DETEKSI USIA MELALUI FOTO WAJAH

DETEKSI USIA MELALUI FOTO WAJAH

Sosial media menimbulkan banyak perubahan perilaku pada masyarakat jaman sekarang. Kegiatan berfoto menjadi sebuah keniscayaan untuk diunggah sebagai ajang ekspresi diri. Dari banyaknya kegiatan swafoto tersebut menimbulkan rasa penasaran bagi sebagian orang untuk mengetahui usia para pengunggah. Hal tersebut ditangkap sebagai peluang oleh mahasiswa program studi statistika Fakultas MIPA UNY yang membuat aplikasi pendeteksi  usia melalui foto wajah, yaitu Anthony Fioren H, Mohammad Damarjati P dan Syukron Abdul A. Menurut Anthony Fioren  mereka  menggunakan data latih berupa data gambar wajah manusia dengan informasi usia dari wajah tersebut untuk melatih komputer agar dapat mengenali usia dan jenis kelamin dari wajah manusia. “Penentuan jenis kelamin serta usia dari citra dilakukan dengan menggunakan algoritma dan metode-metode pengolahan citra digital” katanya. Cara kerjanya adalah mengekstrak bagian wajah manusia dalam gambar tersebut lalu diolah sedemikian sehingga output yang dikeluarkan adalah usia serta jenis kelaminnya. Mohammad Damarjati menambahkan langkah awal dalam pemrosesan data menggunakan ekstraksi wajah, split data dan augmentasi gambar. “Permodelannya menggunakan snapshot ensemble karena dapat menyimpan beberapa model sekaligus dalam satu kali proses training” katanya.

Syukron Abdul menjelaskan untuk mengekstraksi wajah digunakan Algoritma Multi-Task Cascaded Convolutional Neural Network (MTCNN) karena mampu mengenali wajah dari berbagai angle. Data yang dapatkan dibagi menjadi 2 yaitu data train yang nantinya akan menjadi data yang akan dibaca / dipelajari oleh mesin serta data validation yang nanti akan menjadi alat uji / pengecekan dalam project yang dilakukan. Data validasi diperlukan untuk mengecek keakuratan model yang dibangun. Pemodelan klasifikasi jenis kelamin dan prediksi usia dapat dilakukan menggunakan model snapshot ensemble dengan arsitektur Convolutional Neural Network (CNN) yang sama dalam satu kali proses training, sehingga dapat mengurangi computational cost. “Model snapshot ensemble dapat meningkatkan nilai F1 score serta memperkecil Mean Square Error (MSE) dengan lebih efisien” paparnya. F1 score digunakan untuk mengukur seberapa akurat model yang digunakan, semakin nilainya mendekati 1 atau 100% maka model semakin baik. Sedangkan MSE mengukur keakuratan usia, semakin kecil nilainya maka model yang dikembangkan semakin baik. Model snapshot ensemble yang telah dibangun dapat diaplikasikan pada gambar lain di luar data training dan data testing. Proses implementasi diawali dengan ekstraksi wajah menggunakan MTCNN, rescale gambar ke dalam rentang prediksi dari snapshot model dan checkpoint model yang menghasilkan meta feature, dan prediksi menggunakan LightGBM dari meta feature yang dihasilkan. LightGBM digunakan sebagai base model karena LightGBM dapat menghasilkan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan model gradient boosting lainnya pada kasus home credit. Selain itu, LightGBM juga berjalan 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan model gradient boosting konvensional. “Kami rekomendasikan untuk menambah data training, terutama pada citra dengan usia dibawah 15 tahun dan diatas 45 tahun, juga menggunakan model snapshot ensemble jika fokus pada performa dan model single CNN jika fokus pada kecepatan” kata Syukron.

Prediksi usia pada seseorang dapat diketahui melalui citra dengan bantuan machine learning. Model yang dapat digunakan dalam prediksi usia adalah model snapshot ensemble yang terbukti dapat memberikan hasil lebih baik dengan memberikan nilai MSE lebih kecil dibandingkan dengan model CNN individual. Karya ini berhasil mendapatkan juara 3 pada Big Data Challenge, salah satu bidang pada perlombaan Statistika Ria dan Festival Sains Data (SATRIA DATA) yang diselenggarakan Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi RI akhir November lalu. Hal ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan pada bidang pendidikan bermutu. (Dedy)