Dari Gap Year hingga Juara Debat Dunia, Dhiva Angger Buktikan Ketekunan Tak Pernah Sia-Sia

Tidak semua perjalanan menuju kampus dimulai dengan langkah yang mudah. Bagi Dhiva Angger Sakhena, mahasiswa asal Sukorejo, Tugu, Trenggalek, jalan menuju Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) justru dimulai dari masa penantian dan perjuangan panjang. Setelah gagal pada percobaan pertama masuk perguruan tinggi, Dhiva memutuskan mengambil gap year selama satu tahun. Namun masa itu tidak ia isi dengan kesedihan, melainkan dengan dedikasi sosial. Ia mengajar bahasa Inggris bagi anak-anak di desanya — inisiatif yang ia rancang sendiri sebagai wujud tanggung jawab dan pengabdian kepada masyarakat.

Ketika akhirnya diterima di Program Studi Administrasi Publik FISIP UNY melalui jalur SBMPTN, Dhiva datang bukan sekadar sebagai mahasiswa baru, tapi sebagai pribadi yang lebih matang dan siap berjuang. Ia membawa semangat kemandirian dan kepercayaan diri yang kemudian menjadi bahan bakar untuk setiap langkahnya di dunia akademik dan organisasi. “Saya percaya diri saya lebih kompeten daripada rintangan yang saya hadapi,” ujarnya tegas.

Prinsip tersebut terbukti ketika Dhiva menyeimbangkan kesibukan kuliah dengan berbagai aktivitas organisasi dan kompetisi. Ia aktif di English Debating Society UNY hingga dipercaya menjadi presidennya, dan juga berperan sebagai Administrator Jogja Debating Forum — wadah komunitas debat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari latihan-latihan debat di ruang kecil kampus, Dhiva melangkah hingga ke panggung dunia dengan menjadi delegasi World Universities Debating Championship 2022.

Di balik prestasinya yang cemerlang, Dhiva sempat menghadapi masa sulit karena minimnya dukungan di awal perjalanan akademiknya. Namun alih-alih menyerah, ia justru menguatkan motivasi dari dalam dirinya. “Dukungan terbaik adalah percaya pada diri sendiri bahwa saya bisa,” katanya. Keyakinan itu terus tumbuh seiring dengan dukungan teman-teman dan bimbingan dari dosen UNY. Ia mengakui, lingkungan kampus yang suportif memberikan ruang besar bagi mahasiswa untuk berkembang melalui pelatihan, kompetisi, dan kolaborasi.

Kunci keberhasilan Dhiva juga terletak pada cara pandangnya terhadap belajar. Ia tidak menganggapnya sebagai kewajiban, melainkan kebutuhan. “Kalau sudah suka belajar, kegiatan simple pun bisa jadi aktivitas informatif dan analitis,” ujarnya sambil tersenyum. Ia percaya bahwa ilmu bisa datang dari mana saja — bahkan dari hal-hal sederhana seperti membaca meme di media sosial.

Kini, setelah melewati perjalanan panjang penuh tantangan, Dhiva menutup masa studinya dengan kebanggaan luar biasa. Dalam wisuda periode Oktober 2025 di Auditorium UNY, ia dinobatkan sebagai lulusan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi jenjang sarjana, yakni 3,97. Sebuah pencapaian yang menjadi puncak dari dedikasi, disiplin, dan semangat pantang menyerah yang ia pegang teguh sejak awal.

Setelah wisuda, alumni SMA Negeri 1 Tenggarong, Kalimantan Timur itu berencana untuk bekerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Ia menutup perjalanannya di kampus dengan pesan sederhana namun bermakna: selama ada kesempatan, lakukan hal positif apa pun yang kalian inginkan. Jangan batasi diri. Berdedikasilah, agar hasilnya tak pernah membuat kita menyesal.

Dhiva Angger Sakhena bukan sekadar lulusan berprestasi — ia adalah simbol perjuangan dan bukti bahwa tekad yang kuat akan selalu menemukan jalannya menuju keberhasilan.

Penulis
Dhiva
Editor
Dedy
Kategori Humas
IKU 1. Lulusan Mendapat Pekerjaan yang Layak