Luka insisi merupakan luka yang terjadi akibat irisan dari benda tajam. Penyembuhan lukanya merupakan proses yang dinamis dan kompleks dengan tujuan memulihkan struktur anatomi dan fungsi kulit. Beragam sistem imunologi dan biologi berpartisipasi dalam cara terkoordinasi melalui tiga fase yang berbeda, yaitu respons inflamasifase, proliferative, dan fase pemodelan ulang. Pada proses inflamasi terjadi reaksi vaskular sehingga cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia terkumpul pada tempat yang cedera untuk menetralkan dan menghilangkan agen-agen berbahaya serta untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Inflamasi ini ditandai dengan beberapa gejala diantaranya timbulnya warna kemerahan, rasa panas, rasa sakit, pembengkakan, dan gangguan fungsi jaringan tersebut. Proses penyembuhan luka yang terjadi untuk mengatasi luka insisi dapat dipercepat dengan senyawa yang memiliki sifat anti-inflamasi yang bertujuan mengurangi tanda-tanda dan gejala peradangan. Senyawa anti-inflamasi ini diantaranya terkandung pada kopi robusta (Cofeea canephora). Dari sini para mahasiswa Fakultas MIPA UNY meneliti kopi robusta untuk digunakan sebagai obat luka akibat sayatan benda tajam.
Mereka adalah Anisa Ratih Pratiwi prodi pendidikan biologi, Asmi Aris prodi pendidikan kimia dan Denda Wiguna prodi biologi. Menurut Anisa Ratih Pratiwi, kopi robusta dapat digunakan untuk menambah kecepatan berpikir dan inspirasi, menyembuhkan rasa kantuk dan kelelahan, meningkatkan sensor stimuli dan reaksi motorik, melebarkan pembuluh darah, mendorong aliran sekresi cairan maupun sekresi padat dari dalam tubuh sehingga badan terasa lebih segar. “Serbuk kopi robusta dapat mengatasi berbagai jenis luka, mulai dari luka tergores benda tajam, luka bakar sampai luka koreng yang sudah terinfeksi” katanya. Oleh karena itu mereka melakukan penelitian dengan membuat salep ekstrak kopi robusta yang diujicobakan pada tikus putih dewasa galur wistar (Rattus novergicus).
Asmi Aris menjelaskan bahwa proses penelitian dimulai dari ekstraksi dan formulasi kopi robusta. Bahan yang digunakan adalah kopi robusta, adeps lanae, etanol 70%, Vaselin Album, TEA, aquades, dan Betadine. “Sediaan salep yang akan dibuat dalam penelitian ini memiliki konsentrasi ekstrak kopi robusta yang berbeda-beda yaitu 13%, 26% dan 52% untuk 3 kali pemakaian dalam sehari selama 7 hari pengamatan” kata Asmi. Hewan yang dipakai untuk ujicoba adalah tikus putih dewasa (Rattus norvegicus L.) jantan galur wistar sebanyak 15 ekor dengan umur dua bulan dan berat badan 180-200 gram.
Tikus sebanyak 15 ekor ditimbang dan dikelompokkan secara acak dengan setiap kelompok terdiri atas tiga ekor menjadi 5 kelompok. Kelompok K1 diberi pakan standar dan salep tanpa ekstrak kopi, kelompok K2 diberi pakan standar dan diberi betadine, kelompok K3 diberi pakan standar dan diberi salep ekstrak kopi robusta 13 %, kelompok K4 diberi pakan standar dan diberi salep ekstrak kopi robusta 26 % serta kelompok K5 diberi pakan standar dan diberi salep ekstrak kopi robusta 52 %. Tikus tersebut disayat pada bagian punggung menjadi sekali sayatan dengan masing-masing tikus dengan kedalaman 2 mm sepanjang 2 cm sejajar tulang vertebrae. Pemberian salep antiinflamasi dilakukan dengan cara memberikan pada bagian tikus dengan dosis 0,4 ml selama 7 hari.
Denda Wiguna memaparkan, setelah dilakukan pengamatan terhadap kondisi fisik dari luka insisi meliputi warna, berair atau tidaknya, dan lebar luka, kondisi luka pada hari pertama semua berwarna merah karena berdarah, luka lebar. Hari kedua semua luka mengalami pembengkakan, warna masih merah dan berair. Pada hari ketiga semua luka mengering, pembengkakan sudah sedikit reda dan warna luka menjadi kecoklatan. Pada hari ketiga sampai keenam kondisi luka semakin membaik, sudah tidak terjadi pembengkakan sehingga lebar luka pun mengecil, warna luka menjadi coklat gelap. Pada hari terakhir pengamatan terlihat perbedaan yang cukup kontras dimana pada kontrol negatif (salep tanpa kandungan ekstrak) luka masih membekas dan berwarna kehitaman, kontrol positif (betadine) luka tidak berwarna atau bisa dikatakan sembuh, salep ekstrak kopi robusta konsentrasi 13% hanya menyisakan sedikit bekas luka, salep konsentrasi 26% menghasilkan bekas luka hitam, dan salep konsentrasi 52% masih menyisakan luka berwarna coklat. Dari pengamatan ini maka dapat diperingkat penyembuhan luka dari yang terbaik berturut-turut yaitu betadine, salep ekstrak kopi robusta 13%, kontrol negatif, salep konsentrasi 26% dan yang terakhir yaitu salep konsentrasi 52%. Berdasarkan penelitian uji efektifitas salep ekstrak kopi robusta (Coffea canephora) terhadap luka insisi pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus novergicus) maka potensi khusus penelitian ini yaitu ada pada bidang kesehatan. Penelitian ini menjadi penelitian awal untuk melibatkan kopi robusta sebagai bahan campuran obat luka akibat benda tajam yang berupa salep. (Dedy)