Perubahan paradigma pendidikan eksklusif ke pendidikan inklusif membuat peran dan tanggung jawab guru pendidikan reguler telah mengalami perubahan drastis. Dalam pendidikan inklusif hakekatnya setiap individu anak memiliki keragaman kebutuhan yang tidak sama dalam kegiatan belajar bersama teman seusianya termasuk individu berkebutuhan khusus untuk mendapatkan layanan belajar di sekolah reguler sehingga terakomodasi dari level ringan hingga berat. Guru dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak yang berkembang normal dan kebutuhan teman sebayanya yang berkebutuhan khusus di kelas reguler. Tujuan implementasi pendidikan inklusif untuk memberikan akomodasi pada setiap perbedaan yang dimiliki peserta didik reguler maupun berkebutuhan khusus sekaligus untuk memastikan bahwa peserta didik dengan beragam kebutuhan dan preferensi seperti peserta didik berkebutuhan khusus, dapat memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses sumber belajar, layanan dan pengalaman secara umum. Pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan yang menfasilitasi dan memberikan layanan pada anak berkebutuhan khusus agar dapat belajar dan berinteraksi dengan peserta didik seusianya pada sekolah-sekolah terdekat. Hal ini dikatakan Dr. Sukinah, M.Pd dalam ujian promosi doktor di UPI Bandung belum lama ini. Dengan adanya pendidikan inklusif ini diharapkan mampu memberikan kesempatan yang sama bagi peserta didik berkebutuhan khusus agar dapat mengoptimalisasikan setiap potensi yang dimilikinya.
Dosen jurusan pendidikan luar biasa Fakultas Ilmu Pendidikan UNY itu mengatakan, implementasi pendidikan inklusif memberikan dampak positif terhadap capaian akademik membaca dan aritmatika siswa lamban belajar, serta aspek interaksi peserta didik reguler dengan berkebutuhan khusus. Penempatan peserta didik berkebutuhan khusus dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah regular memiliki dampak lebih baik pada aspek kompetensi sosial. “Semua peserta didik termasuk berkebutuhan khusus belajar di sekolah reguler akan menperoleh kesempatan berinteraksi sosial dengan orang yang berbeda dengan dirinya, sekaligus menemukan gambaran kehidupan senyatanya dalam kelas. Implementasi sekolah inklusif berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepekaan sosial anak” kata Sukinah, Selasa (30/8). Dampak lain dari keberagaman kepekaan sosial antara lain bersedia membantu orang yang membutuhkan, berbagi dengan orang lain, menghargai orang lain yang memiliki kondisi berbeda.
Menurut wanita kelahiran 5 Februari 1971 tersebut, kompetensi guru sangat penting dalam mendukung pembelajaran yang efektif dan keberhasilan peserta didik kebutuhan khusus. Kompetensi pedagogik yang dimiliki guru, dapat digunakan untuk mengenali potensi, kondisi, hak dan kebutuhan peserta didik, oleh karena itu mereka mampu merancang pembelajaran yang efektif dan tepat. Kemampuan guru untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tercakup dalam kompetensi profesional, sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik kepada peserta didik, orang tua, dan pemangku kepentingan tergambar dalam kompetensi sosial guru. Oleh karena itu, guru dapat mengatasi masalah sosial juga. “Selain itu, peran guru sebagai contoh yang baik bagi peserta didik, menciptakan suasana, dan memberikan motivasi belajar berada dalam kompetensi kepribadian guru” katanya.
Dikatakan Sukinah bahwa reformasi pengetahuan guru sangat penting untuk proses implementasi pendidikan inklusif. Selama ini, pengembangan kompetensi guru belum ada mekanisme kontrol secara periodik dan sistemik penyelenggaraan pendidikan serta pelatihan, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pengembangan kompetensi belum terdesentralisasi, dari tahun ke tahun pengembangan kompetensi belum berubah modelnya, belum sesuai sasaran dengan kualitas guru sangat beragam. Kompetensi guru menjadi salah satu fokus perhatian Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Hambatan umum yang dihadapi guru adalah mengelola keragaman peserta didik dan tantangan yang sering dihadapi guru dalam menerapkan pendidikan inklusif. Permasalahan yang dihadapai guru berkaitan dengan metode mengajar yang beragam, kompetensi memodifikasi pembelajaran, dan pencapaian peningkatan profesional. “Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah program pelatihan pada guru-guru berbasis self asesment” katanya. Penerapan self assesment antara lain mampu menumbuhkan rasa percaya diri, dapat memicu kesadaran akan kekurangan dan kekuatan, dan mampu mendorong untuk lebih jujur. Self asesment (penilaian diri) guru merupakan proses melakukan identifikasi pada diri sendiri untuk menemukan kekuatan, kelemahan sehingga menimbulkan kebutuhan dalam upaya perbaikan maupun memperkuat pengembangan kompetensi. Selama ini gambaran obyektif model pengembangan kompetensi pedagogik dalam pengelolaan kelas inklusif adalah guru-guru belum melakukan self assessment dalam pengembangan kompetensi pedagogik, belum adanya pengembangan kompetensi secara periodik dan termonitoring, pelaksanaan implementasi pengelolaan kelas inklusif belum adanya model pendampingan secara langsung ke dalam kelas, dan belum ada kartu monitoring dan evaluasi pembelajaran kelas inklusif.
Pengembangan model kompetensi pedagogik berbasis self assessment guru sekolah dasar dalam pengelolaan kelas inklusif dapat memberikan perubahan positif bagi guru dan peserta didik. pada model pengembangan kompetensi pedagogik berbasis self asesment menunjukkan adanya perubahan kearah positif dalam peningkatan kapasitas guru dalam pengelolaan kelas inklusif setelah mengikuti tahapan implementasi model pengembangan kompetensi berbasis self asessment sesuai kebutuhannya. Implikasinya, maka guru memiliki peran penting dalam memahami dan mengembangkan kompetensinya dalam pengelolaan kelas inkluisf sesuai dengan tahapan-tahapan model yang telah dilatihkan. Implikasinya dalam pengembangan kompetensi pedagogik harus berbasis self assessment.
Sukinah merupakan dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang baru saja meraih gelar doktornya pada prodi Pendidikan Khusus Universitas Pendidikan Indonesia Bandung dengan disertasi berjudul ‘Model Pengembangan Kompetensi Pedagogik Berbasis Self Assesment Guru Sekolah Dasar Dalam Pengelolaan Kelas Inklusif’. Dengan penguji Prof. Dr. Cece Rakhmat. M.Pd, Prof. Dr. Endang Rochyadi. M.Pd., Dr. Sunardi. M.Pd., Dr. Imas Diana Aprilia, M.Pd dan Prof. Dr. Edi Purwanta. M.Pd ujian digelar secara luring dengan dilengkapi oleh juru bahasa isyarat. Ujian juga digelar secara daring melalui zoom dan diikuti lebih dari 80 orang tamu undangan dari dinas pendidikan DIY serta guru dari DIY dan luar DIY seperti Blitar, Pasuruan, bahkan hingga Aceh dan Kalimantan. (Dedy)