Keberadaan kampus sebagai “magnet” pembangunan bukanlah hal baru. Prof. Sutrisna Wibawa selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyebut, Bulaksumur tempat UGM berdiri maupun Depok yang kini menjadi lokasi kampus UI juga dulunya lahan kosong yang masih sepi. Setelah ada kampus, pembangunannya menjadi begitu pesat.
Pengalaman inilah yang mengilhami UNY dalam melakukan Groundbreaking kampus baru di Gunungkidul, pada Jum’at (21/02) siang. Dengan membangun di Gunungkidul yang terhitung masih didominasi pedesaan, Sutrisna mencanangkan Gunungkidul akan menjadi kota satelit yang sama majunya dengan Yogyakarta.
“Dengan pembangunan kampus UNY, kami mencanangkan Gunungkidul menjadi kota satelit Jogja. Kota baru yang akan menjadi kota pelajar kedua di DIY setelah Jogja, menjadi magnet investasi dan aktivitas perekonomian!,” ungkap Sutrisna dalam agenda yang dihadiri langsung oleh Bupati, Ketua DPRD, serta segenap Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Gunungkidul.
Menguntungkan Gunungkidul
Dengan keberadaan UNY, Badingah selaku Bupati Gunungkidul menyatakan bahwa pembangunan Gunungkidul akan berlangsung secara lebih cepat. Karena dengan adanya kampus, masyarakat Semanu bisa membuka warung, laundry, kos, maupun melakukan aktivitas dagang lainnya. Dagangan tersebut dapat dipastikan laris dan tahan lama, karena akan ada sekitar 5.000-6.000 mahasiswa yang nantinya berkuliah di UNY Gunungkidul saat kampus ini beroperasi penuh.
“Sehingga keberadaan kampus UNY, menjawab keluh kesah yang sering dimiliki Lurah dan Camat. Bahwa sulit mencari investor dan investasi di Semanu, akhirnya akan terpatahkan. Gunungkidul akan makin maju sejahtera lahir batin, karena keberadaan kampus merupakan investasi yang cepat untungnya,” ungkap Badingah, merujuk pada lokasi kampus ini di Dusun Kepuh, Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul.
Tidak hanya cepat, Badingah juga mengungkapkan keuntungan dari kampus akan berlangsung secara keberlanjutan. Karena keberadaan kampus adalah investasi pendidikan yang sifatnya kekal abadi dalam diri tiap-tiap anak Gunungkidul.
Dengan berkuliah, masyarakat akan memiliki kompetensi teknis maupun kewirausahaan. Lulusan kampus nantinya dapat menciptakan lapangan kerja, ataupun menjadi magnet tersendiri bagi investor untuk mengembangkan industrinya di Gunungkidul karena di daerah tersebut telah tersedia sumber daya manusia.
“Hal ini (Gunungkidul menjadi magnet investasi) didukung dengan spesialisasi kampus Gunungkidul sebagai kampus vokasi, yang mana lulusannya siap kerja. (Sehingga) Kampus UNY sangat diharapkan masyarakat Gunungkidul, untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita yang selama ini masih berstatus terendah di Jogjakarta,” imbuh Badingah.
Melahirkan Profesor dan Rektor Baru
Untuk memastikan investasi sumber daya manusia tersebut dapat berlangsung, UNY akan menyediakan kuota setidak-tidaknya 50% khusus untuk putra daerah Gunungkidul. Sutrisna menyebut, hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam meminta pembangunan kampus ini, sekaligus menghibahkan tanah yang menjadi lokasi kampus.
“Sehingga kalau ditanya, apa yang diperoleh Gunungkidul dari meminta UNY membangun kampus sekaligus memberikan hibah tanah, kita bisa jawab dengan bangga: UNY akan menerima paling tidak 50%, untuk putra daerah Gunungkidul yang berkuliah di kampus ini kelak,” tegas Sutrisna.
Secara teknis, seleksi mahasiswa baru akan dimulai sekitar bulan Juni dan Juli. Pembangunan gedung kampus UNY tahap satu, akan menelan anggaran sejumlah empat miliar rupiah dan diproyeksikan tuntas di Bulan September. Tepat dengan dimulainya aktifitas perkuliahan di tahun ajaran baru. Dana bersumber dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) UNY seiring telah dihibahkannya aset tanah menjadi milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
Putra daerah yang nantinya berkuliah dan lulus dari kampus UNY Gunungkidul, diharapkan dapat meningkatkan derajat dirinya, keluarganya, ataupun daerahnya. Misalnya menjadi pribadi yang makmur sejahtera, sekaligus bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya karena mengabdikan bekal ilmu yang ia miliki. Selain itu, para putra daerah juga dapat memajukan Gunungkidul dengan cara mengabdikan diri dan berkarya di bidang keahliannya masing-masing.
Sutrisna mencontohkan dirinya sendiri yang berasal dari Desa Sokoliman. Walaupun lahir di daerah yang relatif terpencil pada saat itu, ia bisa menjadi profesor serta rektor karena mendapatkan kesempatan bersekolah. Keahliannya sebagai akademisi sekaligus teknokrat kemudian ia abdikan untuk membangun Gunungkidul sesuai kapasitas yang sedang diembannya.
Oleh karena itu, Sutrisna bercita-cita ada lebih banyak lagi putra daerah yang dapat meraih kesempatan yang sama seperti dirinya.
“Jika dulu saya tidak sekolah, paling mentok saya akan bertani ataupun berburu di hutan. Karena sekolah, saya bisa berdiri di hadapan bapak ibu, dan saya ingin putra-putra daerah Gunungkidul hari ini mendapatkan kesempatan serupa, lalu bersama-sama memajukan Gunungkidul ” pungkas Sutrisna. (Ilham Dary A)