Tria Yulisa Mahasiswi FBSB UNY Lestarikan Tarian Daerah yang Hampir Punah dengan Media Augmented Reality

Tria Yulisa mengajar tari

Mahasiswi Fakultas Bahasa, Seni dan Budaya (FBSB) UNY Tria Yulisa Is Diarti melakukan inovasi di bidang seni tari dengan mengembangkan media pembelajaran berbasis Augmented Reality (AR). Tarian yang dikembangkan tersebut adalah tari tradisional Jepin Tempurung.

Tari Jepin Tempurung merupakan kesenian tari tradisional yang berasal dari Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Tarian ini lahir di Desa Kompas Raya (dahulu bernama Desa Tekelak) yang diteruskan oleh pelaku seni di desa tersebut. Tari Jepin Tempurung sangat unik, karena bisa ditarikan secara berpasangan, berkelompok maupun massal (beramai-ramai) dengan menggunakan properti tempurung kelapa.

Agar tarian Jepin Tempurung tetap lestari, Tria merevitalisasi dan mengembangkan tarian tradisional melayu ini. Tari tradisional Jepin Tempurung dahulu ditemukan pada acara pernikahan dan acara-acara lainnya seperti pertemuan, hajatan, syukuran dan menjadi sajian seni pertunjukan tari sebagai sarana hiburan masyarakat. Tari Jepin Tempurung diiringi oleh alat musik tradisional khas melayu, yaitu berupa Gendang, Dumbuk, Marwas/Marawis, Gambus dan Tamborin. Busana tari yang digunakan adalah baju kurung yang disertai dengan tanjak melayu.

Dibawah bimbingan Dr. Dra. Rumi Wiharsih M. Pd. Dosen Magister Pendidikan Seni FBSB UNY, Tria Yulisa Is Diarti atau yang akrab dipanggil Tria ini menyelesaikan tesisnya dengan judul Pengembangan Tari Tradisional Jepin Tempurung Berbantuan Teknologi AR (Augmented Reality) sebagai Bahan Ajar Seni Budaya SMP. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan tari tradisional Jepin Tempurung  berbantuan Augmented Reality dalam bentuk produk modul sebagai bahan ajar pada pembelajaran seni budaya di SMP, selanjutnya menguji kelayakan produk modul materi tari tradisional Jepin Tempurung berbantuan Augmented Reality  sebagai bahan ajar pada pembelajaran seni budaya, serta menguji coba produk modul materi tari tradisional Jepin Tempurung berbantuan Augmented Reality sebagai bahan ajar dalam pembelajaran seni budaya tingkat SMP.

Tria memang hobi menari sejak kecil. Kecintaan terhadap seni dan budaya sudah tumbuh sejak ia duduk di bangku sekolah menengah, hal tersebut didukung dengan latar belakang keluarganya yang juga pelaku seni daerah setempat. Tria belajar tarian tradisional Jepin Tempurung dari maestro yaitu Bapak Rajab dan Ibu Masnah yang merupakan penduduk asli desa Kompas Raya pada tahun 2015 silam dalam penelitian usaha merevitalisasi tari tradisional Jepin Tempurung. Ketika itu, maestro berperan sebagai penari dan pemain gambus di sanggar lumut sekar.

Sebagai guru seni budaya dibawa lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat, Tria merasa perlu dan penting melakukan inovasi dalam mengajarkan tari tradisional daerah. Dalam melaksanakan proyeknya, ia berperan sebagai koreografer sekaligus penari. Selain itu, ia juga dibantu rekan tim tari lainya Kharisman Aulia, S.Pd., dan Sulhan Jamil, S.Pd., M.Pd sebagai videografer. Penelitian ini juga melibatkan tim project aransemen musik oleh penata musik Rama Anggara, S.Pd., Sn. beserta tim dari ISI Padang Panjang dan tim pengerjaan teknologi 3 dimensi Augmented Reality oleh Abim Project atau Abim Pradana.

Ellmy Lia Junita, S.Pd. guru Seni Budaya SMP Negeri 1 Nanga Pinoh yang menjadi salah satu validator mengatakan produk yang dikembangkan Tria menarik dan bermanfaat. “Produk modul ajar tari tradisional Jepin Tempurung berbantuan AR mudah digunakan, sangat menarik dan sangat bermanfaat bagi kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan semangat belajar siswa. Produk modul berbantuan AR ini sangat sesuai dan tepat untuk digunakan dalam mata pelajaran seni budaya siswa SMP. Siswa menjadi bersemangat dan antusias, tadinya siswa yang kurang aktif sekarang menjadi lebih aktif dan berani mencoba hal baru bahkan siswa menjadi tidak malu-malu.” Katanya.

“Produk ini juga sudah sesuai dengan karakteristik pembelajaran sehingga melalui modul ajar tersebut siswa dapat menerima berbagai macam pengetahuan tentang kesenian tradisional setempat khususnya Tari Jepin Tempurung. Pembelajaran menjadi lebih efektif dengan menggunakan modul tersebut, siswa dapat memahami secara baik melalui aplikasi pembelajaran tari tradisional Jepin Tempurung dan siswa menjadi pribadi yang luas dalam mengekspresikan diri. Semoga aplikasi AR ini dapat terus berkembang dan bermanfaat bagi para tenaga pendidik mata pelajaran seni budaya tentunya”. Imbuh Ellmy.

Selain itu, Canthica Putri Bellindra salah satu siswa yang menjadi objek penelitiannya mengungkapkan dengan produk yang dikembangkan mendapatkan pengalaman belajar yang seru. “Aplikasinya sangat menarik dan seru, jadi bisa mengenal dan belajar menari tarian tradisional daerah setempat karena sebelumnya tidak mengetahui tari Jepin Tempurung ini" ungkapnya.

Kepala SMP Negeri 1 Nanga Pinoh, Hj. Kherolina, S.Pd. juga mengatakan “Tari Jepin Tempurung ini sangat unik, apalagi jika tarian tersebut ditarikan secara massal sehingga bisa dikreasikan secara sederhana agar lebih estetik” ujar Kherolina. Sambut beliau lagi mengatakan kepada Tria sebagai peneliti di sekolah tersebut “Tarian ini harus diajarkan oleh guru seni budaya lainnya, agar nantinya diterapkan pada pembelajaran seni budaya khususnya seni tari sesuai dengan Kurikulum Merdeka saat ini” tuturnya.

Penelitian tersebut telah dipertanggungjawabkan secara akademik dalam sidang tesis pada 19 Juli 2024 dibawah dosen penguji Prof. Dr. Drs. Suminto A Sayuti, Prof. Dr. Kuswarsantyo, M.Hum., Dr. Dra. Wenti Nuryani, M.Pd., dan Dr. Dra. Rumi Wiharsih, M.Pd. Secara keseluruhan dosen penguji memberikan respon dan saran positif atas produk yang dikembangkan.

Terakhir Tria mengajak untuk terus melestarikan kebudayaan. “Ayo jangan stop disini membantu melestarikan dan memperkenalkan warisan budaya daerah setempat, karena kebudayaan menjadi Ikon Indonesia. Dari kebudayaan yang beraneka ragam, identitas Indonesia itu dikenal dari berbagai negara di seluruh dunia, maka dari itu, kalau bukan kita siapa lagi? Mulailah dari hal kecil, maka akan berdampak besar dimasa yang akan datang. Semangat buat para pelaku budaya, cinta budaya, salam budaya, dan ayo lestarikan budaya” tutupnya.

Penulis
Debi Pranata
Editor
Dedy
Kategori Humas
IKU 2. Mahasiswa Mendapat Pengalaman di Luar Kampus
IKU 7. Kelas yang Kolaboratif dan Partisipatif