Indonesia menduduki peringkat 3 besar sebagai negara penghasil ikan terbesar di dunia, setalah cina, dan india. Namun Balitbang Kementrian Kelauatan dan Perikanan menjelaskan bahwa konsumsi ikan perkapita di Indonesia baru mencapai 25,77 Kg. Angka ini tergolong cukup rendah jika dibandingkan dengan negara lain, dimana salah satu penyebab rendahnya konsumsi ikan adalah harganya yang masih cukup tinggi. Harga tinggi ini karena kurang efisiennya teknologi dan motode budidaya ikan air tawar yang saat ini digunakan. Selama ini sebagian besar budidaya perikanan di Indonesia masih menggunakan metode tradisional, dimana metode tersebut memiliki beberapa kelemahan, diantaranya ketergantungan pada kemampuan pembudidaya, apabila pembudidaya tidak memiliki kemampuan yang memadai kemungkinan untuk gagal panen akan meningkat, selain itu metode budidaya tradisonal akan sangat bergantung pada kondisi cuaca dan lingkungan. Selain itu kualitas air juga menjadi faktor penentu kesuksesan dalam sebuah budidaya ikan air tawar. Perlu ada terobosan yang dapat membuat proses pengelolaan budidaya ikan air tawar menjadi lebih efektif sehingga permasalahan terkait pengelolaan dapat teratasi dengan baik. Teknologi yang ada sekarang ini, baru tersedia semacam pemberi makan otomatis, atau water system. Namun, alat tersebut terpisah sehingga efisiensi berjalan tidak maksimal. Oleh karena itu, sekelompok mahasiswa UNY melakukan inovasi pengembangan produk alat pengelolaan kolam budidaya ikan air tawar terintegrasi Internet of Things (IoT) yang lebih kokoh dan efisien. Mereka adalah Danang Pradana prodi pendidikan sosiologi FIS, Qurotunnisa Nur Aini prodi teknologi pendidikan FIP dan Luthfan Ihtisyamuddin prodi pendidikan teknik informatika FT.
Menurut Danang Pradana mereka merancang alat yang berfungsi untuk mengefisienkan pengelolaan budidaya ikan air tawar secara otomatis yang disebut Ocula. “Ocula memiliki dua fungsi utama yakni manajemen kelola air kolam dan manajemen pakan ikan secara otomatis. Untuk fitur water system, Ocula dilengkapi dengan aerator yang terdiri dari 4 sensor, yakni sensor oksigen, suhu, Ph, dan kekeruhan air” kata Danang Pradana, Rabu (29/6) di UNY. Semua sensor tersebut memungkinkan pengguna dapat membaca kondisi air kolam dan melakukan aksi secara otomatis melalui pengendali jara jauh yang terintegrasi Internet of Things. Selain itu, fitur ini juga dilengkapi dengan pengaturan debit air yang juga memungkinkan untuk pengguna Ocula melalukan automatic reaction ketika terjadi perubahan debit air. Sedangkan untuk manajemen pakan, Ocula memudahkan pengguna atau pembudidaya untuk mengatur baik posisi pemberian pakan, jarak pelontaran pakan, volume pakan yang disesuaikan dengan umur ikan dan juga jadwal pemberian pakan. Qurotunnisa Nur Aini menambahkan, sistem yang dikembangkan untuk produk Ocula berbasis micro controller yang di integrasikan dengan Internet of Things yang dapat dikendalikan secara jarak jauh. Hal ini bertujuan untuk lebih mengefisienkan pengelolaan budidaya air tawar sehingga produktifitas dapat optimal tanpa harus dilakukan pengecekan dan perwatan secara manual. Ocula dapat dikendalikan jarak jauh melalui aplikasi Ocula Assistant. Aplikasi ini juga dapat memberikan report selama 1 bulan setelah pemakaian. Dengan adanya report bulanan pengguna dapat memantau naik turunnya kondisi air dan dapat dilakukan analisis penyebab dan solusinya. Sistem akan membaca kondisi dikolam untuk selanjutnya mengirimkan data kondisi kolam berbentuk notifikasi kepada pengguna.
Luthfan Ihtisyamuddin memaparkan, keunggulan produk ini adalah yang pertama terdapat pada sistem detektor kondisi air yang dapat dipantau secara jarak jauh melalui Internet of Things. “Kedua, setelah identifikasi kondisi maka Ocula dapat menyesuaikan kondisi kolam sesuai dengan kebutuhan ikan” katanya. Alat detektor air kolam ini dirancang dengan gabungan 4 sensor yaitu sensor suhu, pH, kadar oksigen, dan kekeruhan air. Dalam pengaplikasiannya, keempat sensor ini dapat dilakukan kalibrasi sesuai dengan jenis ikan yang akan dibudidayakan melalui smartphone dan dapat di setting apakah akan dilakukan penanganan secara otomatis atau manual saat kondisi air di bawah atau di atas standarasi yang ditetapkan sebelumnya. 4 Sensor tersebut digabungkan dengan aerator yang di desain khusus sehingga lebih efisien dalam penataan tempatnya. Aerator ini juga dapat mengendalikan pH air kolam dengan cara menambahkan senyawa kimia alami ke dalam kolam. Aerator ini juga dapat mengendalikan suhu. Apabila suhu di atas atau di bawah standarisasi yang sudah ditetapkan maka suhu akan dikendalikan secara otomatis.
Karya ini berhasil meraih pendanaan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi melalui Program Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) Perguruan Tinggi sebagai upaya untuk menumbuhkembangkan calon wirausaha inovatif dari Perguruan Tinggi. (Dedy)