Banyak kearifan lokal unik ditemui dalam kegiatan mahasiswa kampus mengajar yang digagas Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Salah satunya di Madura dimana salah satu mahasiswa UNY mengabdi, yaitu Athi' Nur Auliati Rahmah. Mahasiswa prodi pendidikan fisika FMIPA itu mengabdi di SDN Guluk-Guluk II, Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep. Mayoritas orang Madura beragama Islam, sehingga tidak heran jika banyak pondok pesantren dan madrasah di sana. Bahkan, karena itu Madura kerap dijuluki sebagai Kota Santri. Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten paling timur di Madura. Dinas Pendidikan Sumenep mengadakan program khusus yaitu MDT (Madrasah Diniyah Takmiliyah) yang membuat peserta didik di SD juga harus sekolah di madrasah yang bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep. Ustadz dan ustadzah yang ada di MDT juga digaji oleh Dinas Pendidikan.
Athi’mengisahkan MDT dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas ula dan kelas wusto. Kelas ula setara dengan TK, dengan peserta didik SD kelas 1, 2, dan 3. Sementara kelas wusto merupakan kelas tinggi yaitu siswa yang duduk di kelas 4,5, dan 6. Menurut Kepala Sekolah SDN Guluk-Guluk II, Riyadi kedudukan MDT ini cukup esensial, karena jika ada anak yang tidak mengantongi ijazah MDT, maka ia tidak bisa mendaftar SMP, kecuali ada keterangan bahwa ia masih sekolah di MDT. Salah satu ustadz pengajar, Achmad Fudhaili mengajarkan Bahasa Arab seperti sapaan, kata benda, dan kata kerja. Metode mengajar yang digunakannya bervariasi. Mulai dari menulis di papan, tebak-tebakan, hingga permainan antar dua siswa. Menurutnya, mata pelajaran yang diajarkan di MDT antara lain Ilmu Fiqh, Ilmu Nahwu, Ilmu Tauhid, Ilmu Tajwid, Bahasa Arab, Ilmu Sharaf, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam dan Ilmu Imla' dan Khath Arab. "Tujuan dari MDT adalah untuk membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu agama dan menanamkan akhlak yang baik sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Hadits" ujar Fudhaili.
Di SDN Guluk-Guluk II, Athi’ diberi kebebasan mengajar semua kelas yang sedang tidak ada gurunya. Materi yang dipelajari mengambil dari buku paket seperti tematik. Alumni SMAN 1 Pamekasan tersebut juga sempat mengajar Bahasa Madura yang merupakan mata pelajaran muatan lokal. Kepala Sekolah juga berpesan untuk menyelingi pembelajaran dengan Bahasa Inggris karena di SD tidak ada mata pelajaran Bahasa Inggris. “Saya tidak serta merta mengganti suatu mata pelajaran dengan Bahasa Inggris, tapi mencoba mengintegrasikannya dengan materi” katanya. Athi’ juga membawa laptop untuk menayangkan video pada siswa. Saat belajar tematik tentang tarian daerah dan ASEAN misalnya, ditampilkanlah video Tari Saman untuk opening Asean Games. Respon siswa sangat baik bahkan ada siswa dari kelas lain yang masuk kelas untuk ikut menonton. Apabila sinyal kurang bersahabat, warga Dusun Kadibas, Guluk-Guluk, Sumenep itu menggunakan media sosial Instagram sebagai media pendukung pembelajaran. Contohnya materi tematik tentang negara di ASEAN, Singapura maka Athi’ mengajak siswa berjalan-jalan secara virtual ke Singapore Botanical Garden lewat Instagram resminya yang berisi banyak foto otentik keadaan di sana. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan dalam bidang pendidikan bermutu. (Dedy)