Orang dan teknologi saling berhubungan erat. Ketika saya ke Indonesia melihat halte bus di sana, kita bisa melihat banyak hubungan antara manusia dan Teknologi. Begitu juga dengan ponsel. Di Australia dan Indonesia pengguna internet sangat besar. Banyak orang mengakses informasi, mengakses facebook, youtube dll. Hal ini memberikan ide tentang teknologi yang menjadi gagasan dan komponen dari kerangka kerja Technological Pedagogical and Content Knowledge (TPACK)
Demikian disampaikan Prof. Michael Philips, Associate Professor of Digital Transformation Monash University Australia pada acara The 5th International Seminar of Innovation in Mathematics and Mathematics Education (5th ISIMMED), The 7th International Seminar on Science Education (7th ISSE)
Universitas Negeri Yogyakarta, yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY pada Jumat-Sabtu, 19-20/11/21 secara daring. Pembicara lain pada seminar tersebut yaitu Prof. Dr. Niwat Srisawasdi dari Khon Kaen University Thailand, Prof. Dr. Sugiman dari UNY, Prof. Dr. Anna Permanasari dari UPI Bandung.
Lebih lanjut dikatakan, kesamaan tidak hanya berakhir disana antara Australia dan Indonesia ketika kita mulai benar-benar melihat, misalnya, apa yang dilakukan orang diponsel cerdas mereka, 89 persen pengguna internet seluler mengakses internet dari ponsel cerdas mereka di Indonesia. Itu bahkan lebih tinggi, hampir 90,87% orang mengakses internet melalui smartphone mereka.
Ketika kita berpikir tentang apa yang mereka lakukan, saya ingin orang-orang benar-benar mulai berpikir untuk menggunakan Facebook untuk memulai pengguna aktif bulanan. Platform yang satu ini tidak pernah berhenti membuat saya takjub, setiap 60 detik lebih dari setengah juta komentar diposting. Jadi berapa banyak informasi yang masuk. Begitu juga dengan youtube yang setiap menit 300 jam video diunggah.
“Dalam hal teknologi, pelajar Indonesia adalah salah satu pengguna teknologi tertinggi di dunia dan itu membuat banyak orang berbicara tentang gagasan penggunaan teknologi yang canggih ketika kita mulai memikirkan tentang menggunakan Teknologi dengan benar-benar efektif”, tambahnya.
Sementara itu Prof. Niwat Srisawasdi dalam paparannya menjelaskan, kesulitan belajar adalah tentang abstraksi komunitas ilmiah. Selain itu juga kompleksnya konsep IPA menjadi kendala. Selama bertahun-tahun yang lalu, ketika mengajar tentang abstraksi, sebagian besar guru di Thailand ingin menjelaskan kompleksitas fenomena tanda bagi siswa dan mereka memilih untuk menggunakan Hands-On laboratory untuk mengatasi kompleksitas itu. Namun, cara mereka belajar, akan menjadi pasif.
“Untuk mengubah kelas, kita berpikir bagaimana bisa memilih teknologi untuk mendukung kualitas ilmu pengetahuan. Anda mungkin berpikir tentang teknologi visualisasi yang dapat menyederhanakan abstraksi, atau kita mungkin berpikir tentang teknologi yang dapat dipakai untuk mendukung Anda belajar dengan tenang dan bermakna”, tegasnya. (witono)