Menurut definisi AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), masyarakat adat merupakan kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun. Masyarakat adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan masyarakat adat sebagai komunitas adat. Masyarakat adat memiliki penanda dan karakteristik khas seperti relasi spiritual dengan tanah dan wilayah adat, keberlanjutan sejarah, serta sistem sosial politik dan ekonomi yang khas. Masyarakat adat menjadi lanskap sosial budaya yang khas di budaya Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Malaysia. Masyarakat adat memiliki peran yang signifikan dalam inovasi lokal dan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan, sebagai upaya yang perlu diadaptasi pada kerja-kerja pemberdayaan masyarakat di wilayah lainnya.
Relevansi peran masyarakat adat terhadap upaya pemberdayaan masyarakat telah dielaborasi oleh Assoc. Prof. Dr. Norwaliza, dosen sekaligus peneliti yang konsen pada kajian Indigenous People (Masyarakat Adat) dari University Pendidikan Sultan Idris Malaysia. Beliau menyampaikan tentang “Belajar dari Masyarakat Adat di Indonesia dan Malaysia”, melalui kesempatan Eurasia Lecturer Series Episode 11 yang diselenggarakan pada hari Rabu, 14 Mei 2025 di Ruang Ki Hadjar Dewantara FISIP UNY.
Dr. Norwaliza, menyampaikan beberapa contoh masyarakat adat yang ada di Malaysia, seperti Orang Asli yang telah mempraktikkan sistem pertanian dan pemanfaatan sumber daya alam yang selaras dengan prinsip ekologi, melalui praktik agroforestry dan intercropping di kebun hutan mereka. Prinsip keberlanjutan tersebut juga muncul pada masyarakat adat Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah, melalui pengetahuan etnomedisin dengan menggunakan tanaman seperti Sungkai (Peronema canescens) untuk penurun panas dan mempercepat pemulihan setelah melahirkan. Beberapa contoh kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat di Indonesia dan Malaysia tersebut menjadi gambaran bagaimana pendekatan alteratif dapat menjadi opsi pembangunan yang berkelanjutan.
Dr. Norwaliza menambahkan tentang beberapa model ekowisata berbasis Komunitas di Sabah dan Klaimantan yang berhasil menggabungkan antara pelestarian budaya, keberlanjutan lingkungan, dan penciptaan lapangan kerja. Pembahasan tentang Komunitas Masyarakat Adat yang memiliki pengetahuan lokal yang justru lebih memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dan memperhatikan budaya lokal, menjadi gambaran bagaimana upaya tersbeut mendukung upaya Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada tujuan ke-3 tentang kehidupan sehat dan sejahtera; tujuan ke-14 tentang ekosistem lautan; serta tujuan ke-15 tentang ekosistem daratan.