadi pada anak muda usia awal 20-an hingga 30-an. Permasalahan ini dipicu kian kuat dengan keberadaan media sosial yang menjadi pegangan sehari-hari anak muda. Masalah emosional seperti rendah diri, FOMO (Fear of Missing Out), hingga gangguan kecemasan melingkupi anak muda disebabkan media sosial.

Sebagai solusi praktis atas hal tersebut, Rahmatika menyatakan optimisme atas hal tersebut. "Nikmati saja prosesnya. Biar bagaimanapun, kita yang bertanggung jawab atas hidup kita. Lagi pula, krisis tidak selamanya buruk. Pastinya juga akan berlalu."

Selain Rahmatika, pembicara kedua dari diskusi ini adalah Dian Mufitasari, psikolog dari Universitas Gadjah Mada yang membahas mengenai karakteristik dan pangkal kecemasan yang dimenyebabkan lahirnya quarter life crisis pada anak muda.

"Anak generasi milenial memiliki tingkat prefeksionisme tinggi, mencakup perfeksi terhadap diri sendiri, perfeksi kepada orang lain, dan terakhir perfeksi terhadap lingkungan sosialnya," ujar Dian.

Diskusi Quarter Life Crisis ini merupakan salah satu rangkaian acara Festival Literasi Kesehatan Mental (FLKM), terdiri dari pameran arsip, screening film, pertunjukan seni, hingga komedi tunggal. (Muhammad Abdul Hadi/JK)