WEBINAR BAHAYA TINDAK KEKERASAN SEKSUAL

2
min read
A- A+
read

WEBINAR

“Tema Webinar saat ini, tentunya sangat menarik sekali bagi kita semua, yaitu terkait dengan pencegahan kekerasan seksual. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, kekerasan seksual ini banyak ragamnya, bisa kekerasan seksual secara fisik, kekerasan secara virtual. Tetapi yang jelas bagaimanapun bentuk dari kekerasan seksual hal itu sangat merugikan bagi kita semua. Baik bagi korbannya sendiri, maupun keluarganya. Karena dampak dari kekerasan itu akan lama sekali.” Kata Prof. Dr. Lantip Diat Prasojo dalam sambutannya sekaligus membuka Webinar Bahaya Tindak Kekerasan Seksual dengan tema “Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Tindak Kekerasan Seksual” yang diselenggarakan hari Kamis (6/5) di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY.

Oleh karena itu menurut Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni ini, “Kami bidang Kemahasiswaan dan Alumni mencoba memberikan strategi-strategi yang jitu untuk menghindari atau setidaknya mencegah adanya kekerasan-kekerasan seksual yang bagaimana bentuknya itu, kepada mahasiswa UNY ataupun kepada masyarakat sekitarnya melalui Webinar ini.”

Webinar yang dilaksanakan secara daring dan luring ini diikuti oleh Ketua BEM, DPM, UKM dan tamu undangan lainnya. Bertindak sebagai narasumber adalah Nurmey Nurulchaq, S.PSi., M.A., Psikolog. “Beliau seorang psikolog keluarga dan pendidikan, owner homeschooling HSPG Batam, Instruktur Nasional Bimtek Kemenag RI, Dosen Tidak tetap prodi Psikologi di Univ. Jenderal A. Yani dan Univ. Alma Ata Yogyakarta, seorang Psychologist Associate, dan Trainer di berbagai pelatihan dan seminar,” kata Dr. Agus Basuki selaku moderator yang memandu jalannya webinar saat ini.

Mengawali presentasinya Nurmey Nurulchaq menyampaikan berbagai pertanyaan, “Seberapa sering Anda khawatir dilecehkan secara seksual ketika Anda berada di angkutan umum? dan Seberapa sering Anda khawatir dilecehkan secara seksual ketika Anda berada di angkutan umum?” Selanjutnya dari pertanyaan ini, disimpulkan bahwa jawabannya untuk laki-laki mayoritas tidak kuatir, namun sebaliknya untuk perempuan menjawab kuatir

Berikutnya berdasarkan Pevalensi Kekerasan Seksual di indonesia, Nurmey Nurulchaq  mengatakan, “Bahwa 25% data kekerasan terhadap perempuan adalah Kekerasan Seksual. Kondisi ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan banyak yang mengarah pada atribut seksual. Bahwa Kekerasan Seksual pada tahun 2019 menunjukkan terjadinya persetubuhan 156 kasus, Pelecehan Seksual 394 kasus, Percobaan Perkosaan 18 kasus, Perkosaan 762 kasus dan Pencabulan 1136 kasus, dan lainnya 55 kasus, Kekerasan Seksual thd Perempuan naik 8 kali lipat dlm 12 tahun terakhir; sedangkan kekerasan seksual thd anak perempuan naik hingga 65% dibandingkan tahun 2018,  Januari - November 2020 terjadi peningkatan kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual adalah kasus terbanyak kedua setelah KDRT (LBH Jentera Perempuan Indonesia, 2020).”

Sedangkan Kasus kekerasan terhadap perempuan di masa Pandemi, menurut Nurmey Nurulchaq, “Kasus kekerasan terhadap perempuan di masa Pandemi meningkat hingga 75% sejak masa pandemi Covid 19. Kekerasan pada perempuan yang paling banyak terjadi adalah jenis kekerasan fisik yang jumlahnya mencapai 5.548 kasus. Kemudian kekerasan psikis sebanyak 2.123 kasus, dan kekerasan seksual 4.898 kasus. Sedangkan kekerasan ekonomi mencapai 1.528 kasus dan kekerasan khusus terhadap buruh migran dan trafficking mencapai 610 kasus.”

“Jika kekerasan seksual adalah masalah Kekuasaan dan bersifat structural, maka perlu langkah structural untuk menghentikannya, dan Jika semua beresiko baik menjadi pelaku maupun korban maka semua orang berkepentingan terhadap perlindungan dari kekerasan seksual,” kata Nurmey Nurulchaq

Sehingga untuk penanggulangan kekerasan seksual, menurut Nurmey Nurulchaq dilakukan secara personal dan secara struktural. Secara personal meliputi, “Mengubah konsep, keyakinan dan praktik menjadi laki-laki (menghormati dan menghargai orang lain seperti menghormati dan menghargai diri sendiri), tidak mentoleransi kekerasan seksual baik dalam relasi, di rumah, di kampus, tempat kerja dan tempat-tempat umum lainnya termasuk dalam ruang-ruang virtual. terlibat aktif mempromosikan kebijakan perlindungan kekerasan seksual di Kampus dan kebijakan pada level yang lebih luas seperti ikut aktif berkampanye akan pentingnya Penghapusan Kekerasan Seksual), dan membangun komunikasi dan relasi sehat dengan orang tua/ dosen pembimbing,” kata  Nurmey Nurulhaq.

Sedangkan struktural, yaitu “Mengutamakan Prinsip Pencegahan secara terstruktur, tersistematis dan terealisasi tepat dengan sasarannya dengan memperhatikan: prinisp keadilan,  tidak diskriminatif, terintegrasi fisik dan non Fisik, dan melibatkan semua pihak, dan memaksimalkan edukasi anti kekerasan.”jelas Nurmey Nurulhaq. (Sud).