Kasus luka bakar wajar terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti terkena percikan minyak, knalpot sepeda motor hingga setrika. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat menyebabkan luka bakar dan kasus yang banyak dialami yaitu luka bakar golongan derajat I (superficial partial-thickness) atau luka bakar derajat II (deep partial-thickness). Pengobatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat untuk mengobati inflamasi yaitu dengan mengonsumsi obat seperti obat anti inflamasi nonsteroid contohnya paracetamol, aspirin, antalgin, dan ibuprofen. Selain obat non-steroid obat yang mengandung steroid yakni obat anti inflamasi steroid seperti Dexamethason. Namun, nyatanya obat ini memiliki efek samping, yaitu kecenderungan menginduksi ulser lambung atau usus yang terkadang disertai dengan anemia akibat kehilangan darah. Hal ini sama dengan penggunaan obat steroid yang juga tidak terlepas dari efek samping, seperti hiperglikemia, osteoporosis, dan hipertensi. Oleh karena itu, dibutuhkan pengobatan alternatif untuk melawan dan mengendalikan rasa nyeri serta peradangan dengan efek samping yang relatif lebih kecil. Dari sini mahasiswa Fakultas MIPA UNY berkreasi membuat obat untuk luka bakar dari bahan alami yaitu daun salam (Sygyzium polyanthum). Mereka adalah Benedicta Ivana Gamellia dan Ariftania Madrin prodi Pendidikan Biologi dan Derifasay Salsabilla prodi Kimia.
Menurut Benedicta Ivana Gamellia daun salam mengandung minyak atsiri (salamol dan eugenol), flavonoid (quercetin, quercitrin, myrcetindan myrcitrin), fenol, steroid, sitral, lakton, saponin, tannin, alkaloid. Efek farmakologis pada senyawa flavonoid berperan dalam proses penyembuhan luka seperti antibakteri, antimikroba, antiinflamasi, antibiotik, dan melindungi pembuluh darah. “Daun salam dapat diolah menjadi sediaan dalam bentuk cream” ungkap Ivana. Penggunaan cream sangat mudah dan praktis sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai alternatif pengobatan selain mengkonsumsi obat oral. Ariftania Madrin menambahkan krim daun salam ini digunakan untuk penyembuhan anti-inflamasi berupa luka bakar ringan seperti luka bakar derajat I dan II. Luka bakar derajat I yaitu kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial). Ciri luka bakar ini yaitu adanya sedikit edema, kulit mengalami hiperemik berupa eritema, tanpa ditemukan adanya bula, dan efek rasa nyeri akibat iritasi ujung saraf sensoris. Pada hari keempat setelah paparan biasanya terjadi pengelupasan kulit. Sedangkan luka bakar derajat II adalah kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagian lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula pembentukan luka, dan nyeri karena pada ujung saraf sensorik mengalami iritasi. Dasar luka berwarna kemerah hingga pucat. “Waktu penyembuhan spontan yang diperlukan sekitar 10-14 hari” katanya.
Derifasay Salsabilla menjelaskan bahan yang digunakan dalam pembuatan cream luka bakar dari daun salam ini adalah adeps lanea, aquades, asam stearat, daun salam kering, etanol 95%, eter, HCL 37%, nipagin, nipasol, paraffin liquidum, triethanolamine, dan virgin coconut oil. Kemudian daun salam dicuci menggunakan air, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan tidak terpapar sinar matahari langsung. “Daun salam yang sudah kering kemudian diserbukkan menggunakan grinder dan disimpan dalam wadah tertutup” paparnya. Serbuk daun salam lalu diekstraksi menggunakan metode maserasi. Langkah berikutnya dibuatlah cream-nya dengan cara membuat campuran dari fase lemak dan fase air. Fase lemak terdiri dari asam stearat, paraffin liquid, virgin coconut oil, dan adeps lanae masing-masing sebanyak 181,25 gr, 62,5 ml, 250 ml dan 37,5 gr dan dicampurkan ke dalam beaker glass. Kemudian memanaskan beaker kedalam water bath dengan suhu 600C -700C hingga semua bahan menjadi leleh atau lebur. Sedangkan fase air diawali dengan menuangkan aquadest sebanyak 250 ml ke dalam dalam beaker glass, kemudian menambahkan triethanolamine sebanyak 3,75 ml kemudian campuran bahan dipanaskan dengan water bath pada suhu 600C -700C. Campurkan secara perlahan fase air ke dalam fase minyak secara perlahan, kemudian tambahkan nipasol dan nipagin lalu diaduk hingga homogen. Basic cream tersebut kemudian dicampurkan dengan ekstrak daun salam.
Menurut hipotesis anggota kelompok, hasil paling efektif untuk mengobati luka bakar adalah pada cream dengan konsentrasi ekstrak daun salam tertinggi yaitu 15%. Karya ini berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta tahun 2020. (Dedy)