Berbagi Pengalaman Dengan Keberagaman, Kerjasama UNY Dengan Universitas Münster Jerman

Evaluasi kegiatan

Universitas Münster Jerman menggandeng Universitas Negeri Yogyakarta dalam agenda Teaching Diversity - Diversity in Teaching (TDDT) di Digital Library UNY. TDDT adalah nama proyek didaktik Jerman-Indonesia yang didukung oleh DAAD sejak tahun 2021 sebagai bagian dari jalur pendanaan Dialog Universitas dengan Dunia Islam. Pelamar proyek ini adalah Juliane Stude dan Kordula Schulze dari Institut Studi Jerman di WWU Münster dan Dr. Widyastuti Purbani, Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta di Indonesia. Selain 18 mahasiswa dari Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta dan mahasiswa S2 dari University of Münster, penyelenggara proyek didaktik TDDT juga mengundang dua mahasiswa S1 dari Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yaitu Chayyu Zalena Hawie dan Felisius Octavianus Bowe, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman FBS UNY, ikut serta dalam program selama dua minggu. Menurut dosen Pendidikan Bahasa Jerman FBS UNY Prof. Sulis Triyono tujuan kegiatan ini adalah untuk memperoleh keterampilan bahasa profesional mengenai dimensi heterogenitas dalam pertukaran antar negara dan untuk mempromosikan pemahaman bersama tentang aspek dan masalah heterogenitas dalam proses pengajaran. “Konsep untuk mengatasi keragaman di kelas dikembangkan dalam kelompok kecil di lima sekolah di Yogyakarta, yang diimplementasikan dengan kelompok-kelompok belajar setelah Intensive Summer Camp dan direfleksikan dengan cara berorientasi pada kriteria yang ada” kata Sulis Triyono, Sabtu (12/11). Temuan yang ada yaitu bahwa pengajaran yang peka terhadap keragaman tidak terbatas pada keragaman budaya, bahasa, agama, dan jenis kelamin peserta didik, tetapi juga mencakup faktor penentu lainnya seperti gaya belajar dan minat belajar. Selain itu, bahkan dengan integrasi bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif, ada efek positif lain yang diinginkan dalam kelompok pembelajaran yang beragam dan multikultural.

Koordinator proyek Universitas Münster Jerman Kordula Schulze merasa senang dengan ketertarikan tersebut, sehingga ia mendukung para mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Jerman dalam mempresentasikan kegiatan perkemahan dan memprakarsai pertukaran dengan mahasiswa dan dosen bahasa Jerman di Yogyakarta. Kordula Schulze memberikan wawasan kepada para peserta tentang struktur proyek serta pekerjaan konkret para siswa di kamp di Kulon Progo. Terlihat jelas bagaimana suasana alami Desa Segajih, sebuah pusat pendidikan dan tempat tinggal di tengah-tengah hutan hujan tropis, secara langsung mendorong pembelajaran para siswa. Dia juga memberikan sedikit wawasan tentang tempat pembelajaran ekstrakurikuler dan kegiatan budaya dan juga mempresentasikan workshop yang dibuat dan dipimpin oleh siswa di lima sekolah terpilih di Yogyakarta. Kordula Schulze merasa senang bahwa para mahasiswa UNY telah lebih dari sekadar memenuhi tujuan dengan mengambil inisiatif untuk membawa isi proyek ke depan dalam konteks universitas. Para mahasiswa tidak hanya memperoleh dan merefleksikan kepekaan mereka sendiri dalam menghadapi heterogenitas, tetapi juga menjadi multiplikator bagi universitas dan lingkungan sosial mereka.

Chayyu Zalena Hawie dan Felisius Octavianus Bowe mengadaptasi beberapa konten workshop yang dikembangkan untuk kelompok belajar berbasis sekolah ke tingkat sesama siswa dan merangsang proses pembelajaran yang peka terhadap keragaman bagi para pembelajar bahasa Jerman. Kelompok-kelompok kecil yang interaktif bekerja pada mekanisme diskriminasi bahasa, dengan para peserta menyoroti perlunya ungkapan bahasa yang sensitif ketika berhadapan dengan dimensi heterogenitas multibahasa, asal, penampilan atau religiusitas.

Menurut dosen Pendidikan Bahasa Jerman FBS UNY Prof. Dr. Wening Sahayu, dalam kerja sama dua negara, menjadi jelas bahwa keragaman tidak hanya berdiri untuk persepsi keragaman, tetapi juga untuk sikap yang ada dalam hal ini, yang ditandai dengan sikap dasar yang apresiatif dan keterbukaan terhadap perbedaan orang. Kenyataan bahwa keragaman dipandang sebagai hal yang normal dan tidak lagi berorientasi pada defisit, tetapi sebagai pengayaan, masih jauh tidak hanya di sektor pendidikan di Indonesia dan Jerman. Di masa depan, pandangan positif dan cara menghadapi peserta didik yang beragam berdasarkan hal tersebut akan menjadi lebih sentral dalam kesadaran dan tindakan dosen, guru dan siswa di kedua negara” tutupnya.

Penulis : Dedy

Editor : Ardi

Kategori Humas
IKU 4. Praktisi Mengajar di Dalam Kampus