MAHASISWA FMIPA UNY TELITI SALEP DARI DAUN WARU

Infeksi merupakan keadaan dimana mikroorganisme seperti bakteri masuk ke dalam tubuh seperti permukaan kulit dan bersifat membahayakan. Salah satu infeksi yang sering terjadi pada luka seseorang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Biasanya ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Biasanya seseorang secara spontan menanganinya dengan obat kimia. Namun saat ini mereka mulai beralih mencari pengobatan tradisional dengan dalih bahayanya obat kimia apabila digunakan secara terus menerus. Dengan adanya kesadaran dari para masyarakat tentang dampak negatif obat dari berbagai bahan kimia, mereka mulai kembali ke pengobatan dengan menggunakan obat tradisional yang tidak merugikan bagi tubuh. Untuk menghambat pertumbuhan penyakit oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat menggunakan salep dari daun waru (Hibiscus tiliaceus). Inilah yang diteliti oleh mahasiswa program studi Biologi Fakultas MIPA UNY. Mereka adalah Dwi Rahmawati, Aulia Eka Rahayu dan Titi Ari Wulandari.

Menurut Dwi Rahmawati proses penyembuhan luka-luka dapat dipercepat dengan senyawa memiliki sifat anti-inflamasi. “Senyawa anti-inflamasi ini diantaranya terkandung pada daun waru” kata Dwi. Daun waru mempunyai senyawa metabolit sekunder saponin, flavonoid dan lima senyawa fenol yang termasuk dalam senyawa anti-inflamasi. Saponin ini mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk menyembuhakan luka terbuka, sedangkan tanin dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptik dan obat luka bakar. Flavonoid dan polifenol mempunyai aktivitas sebagai antiseptik. Ada beberapa penyakit yang bisa disembuhkan oleh daun waru,  diantaranya adalah penyakit batuk serta demam. Aulia Eka Rahayu menambahkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui besarnya konsentrasi salep daun waru (Hibiscus tiliaceus)  untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan mengetahui pengaruh salep daun waru (Hibiscus tiliaceus) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.

Titi Ari Wulandari menjelaskan, penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Organik dan Laboratorium Analitik FMIPA UNY. Bahan yang dibutuhkan adalah daun Waru (Hibiscus tiliaceus), bakteri uji Staphylococcus aureus, aquades steril, etanol 96%, tablet Ciprofloxacin 500 mg, Nutrient Agar (Oxoid), H2SO4 0,36N, BaCl2. 2H2O 1,175%, NaCl 0,9%, adeps lanae, vaselin album dan trietanolamine (TEA). Sedangkan alat yang digunakan adalah tabung Erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, penangas air, blender, ayakan mesh 200, kaca arloji, timbangan analitik, labu ekstraksi, batang pengaduk, stirrer, cawan petri, rotary evaporator, jarum ose, pinset, incubator, laminar air flow, termometer, pencadang, autoklaf, mikro pipet, mistar berskala Kertas Saring no. 1, kertas   label, aluminium  foil dan alat fotografi. Langkah pertama adalah membuat ekstrak daun waru. Setelah itu dibuat mikroemulsi yang terdiri dari ekstrak daun waru, adeps lanae, vaselin album, m.f.salep, TEA dan aquades. Sediaan salep yang akan dibuat dalam penelitian ini memiliki konsentrasi ekstrak daun waru yang berbeda-beda, yaitu 13% dan 26% untuk 2 kali pemakaian dalam sehari selama 7 hari pengamatan.Ekstrak daun waru dicampur dengan bahan lain sampai tercampur rata didalam beaker glass dengan menggunakan magnetic stirrer pada suhu 30-35±2°C, kemudian dicampurkan dengan bahan lain. Setelah itu, ditambahkan aquades sampai volume yang dikehendaki, kemudian tambahkan TEA tetes demi tetes sambil diaduk perlahan sampai terbentuk gel yang jernih.Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi ekstrak daun waru harus lebih banyak dibandingkan dengan bahan-bahan pendukung sehingga salep daun waru lebih maksimal. Karya ini berhasil meraih dana penelitian dari Fakultas MIPA UNY. (Dedy)