LOKALITAS SEBAGAI BAHAN AJAR SOSIOLOGI

Perubahan dan dinamika sosial berimbas pada pergeseran pola kehidupan masyarakat tidak terkecuali di dunia pendidikan dan pembelajaran. Karakteristik peserta didik saat ini telah berubah jauh dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya Pergeseran pola pengajaran dari teacher centered ke student centered berdampak pada semakin diperlukannya sumplemen-sumplemen materi ajar yang dapat diakses peserta didik dengan mudah. Materi yang dikembangkan di mata pelajaran sosiologi memerlukan inovasi dan pengembangan terutama dalam isi materi dan kemasan agar menarik serta mudah dipahami oleh peserta didik. Oleh karena itu diperlukan pengembangan bahan ajar yang inovatif yang bersumber pada pengalaman guru dalam menghadapi peserta didiknya Buku dan sumber belajar yang selama ini ada tidak revelan dengan realitas yang berkembang di lingkungan sekitar (lokalitas daerah) sedangkan pada proses pembelajaran saat ini prinsip mendekatkan realitas menjadi sangat penting dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif. Kondisi ini melatarbelakangi dosen dan mahasiswa jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) yang terdiri dari  Grendi Hendrastomo, MM., MA., Endah Januarti, MA., Adi Cilik Pierewan, Ph.D., Siti Halimah A, dan Farah Azizah, Z untuk mengembangkan bahan ajar sosiologi berbasis lokalitas.

Grendi menjelaskan, bahan ajar yang dikembangkan didesain sesuai dengan kebutuhan, karakteristik dan lingkungan peserta didik. Di dalam mata pelajaran sosiologi, kurikulum K13 mendesain proses pembelajaran dimulai dari lingkungan yang terkecil. Penjabaran kompetensi dasar didasarkan pada pemahaman sederhana tentang diri dan keluarga di kelas X, kelompok dan masyarakat di kelas XI dan berlanjut ke lembaga, organisasi dan aksi untuk terlibat dalam lingkungan sosial di kelas XII.

“Bahan ajar tersebut meliputi rencana proses pembelajaran, media pembelajaran, bahan ajar/sumber belajar hingga evaluasi pembelajaran yang kesemuanya memiliki ciri lokalitas daerah baik dari sisi isi, contoh, gambar hingga studi kasus. Dalam pengembangan bahan ajar tersebut peneliti melakukan analisis KI/KD, analisis sumber belajar, pemilihan dan penentuan bahan ajar, penyusunan peta bahan ajar, penyusunan/pengembagan bahan ajar, review dan publikasi.”jelasnya

Bahan ajar yang dikembangkan, lanjut Grendi, tidak hanya berisi materi, tetapi dipenuhi dengan ragam aktivitas, analisa dan contoh, dimana kesemuanya identik dan dekat dengan realita yang ada di Kulon Progo. (Eko)