Masyarakat Indonesia tidak asing dengan penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri yang juga paling sering menimbulkan diare adalah Escherichia coli. Komplikasi yang timbul dari infeksi kulit dan jaringan lunak karena Staphylococcus aureus merupakan masalah klinis yang utama. Hal ini dikarenakan tingginya kejadian infeksi dan munculnya strain kuman resisten antibiotik secara luas. Oleh karenanya diperlukan sabun antibakteri untuk untuk mencegah penyakit yang disebabkan olehnya. Antibakteri merupakan zat yang dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Permasalahannya, badan pengawas obat dan makanan Food and Drug Administration (FDA) telah melarang peredaran sabun antibakteri. Hal ini karena pada bahan sabun tertentu terdapat zat yang terbukti tidak aman dan tidak efektif untuk penggunaan jangka panjang. Bahan kimia yang paling sering digunakan yaitu triclosan dan triclocarban. Salah satu cara menghindari efek samping yang ditimbulkan oleh triclocarban adalah penggunaan antibakteri dari bahan alam sebagai alternatif pengganti triclocarban. Salah satunya adalah senyawa saponin yang dapat diperoleh dari alam dan mempunyai efek antibakteri. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antibakteri adalah jarak pagar (Jatropha curcas Linn). Tanaman jarak pagar merupakan tanaman herbal yang memiliki aktivitas antibakteri karena mengandung flavonoid, saponin, dan tanin. Dari sinilah sekelompok mahasiswa jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNY menggagas pembuatan sabut antibakteri alami berbahan dasar jarak pagar dan minyak goreng. Mereka adalah Asmi Aris, Ilyas Gistiana dan Hafiizhoh Hanafia.
Menurut Asmi Aris penggunaan minyak goreng telah menjadi kebutuhan pokok dalam pengolahan bahan pangan. ”Kandungan asam lemak bebas yang cukup tinggi pada minyak dapat diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan menggunakan larutan alkali” papar Asmi. Limbah minyak goreng yang telah digunakan juga cukup berlimpah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun antibakteri. Ilyas Gistiana menambahkan bahwa pembuatan sabun ini melalui tiga tahap yaitu pembersihan minyak goreng bekas, pembuatan ekstraksi jarak pagar dan pembuatan sabun aktibakteri. Tahap pertama, minyak goreng bekas dibersihkan dari bahan pengotor sisa penggorengan menggunakan kertas saring. Sampel minyak ditambahkan adsorben sebanyak 7,5% berat minyak dan diaduk selama 30 menit dan didiamkan selama 72 jam. Minyak goreng disaring kembali untuk dipisahkan dari adsorben. Untuk esktraksi, daun jarak dicuci dan dikeringkan dibawah sinar matahari, kemudian daun yang telah kering digiling hingga berbentuk serbuk. Serbuk sebanyak 500 gr direndam dalam etanol 95 %. Sampel direndam selama 3x24 jam dan diaduk setiap 24 jam satu kali. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 70oC dengan kecepatan 100 rpm. Langkah terakhir pembuatan sabun. Minyak goreng sebanyak 60 gr dipanaskan pada suhu 40oC. Ditambahkan larutan NaOH 30% sebanyak 30 ml dan diaduk selama 20 menit. Kedalam adonan ditambahkan 10 ml gliserin, 1 ml minyak esensial, dan ekstrak daun jarak pagar dengan konsentrasi yang telah ditentukan dalam akuades 50 ml. Adonan didinginkan dan dicetak.
Hafiizhoh Hanafia menjelaskan bahwa sabun yang dihasilkan merupakan jenis sabun padat yang diperuntukkan sebagai sabun cuci tangan. Ekstrak daun jarak yang ditambahkan memberikan efek anti bakteri sehingga sabun ini baik digunakan untuk menunjang kebersihan dan kesehatan. “Kelayakan sabun diuji berdasarkan SNI 06-3532-1994 untuk mengetahui karakter fisik dan kimia sabun sehingga aman untuk digunakan” paparnya. Sabun ini diuji dengan uji fitokimia, organoleptik, kadar air, derajat keasaman, kadar alkali bebas, penentuan jumlah busa dan anti bakteri. Hasil uji fitokimia menunjukkan pada sampel mengalami perubahan warna menjadi hijau kebiruan, hal tersebut menunjukkan adanya senyawa fenol. Perubahan warna larutan menjadi warna merah jingga menunjukan adanya flavonoid. Timbulnya warna hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa tanin. Pada uji saponin dapat diamati bahwa terbentuk buih dan tidak hilang selama 10 menit 1-10 cm yang menunjukkan adanya saponin. Aktivitas anti bakteri dari sabun yang dihasilkan diuji pada bakteri Staphylococus aureus dan Escherichia coli dengan cara mengukur zona bening. Zona bening menunjukkan bahwa bakteri tidak dapat tumbuh pada zona tersebut yang mengindikasikan interpensi dari aktivitas sabun yang diuji.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sabun antibakteri daun jarak pagar positif memiliki aktivitas anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus dan Escherichia coli. Senyawa aktif pada ektrak daun jarak dapat membentuk sebuah kompleks ireversibel dengan steroid dalam dinding sel. Kompleks yang terbentuk tersebut akan mengakibatkan rusaknya membran sel, sehingga bakteri tidak dapat tumbuh. (Dedy)