PENGUKUHAN GURU BESAR BIDANG ILMU KIMIA POLIMER

PENGUKUHAN GURU BESAR BIDANG ILMU KIMIA POLIMER

Kimia berperan dalam pemrosesan berbagai jenis bahan dan degradasi bahan oleh lingkungan secara alamiah dan nonalamiah. Pemrosesan bahan polimer dapat berupa sintesis bahan baru, poliblending, maupun modifikasi sehingga sifatnya lebih unggul dan berkualitas. Contoh sintesis adalah mengubah lignin, selulosa, polisakarida, dan minyak nabati menjadi poliuretan; contoh poliblending adalah pencampuran polietilena-pati untuk mendapatkan bahan yang dapat didegradasi. Modifikasi struktur, misalnya asetilasi selulosa menjadi bahan membran, modifikasi sekresi kutu lak sebagai bahan matriks. Penggunaan polimer akan semakin meningkat di masa mendatang mengingat keunggulannya dan pemakaiannya cukup praktis. Namun, kebanyakan polimer yang dijumpai di lingkungan merupakan polimer yang sukar diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di alam. Dengan demikian pengembangan polimer ramah lingkungan merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi. Demikian dikatakan Prof. Dr. Eli Rohaeti, M.Si. dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Kimia Polimer pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. Pidato berjudul “Pengembangan Material Polimer Berbasis Sumber Daya Alam Lokal untuk Mendukung Perkembangan Kimia Polimer Ramah Lingkungan” itu dibacakan dihadapan rapat terbuka Senat di Auditorium UNY, Sabtu (25/7). Eli Rohaeti adalah guru besar UNY ke-156.

Wanita kelahiran Garut, 29 Desember 1969 tersebut mengatakan, kebanyakan polimer sintetis yang digunakan masa kini adalah polimer yang disintesis dari  bahan petrokimia.  “Sekitar 270  juta ton minyak dan gas setiap tahun di dunia digunakan untuk sintesis bahan polimer” papar Eli. Dengan demikian minyak bumi diperkirakan akan habis, begitu pula dengan gas alam dan batu bara. Pengaruh berkurangnya bahan bakar tersebut terhadap ekonomi akan terasa lebih awal, seperti sudah mulai dirasakan saat ini. Atas dasar hal tersebut, para ilmuwan mulai sekarang meneliti bahan tanaman sebagai pengganti minyak bumi untuk bahan bakar maupun untuk bahan mentah dalam pembuatan polimer. Mengapa dipilih tanaman? Hal ini karena tanaman merupakan bahan yang dapat diperbaharui dan dapat terdegradasi.

Doktor bidang Kimia di ITB tersebut memaparkan, karet alam sebagai bahan mentah diekspor, tetapi berbagai komponen berbasis karet diimpor dan hanya ban kendaraan yang diproduksi dalam negeri. Selulosa merupakan bahan sandang yang nyaman dipakai, tetapi 95% kapas harus diimpor. Bahan baku industri seyogyanya dikembangkan dari bahan berbasis pertanian dalam upaya mengurangi ketergantungan bangsa Indonesia akan bahan impor. Sebagai contoh, kapas sebagai bahan baku tekstil dapat dikembangkan dari rayon, suatu bahan semisintetis dari selulosa atau dari rami. Selain sebagai bahan tekstil, selulosa diperlukan pula untuk industri kertas. Sumber selulosa masa kini adalah selulosa bakteri, yang berasal dari air buah-buahan atau limbah rumah tangga yang diubah secara fermentasi. Limbah kulit udang dapat diubah menjadi kitosan, kemudian dikompositkan dengan selulosa yang dapat diaplikasikan sebagai material penutup luka. Minyak sawit kasar, minyak kedelai, dan minyak jarak, serta hasil modifikasinya dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk sintesis poliuretan ramah lingkungan.

\Warga Pakuncen Wirobrajan Yogyakarta tersebut menyebutkan, perkembangan kimia polimer untuk masa kini dan mendatang meliputi green polymer seperti bioplastik, dan biokomposit, yang disintesis dari bahan alam seperti tanaman dan hewan, aplikasi teknologi nano dalam tekstil seperti kain, kulit sintetik, dan kulit alami, dan penggunaan biopolimer. Biopolimer merupakan bahan yang dapat dihasilkan oleh organisme biologi atau akibat proses biologi, juga menyangkut bahan yang berhubungan dengan dunia kedokteran dan obat-obatan, antara lain sebagai bahan pengganti tulang, gigi, kulit, dan sebagainya. Indonesia kaya akan sumber daya alam seperti mineral, karet alam, tanaman, minyak bumi, batu bara dan gas alam. Namun, dimilikinya sumber daya alam dan energi bukan satu-satunya syarat keberhasilan industri. Seringkali yang menikmati nilai tambah industri bukan negara pemilik sumber alam, tetapi justru negara industri yang memiliki teknologi maju. Kondisi industri yang maju tentunya ditunjang oleh sumber daya manusia yang tangguh, penelitian dan  pengembangan yang kuat, serta ditunjang oleh strategi dan kebijakan pemerintah. (Dedy)