Sebagai bagian dari peluncuran 10 liputan panjang terhadap pembajakan buku, UKM Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ekspresi UNY menggelar diskusi publik mengenai dunia buku di Yogyakarta. Acara ini dihelat di Food Court FMIPA UNY, Jum’at (22/11/2019).
Tiga pembicara yang diundang untuk memantik diskusi ini adalah Hisworo Banuarli sebagai ketua Konsorsium Penerbit Jogja (KPJ), Ralina Transistari sebagai pengurus Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI), dan Andy Rahman dari komunitas Needle and Bitch.
Hisworo Banuarli membahas usahanya mengajukan tuntutan kepada pembajak buku di wilayah Yogyakarta melalui jalur hukum. “Pembajak buku itu adalah pencuri. Bedanya, mereka tak merasa bersalah melakukan pencurian,” ujar Hisworo.
Lebih lanjut lagi, Hisworo menyatakan bahwa penerbit-penerbit sudah pesimis melawan pembajakan karena tidak diacuhkan pihak berwajib. Apalagi sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, mengganti masalah pembajakan yang mulanya delik pidana menjadi delik aduan. Hal ini menyurutkan langkah penerbit untuk mengurus problem pembajakan. “Yang optimis malah bukan orang penerbit, tapi pegiat arsip, Muhidin M. Dahlan,” kata Hisworo.
Melanjutkan Hisworo, Ralina Transistari mengulik proses-proses di balik layar penerbitan buku. Jika terjadi pembajakan, kerugian besar akan ditanggung penerbit dan penulis.
“Pembajakan buku itu merusak ekosistem penerbitan dan pasar perbukuan. Banyak jalur yang ditempuh untuk menerbitkan buku, seperti desain, editing, penjilidan, hingga pencetakan. Sedangkan pembajak lantas menerbitkannya dengan harga murah,” ujar Ralina.
Berkebalikan dengan yang disampaikan Ralina dan Hisworo, Andy Rahman mengusung paham “pendidikan untuk semua”. Pernyataan ini ia maknai bahwa urusan pembajakan buku hanyalah masalah remeh belaka. “Yang lebih penting itu menyelamatkan masyarakat Indonesia dari kebodohan. Kalau memang perlu, silakan buku dibajak,” ujar Andy.
Diskusi ini menghadirkan pro-kontra di balik pembajakan buku. Hal ini memang sengaja dihadirkan untuk memancing dialektika pesertanya. “Jadi tujuan diskusi ini agar kita berdialog, tidak hanya menggiring ke satu wacana saja,” pungkas Vidi Mila Sukmawati, ketua acara diskusi ini. (Muhammad Abdul Hadi/JK)